26. Orang Tua

1.5K 136 30
                                    

Ginatri menatap langit kamarnya dengan hampa. Hatinya benar-benar sakit mendapat perlakuan dingin dari Leo. Dia yakin, saat memutuskan untuk bertunangan dengan Bian, dia telah memutuskan semua yang berkaitan dengan Leo, tapi....
Perasaan tetap perasaan. Sekeras apapun dia menyangkal, seingin apapun dia menghapus semua tentangnya, hati tidak pernah berbohong. Rasa sakit itu ada saat dia menatap Leo bersama Gyandra. Dia tahu itu adalah hal bodoh. Cemburu pada adiknya sendiri padahal dia tahu jika jauh dalam lubuk hati Gyandra hanya ada Bian. Namun, semua itu hilang saat Leo menaruh perhatian padanya, rasa cemburu itu hadir dan membuatnya buta. Bukan, bukan karena dia membenci Gyandra. Namun, semacam iri karena dia menerima perlakuan baik dari Leo sedangkan dirinya yang selalu menunggu, jangankan mendapat perhatian, kabar pun tak datang. 

Sesak. Ginatri menghela napasnya kasar. Dia memeluk guling dan membenamkan kepalanya.

"Kak, kakak tidur?"

Ginatri mendongak. Dia mendengar seruan Gyandra dari balik pintu kamarnya tanpa berniat membukakan pintu. Rasa bersalah dan malu bercokol dalam hati. Dia juga takut. Bagaimana jika adiknya tahu dan kecewa padanya? Ah, perasaannya benar-benar membuatnya gelisah.

Lain dengan Ginatri yang dilanda kegelisahan, Bian menahan amarah karena tamu tak di undang dirumahnya. Sepulang mengantarkan Ginatri dan memastikan jika Gyandra tidak bersama Juna, hatinya benar-benar lega. Namun, semua tidak bertahan lama saat dia mendapati keluarganya berada di rumah. "Ngapain kalian kesini?" tanyanya ketus.

"Ey, apa harus ada alasan khusus bagi orang tua menemui anaknya?" balas Maya dengan senyum lembut. Rasa rindu membuatnya memaksa Indra untuk segera membawanya menemui Bian meskipun responnya selalu sama. Dingin.

Bian tidak merespon ucapan Maya dan beralih menatap Indra yang sedang menyesap kopinya santai seperti tidak terjadi apapun. Bian berdecak dan kembali mengambil konci mobilnya yang sempat dia taruh. Namun, sebelum pergi dia menatap orangtuanya juga Hana, dengan dingin. "Lakukan apa yang ingin kalian lakukan. Jika sudah selesai, cepat pergi dan tinggalkan rumah ini secepatnya!"

Bian berbalik. Namun, sebelum mencapai pintu, Indra  memanggilnya. "Bian!"

Bian berhenti. Dia menoleh ke belakang. "Apa?" jawabnya malas.

"Mau kemana kamu?"

Bian memicingkan matanya. "Kenapa aku harus laporan kemana aku pergi?" pancingnya.

"Kamu! Apa begini caramu bicara sama orang tua?"

"Orang tua? siapa?"

Indra meradang mendengar jawaban Bian. Dia mendekat dan menamparnya keras. Maya menjerit. Dia berlari menghampiri Bian. Hana mematung. Tidak berani berkutik saat melihat kakaknya beradu pandang sengit dengan ayahnya sendiri.

"Mas! Apa yang kamu lakukan?" Seru Maya dengan menatap Indra tak percaya.

Indra menunjuk Bian dan membentaknya. "Lihat anak ini! Makin tua makin kurang ajar! Bagaimana bisa dia berkata seperti itu pada orang tuanya sendiri!"

"Orang tua?" Bian menatap Indra dan tersenyum remeh. "Memangnya kapan kamu benar-benar bersikap seperti orang tua?"

"Kamu!"

Maya melindungi Bian saat Indra melayangkan tangannya kembali, sedangkan Hana yang berada tidak jauh dari Indra memeluknya dari belakang dan mencegahnya agar tidak menerjang Bian juga Maya. "Pa, udah Pa. Hana mohon," ucapnya dengan nada bergetar.

Dipeluk oleh anaknya, juga di tatap lirih oleh Maya membuat Indra menahan diri. "Kamu lihat? Orang yang kamu bilang bukan orang tua itu melindungimu! Kamu pikir dari mana kamu hadir kalo gak ada orang tua? Hah?"

Anak PelakorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang