Tali

93 14 5
                                    

Hello darkness, my old friend
I've come to talk with you again
Because a vision softly creeping
Left its seeds while I was sleeping
And the vision that was planted in my brain
Still remains
Within the sound of silence

Sound of Silence
Simon & Garfunkel

■■■

Gayle Smithson bertubuh jangkung dan atletis. Otot-otot tubuhnya terbentuk sempurna karena sering dilatih untuk menggebuk para siswa yang tidak mau menuruti keinginan Manak. Pemuda itu sangat bangga dengan tubuhnya dan akan selalu memamerkan lengan dan perutnya kemanapun dia pergi. Dia memiliki wajah yang lumayan. Garis rahangnya tinggi, kedua alis matanya lebat dan hampir bertaut di tengah menaungi mata cokelatnya.
 
Sama seperti Manak, dia lahir di dalam lingkungan keluarga yang mapan tetapi kedua orangtuanya bercerai. Gayle mulai tidak memperdulikan mereka semenjak umur delapan tahun. Ketika sebuah botol wine yang dilempar oleh ayahnya melayang mengenai kepalanya sehingga membuatnya menerima sebelas jahitan.
 
Perkenalannya dengan narkoba dimulai saat dia kecanduan morfin penghilang rasa sakit.
 
“Kau butuh yang lebih, Gayle. Ayo, ikut aku.”
 
Ketika dia mengiyakan ajakan Manak, semuanya sudah terlambat. Pengaruh pemuda bertubuh tambun itu sudah terlalu lekat pada dirinya. Dia akan mengiyakan semua yang dikatakan oleh Manak. Kenakalan remaja yang dilakukan oleh mereka bertiga sudah bukan menjadi kejutan lagi di seluruh sekolah.
 
Ketika peristiwa yang menimpa Farah terjadi, Gayle menjadi salah-satu tersangka utama dikarenakan keterlibatannya dengan Manak. Tetapi, karena tidak cukupnya bukti disertai alibi yang kuat, membuatnya lolos dari tuduhan tersebut. Pemuda itu melenggang penuh kemenangan keluar dari kantor polisi setelah penyelidikannya selesai. Pekerjaan Ayahnya yang seorang pengacara mempermudah semua langkahnya.
 
Walaupun selalu dihantui oleh ketakutan akan peristiwa itu, pemuda itu masih saja kembali kepada perangainya yang dulu. Sikap pongah dan sarafnya yang sudah dipengaruhi narkoba membuatnya menjadi nekat.
 
Dia mengabaikan peringatan dari Josh McQueen. Meremehkan setiap ketakutan dan bukti nyata yang menggurat kulit wajah Josh sehingga meninggalkan luka dalam memanjang. Penderitaan dan ketakutan yang dialami temannya itu tidak membuat pemuda begundal itu menjadi jera.
 
Jadi, ketika pria berhoodie masuk dengan tenang dari pintu garasi rumah keluarganya pada siang hari yang damai, menghampirinya yang sedang menunduk di bawah kap mobilnya yang terbuka, lalu menarik kerah kaus dan membantingnya di dinding rumah, Gayle Smithson hanya bisa mendelik terkejut dan seperti sedang melihat hantu.
 
Iris mata hazel yang menggelap berjarak satu inci dari wajahnya, membuatnya gemetar ketakutan.
 
Nice house,” bisik pria itu sambil mengedikkan bahunya. Matanya memandang berkeliling sementara Gayle megap-megap bernapas di dalam cekikannya. Pria itu menyeringai ketika Gayle meronta berusaha melepaskan cekikkannya.
 
“Jangan mengabaikanku, Smithson. Kita berdua tahu, bahwa kaulah yang menyebabkan penderitaan gadis itu. Satu-satunya alasan kau masih bernapas, adalah karena Farah menginginkan kau untuk hidup.”
 
Tangan pria itu mencengkeram kerah baju Gayle dengan kuat tetapi pemuda itu malah meringis kemudian menyeringai.
 
“Oh, benarkah, Sir? Bukankah kau yang membuatnya begitu ketakutan sehingga memilih lari malam itu?”
 
Pria berhoodie itu menggertakan rahangnya lalu mulai tersenyum. Mau tidak mau Gayle bergidik ngeri melihatnya. Pria itu kemudian memukul perut Gayle dengan lutut kanannya sehingga  terkapar di lantai. Dengan santai lelaki itu mulai memunguti tali tambang yang tergeletak di garasi keluarga Gayle dan membuat simpul.
 
Gayle yang merasa sangat kesakitan tidak menyadari ketika tali tambang mulai melingkari lehernya. Dia terlambat menyadari saat tubuhnya mulai terangkat naik dengan paksa melalui lehernya.
 
Terdengar suara tercekik kuat dan tubuh atletis itu mulai tersentak-sentak di tengah garasi. Tali tambang itu menegang di kerangka kayu pohon yang menyusun atap garasi.
 
Oh, really? Sidik jari jelas berasal dari tanganmu, Gayle.” Pria itu bergerak mengambil kursi kayu dan meletakkannya di depan tubuh Gayle yang berayun-ayun liar di tengah ruangan. Dia duduk dengan mendekap punggung kursi dan memandang Gayle dengan tenang. Tampak menikmati setiap detik penderitaan pemuda itu.
 
Gayle berusaha dengan sekuat tenaga menyelipkan jari-jarinya di antara leher dan tali yang semakin kuat menjerat. Ada sedikit ruang yang memberikan kelegaan napas untuknya sebentar. Namun, semakin lama bobot tubuhnya semakin mengikuti gravitasi. Jari-jemarinya mulai ikut menekan lehernya. Gayle mulai sulit bernapas.
 
“Kurasa, kau tidak tahu situasinya,” ucap pria itu sambil memain-mainkan jari di sekitar mulutnya. Wajah Gayle mulai membiru kehabisan oksigen sementara pria berhoodie itu hanya memandanginya dengan datar. Tidak ada rasa apapun yang tergambar di raut wajah pria itu.
 
Datar.
 
Sir...,” seru Gayle tercekik. “Ampun ...,” desisnya. Kedua bola matanya mengarah ke atas. Sedikit lagi pemuda itu mengalami koma ketika tiba-tiba tubuhnya jatuh di atas lantai dengan kuat. Tali tambang segera dikendurkan dan dia mulai kembali bernapas. Pemuda itu terbatuk-batuk sambil terkapar di dekat kaki pria ber-hoodie.
 
“Masih sempat bercanda?” desis laki-laki bermata hazel itu geram. Gayle menunduk hingga menyentuh ujung sneakers pria itu. Seluruh tubuhnya gemetaran. Bayangan kematian baru saja melewatinya.
 
Laki-laki yang ada di hadapannya tidak pernah main-main. Dia salah jika meremehkan laki-laki ini.
 
Seonggok sampah jika didaurulang bisa menjadi barang berguna ...,” gumam pria itu sambil mengelus dagunya dan memandangi Gayle sambil berpikir. “Tapi, tampaknya tidak berlaku untukmu.”
 
Gayle perlahan mendongak. Airmata mulai berjatuhan di pipinya sementara celana jeans kotornya sudah basah sedari tadi.

"Now, listen carefully. Aku tidak akan mengulanginya dua kali."

Pria berhoodie itu memberikan beberapa instruksi kepada Gayle. Suaranya tenang dan rendah, hanya cukup untuk sampai di telinga pemuda itu saja.

Bola mata Gayle semakin lama semakin melebar dan tubuhnya bergidik ngeri kala mendengar kalimat-kalimat yang diucapkan oleh pria itu sambil tersenyum. Dia bisa melihat kilat aneh yang sekali-kali berpendar di iris mata lawan bicaranya. Gaung suara teriakan Manak kembali terdengar di telinganya dan Gayle gemetar hebat saat pria itu selesai bicara dan menunduk sambil menatapnya lekat.

Senyumnya masih sama mengerikan seperti malam itu.

 
“Temui dia! Dan katakan persis seperti yang aku perintahkan!”
 
Pemuda begundal itu menelan ludah dan berusaha bicara dengan suara tercekik.

“Siapa, Sir?” tanya Gayle lirih.

Pria berhoodie itu seketika menendang wajahnya. Gayle meraung tertahan setelah tulang hidungnya menjadi bengkok. Dia mengangguk-angguk ketakutan sambil berusaha menahan sakit. Sekarang dia yakin, jangan pernah membantah laki-laki ini lagi.
 
 
“Lain kali, tali itu akan lebih tipis lagi, Smithson,” ucap pria itu dingin sambil keluar dari pintu garasi dan berjalan di halaman rumah Gayle seolah tidak terjadi apa-apa. Pepohonan yang rimbun ditambah dengan gerombolan mawar Inggris yang lebat, menyembunyikan bayangan tubuhnya.
 
“Gayle! Apa yang terjadi dengan wajahmu?” Teriakan panik Mrs. Smithson bergaung keluar dari pintu garasi yang terbuka.
 
Pria itu tertawa perlahan saat mendengar erangan ketakutan Gayle yang masih tertangkap oleh telinganya :
 
“Tidak ada. Kap mobil sialan itu menimpa wajahku.”
 
 
Bersambung ....

LLG, 29 Juli 2021
 

LLG, 29 Juli 2021 

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Terimakasih.
Selalu bersyukur dengan segala pencapaian hingga saat ini.

AFFAIR WITH MONSTERWhere stories live. Discover now