25. Reuni

1.4K 157 26
                                    

Kafe itu telah disulap seepik mungkin. Beberapa orang bahkan telah berkumpul dan saling menyapa saat bertemu kawan lama. Ginatri menoleh ke kanan dan kiri. Matanya mencari dengan jeli setiap jengkal kafe.

"Cari siapa?"

Ginatri tersentak pelan saat seseorang menepuk pundaknya. Dia menoleh ke belakang dan tersenyum saat tahu Leo yang menepuknya.

"Cari Bian yah? Dia disana bareng Indra." Leo menunjuk meja yang berada dekat dengan jendela. "Mau aku anter?" tawarnya memberikan bantuan.

Ginatri menggeleng pelan. Masih dengan senyum yang melekat di bibir, dia menolak tawaran Leo. "Gak usah. Biarin aja dia bareng sama temen-temennya. Kamu sendiri ngapain disini? Gak gabung sama mereka?" tanyanya.

Leo membalas senyuman Ginatri. "Gak. Aku lagi kangen sama seseorang jadi sengaja nyari dia," ujarnya.

Ginatri mengernyitkan dahi. "Terus? Ketemu sama dia?" tanyanya penasaran.

"Ketemu dong," balasnya antusias."Oh iya, Mau ikut gak?" Sambung Leo. Bertanya.

"Kemana?"

"Ayo!"

Leo menggenggam tangan Ginatri dan membawanya menuju tempat yang  sedikit jauh dari keramaian. Dia membawanya menaiki tangga dan memastikan jika tidak ada orang yang melihat. "Kamu masih suka sunset 'kan? Aku mau nunjukin sesuatu sama kamu," ucapnya pada Ginatri.

Ginatri hanya diam dan mengikuti Leo tanpa bertanya apapun. Tatapannya tidak lepas dari tangan Leo yang menggenggamnya erat. Hangat.

"Lihat. Tunggu beberapa menit lagi. Aku gak sengaja liat ini waktu survey sama anak-anak saat nyari tempat. Dan saat nemu ini, aku langsung ingat kamu. Aku yakin kamu pasti suka," ujarnya.

Ginatri tersenyum. "Makasih karena selalu ingat sama aku," ujarnya lirih.

Leo tersentak saat menyadari tatapan Ginatri yang begitu lekat. Dia melepas genggaman tangannya dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Sorry, aku terlalu antusias sampe gak nyadar udah genggam tangan kamu lama."

Ginatri tersenyum. Dia berpaling dari Leo dan menatap langit yang mulai kemerahan. "Apa kabar?"

Leo tersenyum tipis, dia menatap punggung Ginatri dan berkata lirih. "Buruk."

Ginatri menoleh. "Apa yang membuatnya buruk? Bukankah kamu terlihat selalu senang?" tanyanya penasaran.

Leo mengangkat bahunya." Entahlah. Aku mungkin terlihat selalu senang, tapi tidak dengan hatiku," jawabnya dengan memandang Ginatri lekat.

Sesak. Ginatri memalingkan wajahnya. "Kenapa?"

"Entahlah. Pertanyaan ku juga sama. Kenapa?" katanya masih dengan menatap Ginatri lekat.

Warna jingga menutupi langit dengan sempurna. Menghantarkan mentari dan menggantinya dengan gelap yang bertabur bintang. Udara hangat berganti dingin saat langit sempurna gelap. Mereka masih setia dalam diam dan sibuk dalam pikirannya masing-masing.

"Kenapa,Gin?"

Leo mengulang pertanyaannya dan memecah keheningan diantara mereka. Sementara Ginatri menatap pemandangan dengan tatapan menerawang tak menentu. "Apa maksudmu?"

Leo tertawa pelan. "Ayolah! Apa aku harus menjelaskannya dengan detail?"

Ginatri menoleh dan menatap Leo. Meski samar, dia bisa melihat luka di wajah Leo. "Maaf," ujarnya lirih dan menundukkan kepalanya.

"Kamu tahu Gin? Kadang penjelasan lebih dibutuhkan daripada kata maaf. Dan aku butuh penjelasan. Bukan kata maaf."

Ginatri masih menunduk. Tidak berani membalas tatapan Leo padanya. Gemas, Leo memegang bahu Ginatri dan mengangkat dagunya. Memaksa Ginatri  untuk menatapnya . "Katakan padaku! Apa yang kamu pikirkan saat melakukan itu?"

Anak PelakorWhere stories live. Discover now