Part : 12. Masalah Hari Lalu

91 9 2
                                    

Kali ini suasana hati Seungcheol sedang tidak dalam keadaan baik. Entah karena alasan apa, intinya dia mau ngambek seharian. Sebelum berangkat ke kantor, ia menyuruh semua pelayan, juga bodyguardnya untuk datang ke rumah dan melakukan pekerjaan seperti hari biasanya. Perintah dadakan itu pun disetujui oleh para bawahan Seungcheol.

Saat ingin berangkat, Seungcheol menitipkan beberapa pesan pada bawahannya untuk Jeha jika nanti ia terbangun. Menyiapkan sarapan, mengabari bahwa Seungcheol sudah berangkat, dan mengingatkan untuk jangan pergi ke kantor jika sedang sakit. Toh kalo yang ini Jeha emang mau bolos sih.

Setelah semuanya beres Seungcheol pun pergi ke kantor Jeha terlebih dahulu, itu pun karena ada beberapa urusan penting. Kalo nggak ada ya pasti cuma mau ngapel Jeha. Catet itu.

Selesai dengan urusan di kantor Jeha, ia pun pergi ke kantornya sendiri untuk meeting dengan beberapa klien. Sesuai jadwal, hari ini ia perlu meeting 3 kali dengan tempat yang berbeda.

Intinya setelah selesai meeting ia ingin segera pulang untuk istirahat. Pikirannya yang sedang kacau ini membuat beberapa orang yang ia ajak bicara pun jadi kena imbasnya. Tersinggung? Jelas, namun karena ini adalah bapak Seungcheol yang terhormat jadi beberapa orang yang ia singgung pun memakluminya.

Usai dengan meeting di kantor, ia pun langsung menuju lokasi kedua, yaitu di restoran. Masih dengan mood yang tidak stabil ia berjalan keluar kantor. Dilihatnya seseorang di depan sana sedang berdiri memandanginya begitu lekat dan tak lupa wajahnya yang sinis.

Orang itu adalah Jeha. Walaupun terlihat dari jauh namun Seungcheol yakin 100% bahwa Jeha sedang berdiri di sana. Lalu untuk apa? Demi tuhan hari ini Seungcheol tidak ingin diganggu oleh siapapun termasuk Jeha.

Jeha yang menunggunya pun ingin segera mengeluarkan kata-katanya. Perlahan ia pun mendekati Jeha, ia tahu bahwa gadis itu– bukan, bahwa wanita itu ingin mengajaknya beradu pendapat untuk kesekian kalinya. Namun kini, lebih baik ia mengabaikan Jeha untuk sementara, daripada menabambah pusing di kepalanya.

Jeha yang ingin mengucapkan sesuatu pun terhenti, "Lah?"

Seungcheol menyadari itu. Tak mau berurusan dengan Jeha, ia pun mengabaikan wanita yang menggerutu di tempatnya.

Saat itu Jeha juga ingin memanggil Seungcheol untuk memberinya penjelasan, "Mengapa Seungcheol jadi ngambek hari ini?" padahal Jeha sendiri merasa tidak ada kesalahan apapun sebelumnya.

Akhirnya kedua manusia ini memilih diam dengan perasaan kesal masing-masing. Jeha yang diam karena sikap Seungcheol terlalu aneh baginya, dan Seungcheol yang diam karena lagi mau aja (?). Sangat kekanak-kanakan.

Waktu terus berjalan hingga malam tiba. Seungcheol yang meninggalkan Jeha itu kini sudah sampai di kediamannya. Mengetahui jika tidak ada tanda-tanda bahwa Jeha ada di rumah ini, ia pun bertanya pada salah satu pelayan.

"Kalau tidak salah, nyonya Jeha sedang tidur di kamarnya setelah selesai makan malam, tuan." Jawab sang pelayan.

Seungcheol pun mengangguk. Berjalan menaiki tangga dengan tangan kiri yang berusaha melonggarkan dasinya.

"Ingin saya siapkan makan malam, tuan?"

"Nggak usah, tadi udah makan." Kata Seungcheol. Mungkin terdengar biasa saja, tapi bagi salah satu pelayan itu, ucapan Seungcheol barusan termasuk ucapan yang dingin serta membuat pelayan itu tidak ingin berlama-lama berada di hadapan Seungcheol.

"Baik tuan, permisi."

Setelah melewati beberapa ruangan, akhirnya ia tiba di kamarnya sendiri. Ralat kamarnya dengan Jeha. la buka pintu dengan cat warna hitam itu lalu ia masuk ke dalamnya.

"Hai." Ucap Jeha yang sedang duduk di ujung ranjang dengan piyama berwarna merahnya.

Seungcheol menutup pintu dan kembali memasang muka datarnya. Enggan menjawab sapaan dari Jeha. "Lagian, kenapa juga dateng-dateng langsung disapa?" Mungkin Jeha pikir Seungcheol sudah kembali normal, tapi kenyataannya tidak. Seungcheol makin ingin diam di hadapan Jeha.

"Emang kenyataannya nggak pernah akur tuh gini ya, mau ngobrol aja susah." Kata Jeha. la menyilangkan kakinya kemudian ia menopang dagu dengan tangan kanan.

"Nggak ada yang harus di obrolin," Seungcheol berjalan ke arah kamar mandi sambil melepas dasi dan kancing kemejanya.

"Pisah kamar yuk?" Ujar Jeha langsung pada intinya membuat Seungcheol berhenti ditempatnya.

"Kenapa?" tanya Seungcheol.

"Buat jaga privasi aja mungkin? Pokoknya ya, gue nggak mau sekamar sama lo. Kita juga nggak resmi nikah karena saling suka kan? Tapi karena nikah ada kontraknya." Kata Jeha. Seungcheol pun meliriknya sebentar lalu kembali melangkahkan kakinya ke kamar mandi.

"Oke." Jawab Seungcheol yang berhasil membuat Jeha kebingungan lagi.

"Oke? Setuju? Kok cepet banget setujunya?" tanya Jeha yang mengira jika Seungcheol menolak permintaanya. Bertepatan dengan itu, pintu kamar mandi pun tertutup tanpa adanya jawaban lagi dari Seungcheol.

"aneh banget."

***

Selesai mandi, Seungcheol keluar dengan mengenakan handuk untuk menutupi area bawah tubuhnya. Betapa terkejutnya ia ketika melihat Jeha yang masih duduk di ujung kasur. Jeha yang dihadapannya sedang meminum segelas cola spontan tersedak saat melihat pria di hadapannya.

"Uhuk, huk, apasih? Pamer abs ya lo?"

"Lo ngapain masih di sini? Katanya mau pisah kamar?" Bukannya menjawab, Seungcheol bertanya balik.

"Karna gue masih ada urusan sama lo. Lagian lo ngapain nyuekin gue sih? di kantor tadi juga, apa coba maksudnya? Ngeselin tau nggak?" Jeha dengan tidak sadarnya ia berucap jujur. Seungcheol yang mendengar lontaran dari Jeha pun terkekeh.

"Lo mabok?" Dihampirinya Jeha dan kini mereka hanya berjarak selangkah saja.

"Itu bukan alkohol kan Jeha? Kok tumben lo jujur sama perasaan lo, hmm?" Seungcheol meraih dagu Jeha, hal itu membuat Jeha langsung menepis tangannya.

"Persetan sama perasaan gue, intinya gue pengen lo untuk nggak ikut campur urusan gue. Gue mau foya-foya sama temen gue, gue mau ngapain aja, lo sama sekali nggak boleh ikut campur, ngerti ya?" tutur Jeha panjang sampai Seungcheol terdiam dibuatnya.

"Kenapa tiba-tiba?" -
"Oh gua tau. Maksud lo, gua nggak boleh tau tentang hubungan lo sama johnny gitu?" Tanya Seungcheol yang mulai ingat permasalahan hari lalu.

"Loh kok jadi dia? Maksud gue bukan itu." Sangkal Jeha.

"Masalah yang waktu itu belum selesai, Je. Lo punya hubungan apa sama dia? Dia pacar lo?"

"Nggak usah banyak tanya, dia bukan siapa-siapa gue. Buat apa juga lo tau semuanya?"

Seungcheol menangkup wajahnya gusar, berusaha mengontrol emosi yang kian berkecamuk dalam batinnya.

"Itu juga masuk dalam privasi gue yang nggak boleh lo tau, Cheol." Jeha kini beranjak dari tempat duduknya. Melangkahkan kaki untuk pergi dari kamar Seungcheol.

"Kenapa lo nggak pernah kasih gua kesempatan, Je?" Mendengar itu, Jeha yang hampir membuka pintu pun berhenti. Bebalik badan menatap Seungcheol yang masih terdiam. Jeha pun memamerkan senyum palsunya.

"Karena gue, udah terlanjur benci sama lo." Kata Jeha dengan penuh penekanan.

"Gue benci karna malam itu, harusnya gue nggak dateng. Supaya akal busuk lo itu gagal, dan lo... nggak dapetin apa yang lo mau." Jeha pun membuka pintu kamar dan keluar, meninggalkan Seungcheol yang diam dengan berbagai pertanyaan.

Ia sama sekali tidak mengerti apa yang dimaksud Jeha. Namun setidaknya ia cukup mengerti, bahwa Jeha punya alasan mengapa sampai saat ini hubungannya tidak pernah damai.


To Be Continue.
***



A

/n :
gaess... apa kabar???
terima kasih yang udah setia nunggu☺🌷
aku masih belum bisa janji untuk update rutin, tapi akan aku usahakan ya..

see you..

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 27 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

My Enemy is My Husband [Choi Seungcheol]Where stories live. Discover now