Bab 15

8.5K 1.1K 7
                                    


Senyumnya merkah di bawah sinar lentera yang terbang ke langit. Pipinya merona, ketika pria itu memegang tangannya. Jika dari sisi ini, aku berfikir mereka akan menjadi pasangan yang sempurna. Milica dan Eren dikehidupan ini, kuharap kalian bisa hidup bahagia dan saling mencintai. Doa ini akan kupanjatkan bersemaan dengan lentera yang terbang ke langit.

Saat itu, aku yang terakhir menutup mata. Aku melihatnya, Miaa yang bercucuran darah sudah pergi duluan. Aku ingin berteriak memanggil namanya, tapi suaraku tidak sampai. Dan aku juga pergi. Saat itu aku berkata, jika kita terlahir kembali, aku akan mencarimu. Jika kita terlahir kembali, aku tidak ingin kehilanganmu lagi. Jika kita terlahir kembali, aku akan mengucapkan terima kasih padamu. Dan jika kita terlahir kembali, aku berharap senyumanmu masih sama. 

"Kau nampak menikmati pertunjukannya," bisik seseorang tepat ditelingaku. 

Aku langsung membalikan badan, dengan tangan mengepal, siap memukul. Namun sebelum tanganku mengenainya, dia menarik tanganku ke atas. Pria memakai topeng rudah berwarna hitam, juga memakai jubah. Setengah wajahnya tertutup oleh topeng itu dan hanya terlihat bibirnya. Namun melihat matanya saja aku tahu siapa dia. Tapi sebaiknya aku pura-pura tidak tahu.

"Tidak baik nona cantik seperti anda memukul orang sembarang." Dia meluruskan bibir dan menyipitkan mata. Sudah kuduga dia orangnya.

Aku menepis tangannya, agar melepaskan tanganku. "Maaf, tapi saya hanya suka menghajar pria kurang ajar seperti anda."

"Apa yang membuat anda berfikir saya kurang ajar kepada nona?"

"Pertama anda berisik di telinga saya, padahal kita tidak saling kenal. Kedua anda seenak hati memanggil saya cantik. Bukankah Anda sedang menggoda saya," aku terkekeh.

Dia masih tetap memamerkan senyum itu, senyum yang seperti ingin berkata kasar. "Walau setengah wajah anda terutup, tapi mata anda terlihat sangat cantik. Mata bulat seperti kristal rubi."

Aku tertawa kecil. "Sayang sekali itu tidak membuat saya tersanjung."

"Pasti ada banyak orang yang mengatakan itu pada nona."

"Tentu saja, perlu tuan ketahui, saya seorang penari. Semua orang yang menyaksikan pertunjukan saya mengatakan hal yang sama seperti anda."

Dia kembali menyipitkan mata. Ketika matanya terbuka, tangannya terulur dan menyentuh pipiku. Aku hanya bisa terdiam sambil memendam kesal. Karena dialah Duke Zeron, membuatnya kesal sama saja mengorbankan kepalaku. Aku bisa melihat sengiran di bibirnya. Ini bukan pertemuan pertama kami. Sebelumnya dia menatapku dengan rendah. Apa yang dia inginkan dariku?  

"Kalau begitu suatu saat nanti aku ingin nona menari di hadapanku," ujarnya.

Lelucon macam apa ini. Dia sedang meminta atau mengacamku. Aku sangat mengenalnya, ekpresinya benar-benar tidak bisa ditebak maksudnya. Padahal dia sudah pernah melihatku menari sebelumnya.

"Jika suatu saat nanti kita bertemu secara langsung, saya akan menampung tarian saya pada tuan."

Dia menyingkirkan tangannya. "Aku sangat menantikan. Apa nona tidak keberatan kita berjalan-jalan sebentar?"

Huft… Situasi macam apa ini. Apa dia tertarik padaku? Mana mungkin, dia adalah orang yang hanya tertarik pada tahta kerajaan. Lagipula dia orang yang hanya suka terikat hubungan yang bersifat menguntungkan. Lebih baik aku mengikutinya sebentar. Aku ingin tahu apa yang dia inginkan.

"Baiklah tuan," jawabku.

Dia mempersilakan aku berjalan duluan. Kurana pahaku, di balik rok ini aku selalu menyiapkan belati dan beberapa racun. Jaga-jaga jika suatu saat aku berada di keadaan genting. Apalagi penari adalah sasaran empuk untuk menggali informasi. Dia berjalan di sampingku dengan senyuman yang sangat menyebalkan. Aku melinguk ke belakang, Milica tampak sedang sibuk dengan acaranya. Lagipula aku bisa kembali ke istana sendirian.

Relive On Another World [End]Where stories live. Discover now