11. Si Gadis Panti

51 0 0
                                    

Aku akan menebus semua kesalahanku dulu dan ingin kamu tetap aman di sampingku.”

- Arya Herlambang -

Tumbuh dewasa di lingkungan panti asuhan membuat Raline menjadi gadis yang mandiri dan kuat. Dia tidak ragu dalam menentukan pilihan dan berani untuk menanggung semua risiko yang harus dia hadapi. Sebenarnya Raline sudah memberikan jawabannya secara implisit pada Arya, tetapi sepertinya lelaki itu masih belum berani mengambil kesimpulan dari ucapannya. Jika Raline tidak bersedia menikah dengannya, dia tidak mungkin mau datang ke panti dengan ditemani oleh Arya.

Raline meminta lelaki berkacamata itu untuk mengantarnya ke sebuah minimarket yang tidak jauh dari taman untuk membeli makanan ringan dan susu kesukaan Rere. Setelah Arya mematikan mesin mobilnya, mereka keluar bersamaan dan masuk ke dalam minimarket itu.

“Kak Arya mau diambilin apa?”

“Aku mau air mineral aja.”

“Oke.”

Raline berjalan ke arah rak berisi makanan ringan, sedangkan Arya berdiri menunggunya sambil berdiri di dekat kasir. Tiba-tiba pintu minimarket itu terbuka.

“Arya, kamu ngapain di sini?” tanya seorang wanita yang baru saja masuk. “Mana Tasya?” tanyanya lagi.

Arya sedikit terkejut melihat wanita itu sudah berdiri di dekatnya.

“Tasya gak ikut,” jawab Arya ketus lalu mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Raline.

Imelda mengikuti arah pandangan Arya karena ingin tahu siapa yang sedang dia tunggu. Lelaki itu menjauh dari Imelda dan menghampiri Raline yang sedang berjalan dengan menjinjing sebuah keranjang yang penuh dengan makanan ringan dan minuman.

“Biar aku yang bawa!” ujar Arya saat mengambil keranjang itu. Kemudian dia membawanya ke kasir dan hendak membayar semuanya.

“Gak usah, aku aja yang bayar!” kata Raline sambil menggeser kartu debit yang Arya keluarkan dan menggantinya dengan beberapa lembar uang Rp50.000.

“Aku aja!” Arya menyodorkan kartu itu langsung pada petugas kasir.

Setelah semuanya selesai diproses, Arya menjinjing kantong belanjaan itu dan membukakan pintu sebelum Raline keluar lebih dulu. Imelda hanya terdiam memperhatikan mereka dan merasa cemburu melihat perhatian yang Arya berikan pada Raline. Kemudian Imelda ikut keluar dan segera menarik lengan mantan suaminya itu.

“Arya, tunggu!”

Arya menarik kembali lengannya dan memperlihatkan wajah tidak suka pada Imelda. Raline yang sudah hampir membuka pintu mobil menoleh, dia tidak sadar kalau wanita yang tadi ada di sekitarnya itu adalah Imelda, mantan istri Arya.

“Maaf, aku lagi buru-buru,” kata Arya dingin.

“Jadi kamu udah nikah sama dia?” Imelda menatap Raline penuh kebencian. Semakin lama Imelda menatapnya, dia semakin ingat siapa Raline sebenarnya. Lebih dari sepuluh tahun tidak bertemu, membuatnya tidak langsung mengenali wajah gadis itu.

Ingin sekali Arya menjawab ‘ya’, tetapi dia tidak mau berbohong pada Imelda. Dia juga masih belum tahu pasti jawaban apa yang diberikan Raline atas ajakannya untuk menikah. Oleh karena itulah, Arya hanya terdiam.

“Dia itu Anjani ‘kan? Anjani si Gadis Panti yang miskin adik kelas kita waktu SMA! Kenapa kamu mau menikahi dia? Kamu itu dari keluarga terpandang, Arya. Kamu seorang dokter, masa kamu ….” Imelda membuang pandangannya. “Lalu dia yang harus jadi ibu tiri untuk anakku? Yang benar saja, Arya! Aku gak sudi!” sambungnya menghina Raline.

Imelda tidak habis pikir kenapa Arya lebih memperjuangkan seorang gadis panti dibandingkan kembali menikah dengan dirinya. Jika dibandingkan dengan Raline, Imelda jelas jauh lebih unggul. Imelda sangat pandai menghias diri dan bergaya dengan pakaian serta aksesoris mahal. Dia juga wanita cerdas dan berasal dari keluarga kaya sehingga rasanya tidak mungkin dikalahkan oleh Raline, gadis sederhana yang dibesarkan di panti asuhan.

Arya menghela napas panjang lalu membuangnya kembali dengan kasar mendengar hinaan yang dilontarkan oleh Imelda pada Raline. Tangan kanannya terus mengepal untuk menahan amarah agar jangan sampai dia menampar mantan istrinya itu.

“Iya. Aku udah tahu semuanya. Jadi, kamu gak perlu lagi menampakkan diri di depanku atau bahkan mencoba untuk menemui Tasya lagi!”

Setelah itu Arya menghampiri Raline yang hanya diam terpaku dengan mata yang berkaca-kaca. Dia membukakan pintu mobilnya. “Sayang, masuklah!” katanya agak keras sambil menatap Raline. Tanpa mempedulikan Imelda, Arya pun segera masuk dan pergi meninggalkan Imelda.

Raline tidak mengeluarkan sepatah kata pun selama dalam perjalanan. Arya sendiri juga hanya fokus menyetir dan sesekali melirik Raline yang terus memandang ke sisi kirinya. Suara isakan mulai terdengar, Arya yakin sekali kalau saat ini gadis itu sedang menangis. Semakin lama tangisnya semakin menjadi. Dia segera menepi ke bahu jalan untuk bisa menenangkan Raline lebih dulu.

“Raline …,” panggil Arya.

Gadis itu menoleh, kedua matanya yang memerah dan dipenuhi air mata itu hanya bisa menatap Arya dengan sendu. Ini bukan pertama kalinya Arya melihat Raline menangis, tetapi setiap kali hal itu terjadi ada perasaan bersalah, sedih, tidak tega, entahlah Arya sendiri juga tidak tahu. Yang pasti dia ingin sekali membantu Raline untuk menghapus air matanya, lalu memeluknya erat agar Raline bisa menumpahkan semua kesedihannya. Sayangnya, itu tidak bisa dia lakukan saat ini.

“Apa kamu tahu siapa dulu yang pertama kali memberikan julukan Anjani si Gadis Panti hingga aku jadi bahan ledekan di sekolah?” 

Arya menggelengkan kepalanya. “Aku gak tahu,” jawabnya.

“Imelda orangnya. Orang tuanya adalah salah satu donatur tetap di panti asuhan tempat aku tinggal dan dia tahu siapa aku. Dia membenciku sejak awal masuk sekolah karena mengira aku pura-pura pingsan agar bisa ditolong oleh kamu. Aku tahu dia memang menyukai kamu yang sangat populer saat SMA dan menyingkirkan semua siswi yang berusaha mencuri perhatian kamu. Dan sekarang yang ada di sekitarmu itu aku, si Gadis Panti itu! Bahkan kamu sudah dua kali dengan sengaja memanggilku Sayang di hadapannya. Dia pasti semakin membenciku!”

Raline kembali meneteskan air matanya. Arya tahu semuanya tidak mudah bagi gadis itu dan mungkin selanjutnya juga akan begitu. Namun, Arya tidak menyangka jika penyebab kejadian di masa lalu itu adalah dirinya. Sekarang dia justru semakin membuat Raline terluka karena Imelda sudah terlanjur menyangka mereka telah menikah.

“Maafkan aku, Raline.”

Hanya itu yang dapat Arya katakan. Kemudian dia mengambil botol air mineral yang ada di kantong belanja dan membukakannya untuk Raline.

“Minumlah!” ucapnya seraya memberikan botol itu.

“Maafkan aku, karena setelah ini kamu gak bisa mundur lagi! Aku akan menebus semua kesalahanku dulu dan ingin kamu tetap aman di sampingku.”

Raline mengalihkan pandangannya. Dia memang tidak memiliki pilihan lain karena dia tahu Imelda bisa saja bertindak nekat. Setelah melihat Raline lebih tenang, Arya mengeluarkan ponselnya untuk membuka aplikasi peta. Dia mengetik nama sebuah tempat dan kembali menyalakan mesin mobilnya. Aplikasi itu memberikan petunjuk arah melalui suara yang menyuruh Arya untuk berbalik arah. Dia mengikuti petunjuk tersebut dan menambahkan kecepatan mobilnya.

“Kita mau kemana? Kenapa malah putar arah?” tanya Raline heran saat menyadari jalanan yang mereka lalui itu bukan menuju ke arah panti.

“Kita ke KUA sekarang juga!” jawab Arya dengan tegas.

“Hah?! Untuk apa?”

“Mau tanya persyaratan untuk mendaftarkan pernikahan atau kalau bisa kita menikah hari ini juga!”

“Tapi ‘kan ini hari Minggu, KUA tutup!”

***

Di KBM dan Dreame udah tamat.
Tersedia versi pdf
0896-6096-4169

TERJERAT CINTA DOKTER DUDAWhere stories live. Discover now