3. Home Visit

80 3 0
                                    

Usai jam praktik selesai, Arya bergegas berjalan menuju ke parkiran. Akhir pekan ini, dia terpaksa mengambil jadwal praktik pengganti. Lelaki berlesung pipi itu harus segera tiba di rumah karena akan ada program home visit yang baru pertama kali bagi Tasya. Rencananya wali kelas Tasya akan datang ke rumah sekitar pukul 10.30 nanti.

Setelah memarkirkan mobil di depan pintu pagar, Arya masuk ke dalam rumah dengan berlari. Ternyata, guru Tasya masih belum datang. Putrinya tampak sedang menunggu di ruang tamu sambil mengobrol dengan seseorang melalui panggilan video.

"Assalamu'alaikum, Tuan Putri," sapa Arya saat masuk.

"Wa'alaikumussalam," sahut Tasya tanpa melepas perhatiannya dari layar ponsel yang sedang dia pegang.

Arya memperhatikan Tasya yang asyik mengobrol dan melirik pada wajah yang terpampang pada layar ponsel itu.

"Tante Zaskia serius mau pulang bulan depan? Tasya mau dibawain oleh-olehnya cokelat, boneka, hmm ... apa lagi ya. Pokoknya yang bagus-bagus deh! Tasya percaya sama seleranya Tante."

Dari perkataan Tasya itu, Arya menjadi tahu bawa putrinya itu sedang menelepon Zaskia. Mereka memang sangat akrab, bahkan Tasya sudah seperti anak Zaskia karena sejak kecil gadis kecil itu sudah diasuh oleh oma dan tantenya itu. Saat ini Zaskia masih berada di Malang dan baru menyelesaikan studinya di sana.

Tasya segera mengakhiri sambungan telepon dengan tantenya setelah mendengar suara seseorang yang mengucapkan salam. Dia keluar dan menyambut gurunya yang baru saja tiba.

"Pa, ini Bu Raline udah datang," ucap Tasya saat mereka masuk ke ruang tamu.

Guru Tasya itu memberikan senyuman tipis lalu menganggukkan kepala. Ini kali kedua Arya bertemu dengannya dan dia merasa sangat gugup. Tasya menarik tangan Arya hingga membuatnya kembali tersadar.

"Bu Raline, silakan duduk! Tasya senang Ibu mau main ke rumah Tasya." Wajah gadis kecil itu tampak ceria.

Raline tersenyum. "Alhamdulilah, Ibu juga senang. Tapi maaf ya, Ibu datang terlambat karena tadi agak lama nunggu ojegnya. Pak Bakti juga gak bisa ikut ke sini."

Tak lama, Mayang datang membawa beberapa cangkir teh manis dan kue untuk disuguhkan di meja. Beliau memang sudah mengenal Raline karena lebih sering datang ke sekolah Tasya dibandingkan dengan Arya. Biasanya Arya hanya mengantar atau menjemput Tasya bila ibunya itu berhalangan.

Raline mulai membuka obrolan dengan menanyakan kabar dan kegiatan sehari-hari Tasya di rumah. Dia juga memberikan laporan perkembangan kognitif dan motorik Tasya di sekolah. Menurutnya, Tasya merupakan anak yang ceria dan kritis. Dia juga memiliki wawasan yang lebih luas dibandingkan teman-temannya. Mungkin wajar saja karena Tasya memiliki kebiasaan dibacakan buku oleh Mayang atau Arya setiap malam sebelum tidur. Kemampuan membacanya juga sudah cukup baik walaupun masih belum terlalu lancar.

Arya terus memperhatikan Raline saat dia berbicara. Sesekali ada seulas senyuman manis dari bibir perempuan itu.

"Entah kenapa, semakin dipandang wajahnya tampak semakin menarik," ujar Arya dalam hati. Namun, dia langsung menggelengkan kepalanya agar tidak larut dalam pesona ibu guru itu.

Raline juga membawa beberapa hasil karya yang dibuat oleh Tasya. Keunggulan yang dimiliki anak itu adalah dia suka sekali menggambar dan sepertinya sudah bisa memiliki konsep gambar yang ingin dibuat. Ada satu gambar yang menarik perhatian Arya, lalu dia mengambil kertas gambar itu. Tasya menggambar pemandangan sebuah taman yang terlihat sepi walaupun ada beberapa permainan di sana. Ada sebuah ayunan yang sedang dinaiki oleh seorang anak perempuan dan seorang wanita berdiri di belakangnya yang siap membantu mendorong ayunan itu.

TERJERAT CINTA DOKTER DUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang