12. Teman Hidup

54 0 0
                                    


"Kami teman untuk menghabiskan sisa usia, insya Allah."

- Arya Herlambang -


Raline masih saja cekikikan saat mereka telah sampai di depan gerbang panti asuhan. Arya merasa sedikit malu sebenarnya, tetapi melihat Raline dapat berhenti menangis dan bisa tersenyum kembali itu lebih penting baginya.

"Mau sampai kapan ketawanya?" tanya Arya sambil melepas sabuk pengamannya.

"Habisnya lucu, ngebet banget ya pengen punya istri sampai lupa hari!" sahut Raline lalu menutup mulutnya menahan tawa.

Arya hanya tersenyum tipis kemudian mendekatkan tubuhnya pada gadis itu. Dia semakin mendekat hingga Raline dapat mencium aroma parfumnya. Mata mereka saling menatap tanpa bersuara bahkan Raline terpaksa menahan napasnya.

"Bernapaslah!" ucap Arya hingga aroma permen mint yang sebelumnya dia makan itu dapat terhirup. Kemudian Arya kembali pada posisinya semula karena dia telah berhasil membukakan sabuk pengaman Raline.

Raline menghirup oksigen sebanyak-banyaknya dan berusaha mengembalikan detak jantungnya agar normal kembali. Kini giliran Arya yang menahan tawanya melihat ekspresi gadis itu yang tampak seperti habis melihat hantu. Arya membuka kamera depan pada ponselnya lalu mendekatkan ponsel itu pada Raline agar dia dapat melihat wajah terkejutnya saat ini.

"Aku masih bisa nahan diri kok, bukan mau cium kamu. Belum halal!" kata Arya sedikit meledek. "Kita seri lagi ya. Dua sama!" sambungnya lalu tertawa tanpa suara.

Raline hanya memberikan lirikan tajam lalu membuka pintu mobil dan mereka keluar bersamaan. Arya berjalan mengikuti Raline di belakang sambil menjinjing kantong yang penuh makanan dan minuman di tangan kanannya. Dia juga tidak lupa membawa tas berisi peralatan medis di tangan kirinya.

Panti asuhan itu tampak asri dan terawat. Saat memasuki pintu gerbang, tampak beberapa anak lelaki yang sedang bermain badminton di lapangan yang ukurannya tidak terlalu luas. Ada juga anak-anak perempuan yang usianya sekitar usia Tasya sedang bermain lompat tinggi di pinggir lapangan. Seorang anak kecil berlari menghampiri Raline dengan semangat.

"Hore, Kak Raline datang!" katanya seraya memeluk Raline yang sudah membentangkan tangannya.

Salah satu hal yang disukai oleh Arya dari Raline adalah bagaimana cara dia memperlakukan anak-anak, khususnya pada Tasya. Melihat anak-anak yang lain ikut berlarian untuk menyambut kedatangan gadis itu membuat Arya semakin yakin jika Raline dapat menjadi ibu yang baik untuk anak-anaknya kelak.

"Sepertinya kamu sangat disukai sama anak-anak di sini," ucap Arya saat mereka kembali berjalan menuju ruang tamu.

Raline tersenyum, lalu berkata, "Itu karena aku memang sering ke sini dan main sama mereka. Semua yang ada di panti ini adalah keluargaku dan kami saling menyayangi."

Arya melihat ada seorang wanita paruh baya yang berjalan mendekat dari arah belakang Raline.

"Sudah datang ternyata," sapa wanita itu. Raline segera berbalik dan mencium takzim punggung tangan wanita itu.

"Assalamu'alaikum, Bu."

"Wa'alaikumussalam. Ibu senang kamu datang, Raline. Itu siapa?"

Kemudian Raline menoleh pada Arya dan merasa bingung saat akan memperkenalkannya. "Ini Kak Arya, Bu. Dia seorang dokter. Kak, ini Bu Atikah yang tadi aku ceritakan."

Arya tersenyum lalu menganggukkan kepalanya.

"Senang bertemu dengan Bu Atikah," sapa dokter berkacamata itu.

TERJERAT CINTA DOKTER DUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang