Bab 16

8.4K 1K 1
                                    


Sudah saatnya aku harus bergaul di kalangan sosialita. Sejak pesta pertunanganku, sebenarnya sudah banyak undangan yang dikirim. Tapi aku malas, karena pesta pasti melelahkan. Aku juga tidak suka gaya bahasa para bangsawan, yang mengumpat dengan kata-kata bermajas. Namun tadi malam, Eren memintaku untuk datang ke pesta-pesta itu bersamanya. Dan aku yang menentukan akan datang ke mana.

Lagi-lagi aku memusingkan Giana dan beberapa pelayan. Lilia sudah ku depak ke Norin dan Niran. Mereka ada di kamar ini, tapi sedang menyortir undangan mana yang akan ku datangi. Kembali ke Giana dan pelayan, mereka sedang mengurus puluhan hadiah untukku. Karena di acara terbang lentera semalam, aku mengatakan akan memeriksa semua kado yang berikan penduduk Kerajaan Matahari. Tahu-tahu sebanyak ini.

Di saat yang lain sedang sibuk, dayang tidak tahu diri satu ini malah sedang terbengong memankan  sebuah catur sambil minum teh bersamaku. Parahnya dia yang mengajak, agar tidak ikut-ikutan bekerja seperti yang lain.

"Sepertinya anda kekurangan Dayang," gumamnya tanpa dosa.

"Itu karena aku punya satu dayang tidak berguna seperti kau," sinisku.

Dia sedang tersenyum di balik cadarnya. "Hmmm benarkah? Apakah anda akan mencambuk saya? Saat Nona mencambukku, fikiranku langsung kosong, dan perasaanku jadi aneh. Apa mungkin aku terangsang," ucapannya langsung membutaku jijik. Aku benar-benar ingin mencambuknya beneran. Sampai kulitnya terkelupas dan bercucuran darah.

"Kenapa kau menggelikan seperti ini, ngomong-ngomong semalam kau ke mana?" Dia pulang sangat larut, dan berbau alkohol di tubuhnya. Padahal dia bukan peminum.

Dia lagi-lagi berdengung cukup lama sambil menatap sinis ke Giana. Sepertinya dia sedang merencanakan sesuatu. "Semalam aku menemani Duke Zeron minum nona, maafkan saya karena pulang larut," jawabnya dengan suara keras.

Aku melihat ekpresi Giana yang terbelangak mendengarnya. Giana bukan seorang yang pintar, dia tidak sadar sedang dipermainkan oleh Laya. Eh… dia betulan minum dengan Zeron? Entah aku harus berdecak kagum atau khawatir. Aku tidak terlalu terkejut. Karena dari awal Laya memang berniat untuk mendekati tokoh-tokoh lain dalam cerita di novel itu. Tapi langsung mendekat antagonis utama bukannya agak… Hmmmm.

"Bagaimana kau bertemu dengan Duke, apa kau marayunya?"

"Tidak, dia yang menggodaku duluan, fufufu," kekehnya.

Aku mengerutkan alis, dia sedang berbohong atau serius sih. Seorang Zeron menggoda penari yang merupakan Dayang tunangan Raja. Tunggu, bisa saja sih. Di drama yang kutonton, musuh mendekati orang terdekat lawannya. Terserah kau saja lah Laya, akan kuikuti alurmu.

"Apa benar itu dia?" Decakku.

"Dia memakai topeng sih. Tapi cuma dia yang memilih mata almond dengan pupil emas di kerajaan ini," jawabnya dengan enteng sambil tertawa kecil.

Dia melirik ke arah Giana yang diam-diam mendengar pembicaraan ini. Tatapan Laya seolah mengatakan, 'Ayo laporkan pada tuanmu, aku tahu segalanya.'  Laya yang saat ini memiliki kepercayaan diri yang luar biasa, mengingat dia adalah seorang penari yang memakai baju erotis.

Lilia mendekatiku sambil membawa banyak undangan. "Ini sudah saya urutkan sesuai bangsawan tingkat tinggi dan orang-orang yang mendukung Raja."

Kerja bagus Lilia, tapi kenapa tumpukannya masih tinggi. Setinggi lenganku. Jika aku mendatangi semua undangan ini, sama seperti aku harus kehilangan waktu tidurku selama sebulan. Ternyata melemahkan, padahal selama aku menjadi putri raja, aku belum pernah ke pesta.

"Kenapa kau tidak memakai cincin tunangan?" Tanya Laya sambil melirik jariku.

"Hmm, aku hanya memakainya saat bertemu dia," jawabku. Aku mulai memilah-milah undangan. Aku akan datang ke pesta yang undangannya paling bagus.

"Pakai saja setiap saat, itu bisa memperpanjang hidupmu," lanjut Laya sambil tertawa kecil.

Suara tawanya langsung membuat aku merinding. Laya sedang memperingatiku akan sesuatu. Aku langsung berdiri dan mengambil cincin tunanganku yang ku sembunyikan dari orang lain. Dengan tangan gemetaran aku memakai cincin itu ke jari manisku. Perasaanku agak lega ketika memperlihatkan jari ku yang sudah memakai cincin ke Laya. Dia hanya menyipitkan matanya padaku. Bagaimana pun juga perkataan Laya selama ini berhasil menyelamatkanku.

Laya lalu mengambil satu undangan yang berserak di atas papan catur. Ia memperhatikannya dengan serius. Aku mendekatinya, melihat apa yang sedang ia baca. Aku agak terkejut melihat nama yang tertulis di Undangan itu. Chaterine Phaloe, saat ini merupakan seorang anak orang kaya baru. Namun di masa depan dia adalah wanita yang akan menggebrak benua, sosok wanita yang di pandang terhormat bahkan oleh seorang Raja karena semua penemuannya. Namun seperti tokoh lainnya yang menyedihkan, dia kehilangan kekasihnya tiba-tiba. Dan memutuskan untuk tidak menikah sampai akhir hayatnya. Dia hanyalah tokoh figuran yang sekali berpapasan dengan Milica.

"Kau harus ke sini," bisik Laya dengan pelan.

Akupun merasa hal yang sama. Dia bisa kujadikan pijakan saat aku keluar dari istana ini. Andai aku tidak bisa keluar, akan kubuat dia berpihak padaku. Sehingga saat dia berada dipuncak, bisa membantumu bertahan hidup di sini. Saat ini dia masih seorang putri orang kaya biasa. Jadi tidak akan ada yang mencurigakan.

"Baiklah, pesta kecil untuk permulaan boleh juga," cibirku. "Lilia kau juga harus ikut."

"Eh, kenapa saya Nona?"

Tentu saja mana mungkin kuajak dua dayang sisanya. Cuma kau yang terlihat layak. "Giana pasti sangat lelah, karena selain kau cuma dia yang berguna. Lalu Laya, dia bukan bangsawan. Kau pasti tahu kenapa dia tidak bisa hadir."

"Baiklah Nona, saya tidak akan mengecewakan anda."

Satu langkah yang tepat. Aku menatap Niran dam Norin, suatu saat mereka juga akan menjadi orang besar. Hmm… Bagaimana jika aku mengumpulkan semua orang berbakat di benua ini. Aku punya ingatan isi Novel yang tidak langsung adalah masa depan dunia ini. Dan ada Laya yang juga tahu tentang itu. Mengumpulkan orang penting di masa depan dan menjadikannya pendukungku. Dengan bantuan mereka aku bisa keluar dengan aman. Atau menjadi Ratu yang tidak terkalahkan.

"Apa kau sedang memikirkan hal yang menarik lain?" Tanya Laya yang dari tadi menatapku.

"Aku sudah lama tidak menyiksamu. Karena aku yang palinh kurang ajar di sini."

"Soalnya aku merasa kenikmatan saat nona memikulku," dia terkekeh.

"Dasar mesum gila!"

Setelah Keyra pergi, Laya memintaku untuk bersikap natural dan akrab dengannya seperti biasa. Alasannya karena sisa mata-mata di sini hanya milik Zeron. Seperti yang kubilang sebelumnya, Laya mengincar orang itu. Dan sepertinya Zeron juga mengincar Laya. Walau keduanya bukan dalam arti yang bagus.

Sejujurnya aku tidak tahu apapun tentang Laya. Laya yang sekarang berbeda dari Arin yang dulu. Selain perbedaan kasta antara kami berdua, aku merasa ada tembok lain yang membatasi kami berdua. Laya punya banyak hal yang ia sembuh. Sebenarnya Arin juga begitu, tapi Laya terlihat sangat jelas sedamg menyembunyikan sesuatu. Jelas saja, dia membuat Novel yang sama persis dengan dunia ini. Aku merasa itu bukan kebetulan, apalagi dia juga masuk ke dalam Novel itu walau tidak menjadi tokoh manapun di dalam Novel. Hanya waktu yang bisa menjawa semua kecurigaanku ini.

 Hanya waktu yang bisa menjawa semua kecurigaanku ini

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.
Relive On Another World [End]Onde histórias criam vida. Descubra agora