46. Lega

207 9 0
                                    

"Ma, Gya udah pulang belum?"

"Belum, pa."

"Kok belum pulang sih? Ini udah mau malam loh, ma. Masa dia jam belum juga pulang. Coba telepon. Tanya kapan dia pulang?" Titah Rama pada Ayu.

Ayu mendesah. Dia bersyukur karena Rama begitu perhatian pada anaknya, tapi disatu sisi, dia juga merasa kesal karena Rama tidak bisa fleksibel pada anak-anaknya. Bahkan Rama cenderung bersifat keras pada Gyandra. "Inikan hari libur, Pa. Biarin Gya menikmati liburannya. Lagipula dia sudah besar. Mama yakin dia bisa jaga diri." ucapnya.

"Bukan soal besar atau kecilnya, mah, tapi Gya itu anak perempuan. Tabu kalo pergi ke kota lain sendirian. Mana gak pamit waktu pergi. Sudah! Telepon dia sekarang! Bilang padanya jika dia harus pulang hari ini juga!" Titahnya.

Ayu melengos. "Telepon saja sendiri. Bilang kalo papa khawatir sama dia," ucapnya menohok Rama.

Perdebatan Rama dan Ayu mungkin adalah hal yang sangat biasa. Namun, tanpa mereka sadari seseorang begitu iri. Menjadi anak tiri membuat Ginatri merasa asing berada diantara mereka. Apalagi, sebagai anak, Ginatri tidak begitu dekat dengan Rama dan Ayu. Dalam hati dia berandai jika ibunya masih ada. Apakah hidupnya akan terasa hangat atau justru sebaliknya? Tanp terasa bulir hangat mengalir di pipinya. Ginatri iri. Ingin sekali dia mendapat perhatian Rama. Namun, mau berusaha sekeras apapun, Ginatri selalu menjadi pilihan terakgir setelah Gyandra. Berbeda dengan Gyandra yang selalu diperhatikan walaupun dia tidak pernah sedikit pun berusaha. Ginatri mengepalkan tangan. Hari ini dia sudah bertekad untuk mengakhiri semuanya. Dengan keberanian yang tiba-tiba membara, dia menemui Rama dan Ayu di ruang tengah.

"Pa, Ma."
Rama dan Ayu menoleh.

"Ada yang mau Ginatri katakan pada papa dan mama." ucapnya.

"Duduklah!" Ucap Rama sementara Ayu hanya tersenyum. Ginatri duduk di depan keduanya. Meskipun dia sudah bertekad, bukan berarti dia tidak gugup. Tangannya gelisah karena apa akan dikatakannya. Namun, jika bukan sekarang, kapan lagi, pikirnya. Dengan keberanian yang ada , Ginatri menatap Rama dan menghembuskan napasnya. "Gina mau membatalkan pertunangan, ucapnya dengan menundukkan kepala.

Lega! Itulah yang Ginatri rasakan saat dia berhasil mengatakan isi hatinya. Berbeda dengan Rama yang kini menegang. Ayu yang melihat perubahan suaminya hanya menyentuh tangan Rama lembut dan meremasnya pelan. Memberi tanda agar Rama tetap tenang.

"Kenapa kamu ingin membatalkan tunangan? Bukankah kamu yang memintanya? Bukankah kamu yang memohon pada papa agar bisa menikah dengan Bian? Lantas, kenapa kamu ingin membatalkannya setelah apa yang kamu lakukan?"

Ginatri terdiam. Ucapan Rama benar. Rama bahkan berkata pelan. Namun, raut wajah yang menegang, napas memburu dan tangan yang mengepal kuat menandakan jika Rama benar-benar marah.

"Jawab papa, Gina! Apakah pertunangan bagimu hanya main-main?"

Gina menciut. Dia mulai merasa takut pada Rama. Badannya bergetar, tapi dia tidak berniat untuk mundur. Hari ini, semua harus selesai. Entah apapun alasannya. Dengan sisa tenaga, dia mengangkat wajah dan menatap Rama sendu. "Gya dan Bian saling mencintai, Papa," lirihnya.

Bagai di sambar petir, Rama mematung mendengar alasan Ginatri. Begitupun dengan Ayu. Tangan yang menggenggam Rama lembut kini mulai melonggar. Apa yang dia dengar adalah hal yang paling dia takutkan. Ya, Sebelum Ginatri mengatakan itu, Ayu mengetahui jika Bian dan Gyandra telah memadu kasih, tapi Rama tidak tahu. Ayu juga adalah orang pertama yang tahu bagaimana sakitnya Gyandra saat dia melihat Bian dan Ginatri bertunangan.

"Apa maksudnya? Bian adalah tunangan kamu, bagaimana bisa Bian dan Gyandra saling mencintai?!" Bentak Rama yang sudah mulai tidak bisa mengontrol emosi.

Ginatri menatap ayahnya resah. Bukan, bukan karena dia akan menumbalkan Gyandra karena itu adalah kenyataannya, tapi itu akan membuka aibnya sendiri. Karena dengan mengatakan pada Rama, dia memberitahu Rama jika dia merebut Bian dari Gyandra. Namun, Ginatri tidak bisa melakukan itu. Otaknya berputar keras alasan apa yang harus dia berikan pada ayahnya. "Gyandra mencintai Bian karena mereka sering bertemu di kantor,"dustanya pada Rama.

Urat Rama sempurna menegang. Tangannya mengepal kuat. Apa yang baru saja dia dengar sudah tidak bisa di toleransi. Rama tahu, dia tidak pernah ikut campur urusan anak-anaknya apalagi dalam hal asmara. Namun, lain halnya jika kedua anaknya berebut satu pria. "Omong kosong!"

Ginatri melihat Rama yang mulai termakan ucapannya, dalam hati dia tersenyum. Dia terisak pelan untuk menambah suasana. "Papa, Gya telah merebut Bian dari Gina. Gina gak tahu salah apa sama mereka sampe mereka bisa melakukan ini pada Gina," dustanya membuat Rama kian memanas.

"Telepon Gya sekarang juga, suruh dia pulang!" titahnya pada Ayu. Ayu menghela napasnya pelan. Dia jelas tahu bahwa Ginatri sedang berbohong. Matanya memandang Ginatri dengan kecewa. Bagaimana mungkin anak yang dia besarkan dengan tulus berani berbuat sejauh ini. Terlebih dia telah memfitnah Gyandra, anak kandungnya sendiri. Apakah bibinya masih menghasut Ginatri? tapi kenapa? Untuk apa? Ginatri yang dia kenal, tidak mungkin berani berbuat sejauh ini. Namun, Ayu tersadar. Apakah dia benar-benar mengenal Ginatri? Atau apa yang dia lihat adalah apa yang Ginatri tunjukkan saja. Bukan kepribadian aslinya? Ayu mendesah. Dia menurut pada Rama dan menelpon Gyandra untuk segera pulang.

Ginatri masih menunduk. Entah apa yang ada di pikirannya sekarang. Namun, yang pasti dirinya telah berhasil melemparkan bom pada Rama. Peduli setan dengan apa yang terjadi nanti. Toh dia sudah siap jika dia harus angkat kaki dari rumah jika semua perbuatan kotornya terpaksa diketahui oleh keluarga. Apalagi Ginatri yakin jika Bian tidak akan mau melepas dirinya. Mudah saja menghasut Rama, tapi Bian, dia tidak mudah. Alasan kenapa Ginatri ingin mengakhiri semua juga karena Bian. Bian yang dia rasa telah berada ditangannya tapi ternyata dirinyalah dan Gyandra yang Bian permainkan. Ginatri terisak. Dia meratapi nasibnya yang sangat malang. Dipikir-pikir, dia begitu sendiri saat ini. Dirumah ini, tidak ada yang benar-benar menyayanginya. Dan Bian, satu-satunya harapan Ginatri untuk bersandar dan menghancurkan Gyandra, kini malah berbalik mempermainkan. Bodoh! Bagaimana bisa dia terbuai pada Bian.

Ayu yang melihatnya Ginatri terisak membuat hatinya sakit. Bagaimanapun, Ginatri adalah anaknya meski bukan anak kandung, dengan lembut dia mendekat dan memeluk Ginatri, namun tak ada respon sedikitpun dari Ginatri. Ayu sendiri tidak tahu harus melakukan apa, pikirannya berkecamuk. Dia tidak menyangka apa yang terjadi padanya, kini harus terulang pada anak-anaknya.

Sedikit hiburan malam ini, semoga tidur nyenyak dan sehat selalu 💕

Anak PelakorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang