30. Bubur

1.2K 128 8
                                    

Dihari yang sama, jam yang sama. Hujan menahan Ginatri. Berkali-kali dia melihat jam di tangan. Menunggu dengan cemas. Berharap dalam senyap. Semoga...

Namun, tiga jam dia menunggu. Seseorang yang ditunggu tidak kunjung datang. Pelayan bahkan berkali-kali datang dan bertanya apakah dia akan memesan makanan? Berkali-kali pula dia menolak. Bilang bahwa dia menunggu seseorang. Sayang, yang ditunggu sepertinya lupa. Dia bahkan tidak membalas pesan yang dikirimkan padanya. Juga tidak mengangkat telepon darinya. Wajahnya memanas. Sesak. Apa kau benar-benar tidak akan datang? lirihnya. Ginatri bangkit. Memutuskan untuk pergi. Namun, dia kembali duduk. Bisa jadi dia tertahan karena hujan, bukan? Bisa jadi dia sibuk karena banyak pasien yang harus dia periksa, bukan?

Lagi-lagi dia berusaha untuk optimis. Meyakinkan diri untuk menunggu. Bisa jadi telat datang, hiburnya. Namun, sampai hujan mereda dan bulan menggantikan matahari kembali ke peraduannya, yang ditunggu tidak kunjung datang. Ginatri tertawa sumbang. Mencintai benar-benar membuatnya bodoh. Dia berdiri. Mantap melangkah pergi. Dia tidak akan datang, batinnya mengingatkan saat hatinya kembali ingin menahan.

Hujan memang sudah berhenti, tapi gerimis masih bertahan membasahi. Ginatri berjalan lemas melewati muda mudi yang sedang menghabiskan waktu. Langkahnya terseok. Dia berhenti. Kembali menatap ke belakang. Mejanya dengan cepat terisi kembali oleh orang lain. Seolah pertanda jika dia harus pergi dan meninggalkan kafe secepat mungkin. Seolah menyindirnya. Tidak ada gunanya dia kembali. Leo tidak akan datang!

Namun, tanpa Ginatri tahu. Seseorang yang ditunggu sedang menatapnya dari balik mobil. Tidak berani menemui meski hanya sebentar. Bahkan sengaja mengabaikan semua panggilan telepon yang dia lakukan. Demi bisa menahan hatinya. Demi bisa menahan diri dari keinginannya untuk memeluk gadis itu. Hubungan ini begitu rumit. Komplikasi. Dia tidak keberatan jika harus kembali merebut gadisnya jika dia meminta, tapi....

Jalannya buntu. Dia tidak berani menghianati Bian hanya karena perasaanya pada Ginatri. Dan saat Ginatri keluar, matanya menatap khawatir. Bukannya kembali ke parkiran dan mengambil mobilnya, Ginatri justru melangkah gontai dengan sembarang. Melewati malam dengan gerimis yang bisa membuatnya pusing. Dan hatinya kembali melemah. Dia mengikutinya dari belakang. Mengekor dengan diam dan menjaga jarak. Memastikannya agar tidak ada seorang pun yang akan mendekati gadisnya. Ah... Lagi-lagi dia masih menganggap bahwa Ginatri miliknya.

Ginatri berhenti. Duduk di salah satu bangku taman. Tatapan matanya sayu. Air matanya mengalir dalam diam. Membiarkan gerimis membasahi tubuhnya. Berharap bisa membekukan perasaannya yang kian semakin sesak. Tak kuat, dia menekuk lutut dan menangis lirih.

Tak tahan melihat gadisnya menderita, Leo mendekat. Dia melepas jaket dan menutupi tubuhnya.

Ginatri tersentak. Dia mendongak dan tersenyum sendu. "Aku kira kamu tidak akan datang," lirihnya pelan.

"Maaf. Ayo kita pulang, kamu bisa sakit jika tetap disini."

Ginatri menurut. Dia meraih tangan Leo tanpa banyak bicara. Membiarkan Leo menuntunnya tanpa tahu kemana Leo membawanya. Berharap waktu akan berhenti meski hanya sesaat. Perasaan ini. Dia ingin merasakannya lebih lama. Bahkan jika ini mimpi. Dia ingin selamanya bermimpi.

Leo membuka pintu mobil. Meminta Ginatri menunggu selama dia mengurus sesuatu yang lain. Tidak lama. Hanya lima menit dan kembali. Memberikan selimut pada Ginatri dan menjalankan mobilnya pelan.

"Tunggu, Leo. Mobilku masih di parkiran," ujarnya.

"Tidak apa-apa. Aku akan mengurusnya. Kamu tidak perlu khawatir," ujarnya menenangkan.

"Terimakasih," lirihnya pelan.

Leo mengangguk. Suasana kembali hening. Mereka larut dalam pikiran masing-masing. Ginatri menyadarkan kepalanya pada jendela mobil. Menikmati setiap waktu bersama Leo. Pikirannya berkecamuk. Banyak hal yang ingin dia tanyakan, tapi begitu dia menatap Leo, mulutnya bungkam. Membiarkan semua pertanyaan bersahutan dalam pikirannya. Namun, saat dia sadar kemana Leo membawanya, dia memegang tangan Leo. Memohon.

Anak PelakorWhere stories live. Discover now