Part : 9. Resmi Nikah

657 40 8
                                    

Gugup. Satu kata itu mencerminkan keadaan Jeha saat ini. Tangannya yang dingin disertai pikirannya yang- khem travelling membuat ia sedikit tidak tenang. Jeha mencoba menetralkan rasa cemasnya di depan cermin yang berada di hadapannya. Mencoba mengagumi gaun yang ia pakai sejak dimulainya acara.

Kini acara pernikahan Seungcheol dan Jeha telah usai. Meski Jeha tidak pernah menyukai Seungcheol terlebih lagi dengan acaranya pernikahan ini, namun ia tidak bisa munafik. Gaun yang ia kenakan saat ini mampu membuat emosinya mereda. Tentu saja karna ia menyukai gaun yang diberikan oleh Seungcheol.

Ia menatap cermin lalu memutar-mutarkan badannya. Rasa cemasnya perlahan memudar dan kini senyumnya mengembang. Jeha pun berpikir jika di bandingkan dengan disney princess maka ia yang paling cantik diantara mereka. Memang sedikit besar kepala.

"Gila, udah kaya ratu aja gue." Ucapnya bangga pada dirinya sendiri.

"Lo kan emang ratu, Je." Tanpa Jeha sadari, Seungcheol telah memasuki kamarnya. Pria itu kini berdiri di ambang pintu. Masih mengenakan jas hitam ia mendekati Jeha.

"Cheol? Kalo masuk ketuk pintu dulu bisa?" Jeha menatap Seungcheol marah. Sambil mengepalkan tangan dan mungkin saja kepalannya akan segera mendarat di tubuh Seungcheol.

"Ngapain ketuk pintu? Ini kan kamar gua juga." Seungcheol masih melangkah mendekati Jeha sambil terkekeh pelan.

"Jangan injek gaunnya! Sayang tau mana mahal lagi," ucapan Jeha barusan sedikit membuat Seungcheol tertawa.

"Suka gaunnya?" tanya Seungcheol setelah mengubah ekspresinya dari yang bercanda menjadi lebih serius.

"Suka sih, tapi karna ini dari lo, terpaksa gue bilang nggak suka." Jeha menyilangkan tangannya. Menentang pertanyaan Seungcheol walau sebenarnya ia tidak begitu jujur dengan perkataannya yang terakhir.

"Kalo lo suka bakal gua beliin lagi yang lebih bagus." Kata Seungcheol.

"Nggak usah, makasih." Jeha melangkah, hendak pergi dari hadapan Seungcheol namun telat. Tangannya kini sudah dicekal duluan oleh pria itu.

"Mau kemana?" Seungcheol mendekatkan Jeha pada dirinya. Jarak keduanya hanya terkikis beberapa centi. Jika Jeha tidak bisa mengendalikan tubuhnya, mungkin saja kini ia telah terjatuh di dada bidang Seungcheol. "Kaya yang waktu itu,"

"Lepasin! Gue mau ganti baju." Jawab Jeha.

"Kalo cuma ganti baju, kenapa nggak di sini aja? kan ini udah jadi kamar kita, hm?" Suara Seungcheol yang berat-berat basah itu membuat Jeha terdiam dan mungkin membuat jantungnya berdetak lebih cepat.

"Duh, muka lu kaya pasrah pengen diterkam." Mendengar itu Jeha tersadar dari lamunannya.

"Seungcheol, lepasin!" Bentak Jeha. Seungcheol pun melepaskan genggaman tangannya beralih menepuk pelan kepala Jeha.

"Di sini aja gantinya, gua panggilin Mama buat bantu lo." Kata Seungcheol yang dibalas anggukan deheman oleh Jeha.

Seungcheol beranjak dari tempatnya kemudian keluar kamar. Setelah itu Jeha menghela napasnya kemudian beralih lagi pada cermin. Tak lama dengan itu Mama Seungcheol datang. Menutup pintu lalu mendekati Jeha yang masih mengagumi penampilannya.

"Eh Tante? Maaf Jeha nggak nyadar kalo Tante udah masuk." Jeha berbalik badan, menemui Mama Seungcheol yang tersenyum padanya.

"Jeha, sekarang kan kita keluarga. Mama Seungcheol juga udah jadi Mama kamu. Panggil Mama aja ya?"

"I-iya Ma." Balas Jeha tersenyum agak kaku.

"Sini Mama bantu lepas gaunnya,"

Jeha berbalik lagi, menatap cermin kemudian Mama Seungcheol menurunkan rit di belakang gaun yang Jeha pakai. Melepas tudung serta hiasan berupa mahkota di atas kepala Jeha dan menaruhnya di pinggir ranjang. Setelah itu kedua tangannya meraih pundak Jeha.

"Jeha, kamu ini menantu Mama yang paling cantik. Mama beruntung Seungcheol pilih kamu buat teman hidupnya. Semoga Seungcheol nggak ngecewain kamu ya nak." Jeha maupun Mama Seungcheol tersenyum. Kemudian memakaikan Jeha kimono dilanjut melepas gaun Jeha.

Setelah terlepas Mama Seungcheol melipatnya kemudian ia bawa untuk disimpan di kamar lain.

"Mama tinggal kamu mandi dulu ya, abis itu makan malam. Adik kamu dan yang lain udah nunggu di bawah."

Setelah Mama Seungcheol keluar dan menutup pintu Jeha terduduk di ranjang. Ia termenung memikirkan tentang hari ini jika dirinya telah resmi menjadi istri Seungcheol. Sebelumnya Seungcheol mengatakan jika pernikahan ini hanyalah pernikahan kontrak. Akan tetapi mengapa ia sama sekali belum menandatangani perjanjian tersebut. Mungkin ia akan bertanya pada Seungcheol nanti, begitu pikirnya.

Tak lama setelah itu ia bangkit untuk segera membersihkan badannya. Selesai mandi ia pun termenung lagi di pinggir ranjang karena tidak menemukan baju yang cocok untuknya di lemari. Tepat saat itu Seungcheol pun datang dengan membawa kantong berisi pakaian.

"Lo pake ini, di lemari isinya kurang bahan semua. Lo pasti nggak mau makenya." Kata Seungcheol. Memang benar, di lemari itu isinya hanya pakaian milik Seungcheol dan pakaian wanita yang kurang bahan bahkan hampir semuanya.

Jeha bahkan berpikir jika Seungcheol sering membawa wanita lain saat pulang dari club atau tempat lainnya. Lalu memberikan pakaian kurang bahan itu jika baju yang dikenakan si wanita telah robek atas perbuatan cabulnya(?).

Tapi mungkinkah itu terjadi? Saat rumahnya dipenuhi oleh bodyguard serta para maid, ya meski tidak begitu banyak dan hanya beberapa yang tinggal, apa reputasinya tidak akan hancur di rumah ini jika ia melakukan hal itu? Lalu jika bukan itu alasannya, apa lagi yang membuatnya menyimpan pakaian ini lemarinya? Kira-kira begitulah isi pikiran Jeha.

"Nggak mau, itu bekas mantan lo yang pernah nginep di sini 'kan? Termasuk yang di lemari juga?" Jeha menatap Seungcheol dengan tatapan intimidasi. Menolak baju yang Seungcheol bawa dan mendengus kesal.

"Sembarangan lo kalo ngomong. Gua baru beli belum lama ini. Kalo yang di lemari gua nggak sengaja beli karena gua pikir bajunya cocok buat lo," jelas Seungcheol meluruskan kesalah pahaman yang sempat ia duga sebelum menikahi Jeha.

"Baju kebuka semua gitu lo bilang cocok buat gue? Otak lo tuh ya, kurang asupan apa gimana?" Tanya Jeha.

"Kalo udah ada lo di rumah ini, gua nggak butuh asupan, Je. Tinggal minta lo aja, iya nggak?" Balas Seungcheol dengan candanya.

"Bangs*t, kurang-kurangin mesumnya gobl*k. Risih gua lama-lama. Udah mana siniin bajunya! Masuk angin gua nanti kalo kelamaan pake anduk." Jeha mengulurkan tangannya untuk mengambil dress yang Seungcheol kasih. Dengan senang hati, Seungcheol pun memberinya. Ia merasa lega karena saat ini Jeha gampang jinak ketimbang yang dulu-dulu. Keras kepala.

"Mau gua pakein nggak, Je?" Tawar Seungcheol dengan senyum miringnya.

"Keluar lo setan! gue mau ganti, hus hus." Umpat Jeha seraya mendorong Seungcheol keluar.

"Ntar malem jatah ya beb, muach." Setelah mengakatannya, Seungcheol keluar kamar dan pintu pun tertutup rapat.

"Najis, najis, najis. Aakkkkk." Jeha berlari dari arah pintu menuju ranjang kemudian membantingkan diri di atasnya.

"Ini baru awal, Jeha. Cobaan lo masih banyak. So please yang sabar ya." Ucapnya pada dirinya sendiri. Jeha mendudukkan dirinya dengan kaki menyila, kemudian menegakkan tubuhnya. Lalu berkata, "Tarik napas, hmmm, buang, huffft. Oke sekarang ganti baju abis itu turun."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Bentar, Seungcheol nggak ngasih gue daleman?"

***

a/n : sprtinya sya kelamaan hibernasi(?)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

a/n : sprtinya sya kelamaan hibernasi(?)

My Enemy is My Husband [Choi Seungcheol]Where stories live. Discover now