6. Lepaskan Dia!

78 1 0
                                    

Suasana makan malam yang biasanya ramai dengan ocehan Tasya, kini terasa sepi. Hanya terdengar suara denting sendok dan garpu yang beradu di atas piring. Setelah kejadian hari itu, Tasya berubah menjadi sangat pendiam dan murung.

"Tasya, besok Oma ada keperluan dari pagi sampai sore jadi Tasya diantar jemput sekolah sama Papa ya!" kata Mayang setelah selesai makan.

"Gak mau ah! Tasya gak mau diantar jemput Papa," jawabnya dengan ketus.

Arya yang sudah selesai menyantap menu makan malamnya masih diam dan belum ingin memberikan komentar. Dia menunggu gadis kecil itu melanjutkan kalimatnya, karena bukan Tasya namanya jika hanya mengucapkan satu kalimat saja. Tasya mulai melirik ke arah papanya. Dalam hati, Arya menghitung mundur dan menebak bahwa sebentar lagi putrinya itu akan kembali berbicara.

"Tasya mau diantar jemput Papa ke sekolah, tapi dengan satu syarat. Besok pulang sekolah Papa mau antar Tasya ke rumah Tante Kharisma atau ke rumah kosnya Bu Raline? Tasya udah kangen sama Tante Kharisma, tapi pengen juga nengok Bu Raline karena udah dua hari gak ngajar. Papa pilih mana?"

Arya tampak terpikir sejenak lalu memberikan jawaban, "Papa pilih ATAU."

"Hah, kok pilih atau sih? Pilihannya Papa mau antar ke rumah Tante Kharisma SAMA Papa antar ke rumah kos Bu Raline. Mana ada pilihan ATAU!" protes Tasya.

"Hmm, pilih SAMA."

Tasya mulai hilang kesabaran dan menyesal mau kembali berbicara pada papanya yang sedikit menyebalkan malam ini.

"Oma, bukannya seorang dokter itu harusnya pintar ya? Tasya heran kenapa Papa bisa jadi dokter?" ujar gadis kecil itu.

Arya dan Mayang tertawa mendengar pertanyaan Tasya. "Papa itu memang pintar kok, buktinya bisa jadi dokter spesialis. Dan juga pandai menyembunyikan perasaan," ucap Mayang sambil melirik ke arah Arya. Lelaki itu pura-pura tidak mendengar dan bangkit dari duduknya sambil membawa piring kotor menuju dapur. Dia sengaja menghindar dan membiarkan ibunya menghadapi pertanyaan lanjutan dari Tasya yang pasti akan meminta penjelasan.

Pikiran Arya sedikit terganggu dengan pernyataan dari putrinya bahwa Raline sudah dua hari tidak mengajar. Apakah mungkin Raline sakit atau dia kabur atau ada hal buruk yang dialaminya?

Lelaki berlesung pipi itu melihat ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 19.45. Lalu dia sedikit berlari menuju kamar dan mengambil kunci mobilnya.

"Kamu mau kemana?" tanya Mayang heran saat melihat anak sulungnya terburu-buru memakai jaket.

"Rumah teman," jawab Arya dengan singkat.

***

Raline memutuskan untuk keluar mencari angin segar di taman sekitar rumah kosnya. Dia duduk di atas ayunan seorang diri seperti biasa. Setelah dua hari puas menangis sambil mengurung diri di kamar, kini dia ingin mulai menata hatinya kembali untuk menerima kenyataan ini.

Pikirannya kembali teringat pada Lita, sahabat yang sangat dia percayai yang ternyata telah mengkhianatinya. Sore tadi wanita itu meminta izin masuk ke kamar Raline untuk meminta maaf. Lita pun menangis menyesali perbuatannya dengan Ivan. Dia bahkan berlutut di hadapan Raline untuk mau membujuk Ivan agar lelaki itu mau bertanggung jawab.

"Raline," panggil seorang lelaki yang datang dari arah belakang. Gadis itu menoleh, ternyata orang yang dia tunggu telah tiba. Ivan terlihat kusut sekali, berbeda dengan biasanya yang selalu terlihat rapi dan terawat. Dia berjalan mendekat lalu bersandar pada tiang ayunan.

"Makasih ya udah datang. Aku mau minta tolong, Van."

"Minta tolong apa?"

"Tolong, menikahlah dengan Lita! Terserah kapan waktunya, yang pasti kamu tetap harus tanggung jawab!"

TERJERAT CINTA DOKTER DUDAWhere stories live. Discover now