Part 11. Investigation

342 21 9
                                    

"Kau yakin?" tanya Mr. Kent dengan binar tak percaya. Aku menganggukkan kepala, lalu perlahan berjalan menuju ruang terapi sendiri. Guru kimia itu berusaha untuk menyangga tubuhku yang sedikit bergoyang, tapi kutolak. Ia mengerutkan dahinya, memandangku heran.

Ini sudah kali ketiga aku menolak bantuannya. Setelah sebelumnya memutuskan untuk menghentikan segala keinginan laki-laki baik itu untuk membantuku. Namun, Mr. Kent masih mengikuti. Ia mengiringi langkah perlahanku di sepanjang koridor rumah sakit. Kami berdua berdiam diri, mencoba tak saling ganggu.

"Kau mendengarnya, bukan?" ucapnya perlahan di tengah-tengah sesi terapi. Ketika instruktur terapiku sedang keluar sebentar untuk mengambil sesuatu.


Aku mengalihkan pandangan ke arahnya. Dia sedang duduk di dekat pintu sambil mencondongkan tubuhnya ke arahku. Iris hazel keemasannya berpendar redup.

Aku tak ingin satu sekolah mengira, aku berbuat yang amoral dengan muridku.


Kata-katanya terngiang kembali di telingaku. Apakah aku hanya sebuah ketakutanmu akan affair, Mr. Kent? Memikirkan itu kembali hanya membuat hatiku bertambah sakit.

Kembali kupandangi kedua lututku yang semakin baik bekerjasama dengan otakku. Lalu tatapanku turun menelusuri betis yang mengecil. Ah, koma membawa dampak yang sungguh mengerikan bagi tubuh. Massa ototku sebagian berkurang karena harus terbaring tak bergerak selama enam bulan.

"Stevenson ..., aku tak bermaksud ...," ucapnya terjeda oleh suaraku yang bahkan tak kukenali. Parau dan perlahan.


"It's okay, Mr. Kent. Tak seharusnya aku selalu merepotkanmu," ucapku setengah berbisik. Ada perih di sudut hatiku saat mengucapkan hal itu.


Mr. Kent diam. Pandangannya terasa menelisik wajahku. Aku mungkin tak pandai berbohong. Suaraku bergetar ketika mengatakan hal itu.

"Itu bukan seperti yang kau pikirkan," tukasnya datar.

Aku memalingkan wajah ke arah jendela. Memandang jauh ke arah puncak pohon sikamor di halaman rumah sakit. Pohon tua yang menyeramkan.

"Kau tidak perlu bertanggungjawab untukku, Sir. Sungguh. Itu tidak perlu," tandasku menghentikan kata-katanya.


Aku tidak tahan.

***



Lalu, aku mulai berteriak sambil mencengkeram rambutku.

Bersambung ....

LLG, 2020

AFFAIR WITH MONSTERWhere stories live. Discover now