34. Kepo

1.4K 145 10
                                    

"Ma, kenapa?"

Maya menoleh, dia tersenyum tipis dan menggeleng pelan. "Tidak apa-apa," ucapnya singkat, lelah.

"Pasti soal Bian! Mama itu terlalu berlebihan jika sudah menyangkut dia," tebaknya.

"Berlebihan?" Maya mengulang ucapan Indra dengan wajah tidak suka. Tubuhnya memang masih segar, tapi hati dan pikirannya lelah. Bahkan untuk menyambut Indra saja rasanya tidak sanggup. "Kenapa berlebihan? Dia anakku, Mas. Wajar jika seorang ibu memikirkan anaknya," sambungnya tidak terima.

"Dia tidak menganggap mama seperti itu, jadi untuk apa mama memikirkannya?" Indra mendesah. Dia melepaskan jas, juga dasi yang menempel di tubuh. Rasa lelah, juga hasrat ingin bersantai harus hancur saat mendengar Maya sakit dan terus merengek tentang Bian. Terbesit rasa bersalah tapi rasa lelahnya lebih menguasai hingga membuatnya malas meladeni Maya. Dia mendekat dan memeluk Maya sekilas, menepuk pundaknya pelan dan mencium kepalanya sayang. "Hana bilang mama sakit, lebih baik mama istirahat dulu. Jangan terlalu banyak pikiran karena itu bisa bikin mama tambah down. Ayo, lebih baik mama istirahat," titahnya lembut.

Maya menatap Indra sekilas. Terbesit rasa benci, tapi tidak bisa. Karena Indra, Anak yang dia lahirkan, anak yang dia perjuangkan dan anak yang selalu di tunggu kehadirannya justru berbalik membencinya dan lebih menyayangi orang lain. "Dia anakku, Mas, bukan Risna." Maya terisak. Tak kuat menahan gejolak dalam hati. Dia menutup matanya dengan tangan, frustasi.

Indra kembali memeluk Maya, tapi Maya mendorongnya pelan dan menatapnya dengan tatapan tajam yang penuh luka. "Kenapa kamu melakukan ini padaku, Mas? Kenapa kamu memisahkannya dariku? Aku yang  mengandungnya selama sembilan bulan. Aku yang tidak bisa makan dan minum dengan benar selama mengandung, tapi saat bayi itu lahir, kenapa kamu setega itu mas?"

Indra menghela napasnya lelah. "Ma, kita udah ngebahas soal ini! Aku gak mau ngebahas itu lagi. Kalo mama masih mau bertahan, lupain soal ini, atau...."

"Atau apa? Cerai? Silahkan mas! Silahkan saja ceraikan aku! Tapi sebelum cerai, pastikan kamu telah mengembalikan anakku! Lebih baik hidup tanpa suami dibandingkan hidup tanpa anak!" Maya teriak di sela isakannya. Lelah, juga sudah sampai di batas kesabarannya.

Dulu, dia menganggap bahwa ini mungkin balasan dosa atas apa yang dia perbuat, tapi apakah memang benar dia sedosa itu? Dia bahkan tidak mengetahui bahwa Indra telah beristri. Jika saja dia mengetahuinya, jangankan dinikahi, di dekati saja, Maya tidak akan sudi. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Maya tertipu dengan perhatian yang di berikan Indra, terbuai dan jatuh pada pelukannya. Dan saat dia mengandung Bian, disaat yang sama pula Risna mengandung anaknya. Saat itulah Maya tahu jika dirinya bukan yang pertama dan satu-satunya.

Kecewa, marah juga merasa bersalah menguasai Maya. Dia meminta cerai pada Indra, tapi Indra berkali-kali meyakinkan Maya agar dia bertahan demi anak yang dikandungnya. Dan dia luluh, memutuskan untuk bertahan. Namun, lagi-lagi Maya harus kecewa. Saat bayinya lahir, disaat yang sama, Risna juga melahirkan. Berbeda dengan Maya yang melahirkan Bian dengan selamat dan tanpa kekurangan apapun, Risna harus kehilangan bayinya begitu dia lahir. Dan tanpa rasa bersalah sedikitpun, Indra memberikan bayinya pada Risna. Menukar mereka tanpa sepengetahuan Maya dan mengatakan jika anaknya meninggal. Dan kenyataan itu baru Maya  ketahui saat Bian telah berumur satu tahun.

Napas Indra memburu. Dia menatap Maya murka. "Berani sekali kamu meminta cerai padaku! Wanita lemah seperti mu bisa apa tanpa aku, hah?" Ucapnya dengan sombong.

Maya tersentak, ada rasa takut, tapi hanya sebentar. Dia kembali menguasai diri dan menatap Indra dengan keberanian yang dia miliki. Pasrah dengan apa yang akan terjadi. "Aku tidak peduli jika harus pergi darimu, Mas. Asalkan aku bersama anak-anak, aku bisa bertahan," ucapnya pelan, tapi penuh dengan kesungguhan.

Anak PelakorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang