Part 10. That Day, Affair and Alone

513 27 5
                                    

"Look at them ...." terdengar bisik-bisik perlahan di sekitarku. Perlahan aku kembali terjaga, tapi belum mampu untuk membuka mata kembali.
 
"Ooh ..., how sweet ...," desah suara yang satu lagi menimpalinya.
 
Hei, aku kenal suara itu. Itu suara Mrs. White. Koma berbulan-bulan membuatku begitu sensitif dengan suara dan bau.
 
Kemudian suara cekikikan tertahan terdengar saling menimpali. Kesadaranku kembali penuh, mengingat kejadian malam tadi yang membuatku malu. Aku jadi tidak mau membuka mata.
 
Kehangatan tubuh Mr. Kent masih melingkupiku. Bau tubuhnya yang harum masih menyeruak di indera penghidu, dan terasa tangannya yang kekar melingkari pinggangku.
 
Ya.
 
Kami tidur bersama.
 
 
Hanya saja ..., ehm, ini untuk kebutuhan medis. Please, jangan berpikir yang bukan-bukan. Aku sangat ketakutan malam tadi, tau! Bukan mengambil kesempatan dalam kesempitan. Mr. Kent hanya menemaniku sepanjang malam. Tidak melepaskan aku satu inchi pun.
 
Yah.
 
Dia tidak mengambil satu kesempatanpun dariku. Tidak. Murni hanya karena ingin menolongku.
 
Dia guru yang baik.
 
Sesuatu berdenyas di sudut hatiku.
 
Guru.
 
Murid.
 
Sungguh dinding tinggi yang menyakitkan.
 
Tubuh Mr. Kent bergerak. Lalu kudengar dia menggeliat dan mendesah. Seketika gerakkannya terhenti, ketika terdengar deheman dari Mrs. White. Kurasa, Mr. Kent mulai membuka matanya sambil mengantuk (Damn! Aku ingin melihat wajahnya ketika bangun tidur!)
 
"Tidur nyenyak, Mr. Handsome?" Suara Mrs. White terdengar geli. Kurasakan tubuh Mr. Kent diam sebentar lalu bergerak tiba-tiba. Tempat tidur ini berderit-derit karenanya. Terasa ia duduk dan 'tak bergerak. Lama. (Mungkin dia lagi bengong dan mencoba loading dulu).
 
Terdengar suara cekikikan tertahan dari yang satunya lagi. Aku belum berani membuka mata.
 
Aku malu sekali.
 
"Uhm ..., yeah ...," sahut Mr. Kent dengan suara mengantuk. Pelan dan dalam. (My God!). Lalu terasa tubuhnya turun dari tempat tidur. Diam sebentar. Kemudian kisikan bajunya terdengar dengan desahannya sekali lagi.
 
"Farah ..., ketakutan ...," ucapnya pelan.
 
"Oh, ya. Dia mengalami hal yang berat, Mr. Kent. Kejadian malam itu benar-benar memukulnya," sahut Mrs. White prihatin. Ada nada yang tulus mewarnai suaranya.
 
"Ya ..., dia tidak bisa tidur dan terus menangis, jadi ...." suara Mr. Kent terhenti karena selaan Mrs. White.
 
"It's okay, Mr. Kent. We understand," sahut Mrs. White mahfum. Namun tak urung cekikikan tertahan terdengar dari perawat yang satunya.
 
Terdengar tarikan napas perlahan. Lalu suara lembut Mr. Kent. "I must go. Gotta catch a class this morning."
 
Suara langkahnya yang tenang terdengar menjauh. Aku mencoba mengintip sedikit tanpa terlihat oleh Mrs. White. Perawat tua yang baik hati itu sedang berdiri memandang punggung Mr. Kent. Guru kimiaku itu mengambil ransel dari atas kursi dan mencangklongnya di bahu. Sedangkan perawat yang satunya memandangnya dengan tatapan lapar (ih!).
 
Aku memejamkan mataku kembali dengan cepat, saat pandangan Mr. Kent beralih kembali padaku.
 
Tidak berapa lama, suaranya terdengar dengan pelan. Sedikit menjauh, ia berbicara dengan suara rendah tapi masih bisa terdengar olehku.
 
"Tolong jaga Farah, Mrs. White," ucapnya dengan suara dalam. "Dia mengalami hal yang mengerikan, dan saya menyesal tidak berada di sampingnya saat itu."
 
Ada nada luka dalam suaranya yang menembus jantungku. Tidak, Mr. Kent! Itu bukan salahmu. Kau juga punya kehidupan, selain mengurusiku.
 
"Oh, Mr. Handsome, itu bukan salahmu. Don't! Don't even think it's yours. Police officers sedang menyelidiki pelaku itu. Kemungkinan dia pelaku percobaan perkosaan, yang tidak mau Farah mengenali mereka."
 
Sahutan pelan Mrs. White mengejutkanku.
 
"Oh ..., okay," sahut Mr. Kent ragu. Lalu terdengar suaranya berbisik lirih, "Um, Mrs. White, tolong rahasiakan hal ini. Aku tak ingin satu sekolah mengira, aku berbuat yang amoral dengan muridku."
 
Kemudian suara pintu membuka dan menutup perlahan.
 
Hening.
 
Aku terdiam di atas tempat tidur. Mencoba meresapi pembicaraan mereka. Kata-kata Mr. Kent yang terakhir menghempasku.
 
Hanya embusan napas Mrs. White dan alat-alat bantu kesehatan yang berdetik. Aku bisa merasakan tatapan kasihan Mrs. White merayapiku.
 
"Viona, coba kau ambilkan kasa! Aku lupa membawanya tadi." Suaranya yang enak dan empuk memecah keheningan. Terdengar suara pintu kembali membuka dan menutup. Lalu hening kembali. Terdengar langkahnya mendekat. Kemudian tangannya yang hangat menyentuh dahiku.
 
"Kau boleh bangun, Farah. Aku tahu kau sudah bangun," ucapnya lembut.
 
Perlahan aku membuka mata, dengan panas merambati pipiku. Wajah bulat dan penuh kasih itu tersenyum hangat. Dari matanya bisa kulihat rasa kasih yang luar biasa besar memancar.
 
"Aku tidak akan mengatakan kepada siapapun, Sayang. Begitu juga Viona," ucapnya lembut. Air mataku menggenang. Aku bergerak telentang, dan mengalihkan pandangan ke arah jendela rumah sakit.
 
"Kau harus kuat. Segeralah sembuh. Jangan menyerah. Kau telah melewati yang terburuk. Kalahkan mereka. Jangan beri mereka kesempatan lagi untuk menyakitimu," ucap Mrs. White menyemangatiku.
 
Aku kembali memandangnya. Lalu kembali menoleh ke jendela.
 
Amoral?
 
Bisa-bisanya Mr. Kent berpikir begitu!
 
***
 
Ingin tahu mengapa aku dijuluki gadis popular di sekolahku?
 
Jangan berpikir bila aku adalah seorang ratu lebah, memiliki beberapa pengikut dan fans setia. Yang bisanya membully dan merendahkan siswa-siswa yang lemah.
 
Don't!
 
Aku tidak serendah itu.
 
Bayangan yang seperti itu hanya cocok untuk di movies.
 
Kau tidak harus berbuat jahat untuk menjadi popular. No.
 
Be kind and honest.
 
Mom mengajarkanku banyak cinta kasih dalam delapan belas tahun kehidupanku. Menyakiti seseorang atau makhluk lain itu, tidak akan membuatmu menjadi super power. Hanya kesenangan semu belaka yang nantinya akan pudar.
 
Menghargai hal-hal kecil dan sederhana, membuatku mengerti betapa berharganya hidup itu.
 
Mom adalah seorang guru sekolah dasar. Sikapnya yang penuh kasih, membuatku tumbuh menjadi anak yang perduli.
 
Jadi, aku menghabiskan masa kecilku dengan bahagia. Ikut membantu Mom membagi-bagikan bubur sederhana untuk gelandangan di rumah singgah. Membantu tetangga yang mengadakan garage sale. Menolong Mrs. Rubby menyeberang. Bahkan aku sering diminta menjadi baby sitter, menjaga anak-anak tetangga.
 
Kata mereka, semua menyukaiku.
 
Namun, sekarang, mengapa ada yang ingin membunuhku?
 
Terkadang, dalam penderitaan yang begitu dalam, kita sering menganggap bahwa Tuhan berhutang maaf pada kita. Padahal bukan begitu caranya.
 
Kitalah yang berhutang pada-Nya. Kesedihan yang menguasai diri sesaat, hanyalah jalan bagi monster dalam diri kita untuk tumbuh dan berkembang. Merusak semuanya.
 
Sekarang, di atas kursi rodaku, sambil memandangi pohon birch tua di depan jendela koridor rumah sakit, kesadaranku yang murni mulai datang. Kata-kata Mr. Kent kemarin menamparku.
 
Guru
 
Guru.
 
Murid.
 
Begitulah arti kebaikannya selama ini. Akan menjadi affair amoral, bila apa yang kami lakukan kemarin malam tersebar ke seluruh kota. Manusia, dengan segala prasangkanya. Aku memegang dada sebelah kiri.
 
Ada yang berdenyut sakit di sini.
Entah mengapa.
Rasanya pedih sekali.
Hatiku seperti berlubang.
 
Aku memaklumi kecemasan Mr. Kent.
 
Duduk di sini, membuatku bisa mengurai pikiranku dengan jernih Lalu kembali mengingat Mrs. Snatch. Wajah tuanya yang penuh kesedihan, keluh kesah dan sumpah serapah di hari terakhirnya, membangkitkan kesedihan dalam diriku. Pelajaran paling berharga, yang kudapatkan langsung dari dirinya.
 
Saat itu, aku sedang menungguinya di panti jompo. Hal yang sering kulakukan di kelas lima SD. Membantu pihak di sana, untuk mendapatkan lambang pengabdian pramukaku.
 
Mrs. Snatch sudah tua. Tapi ingatannya masih jelas. Dia sedang sakit parah dan tidak ada seorangpun anggota keluarga yang menjenguknya. Mereka berada bermil-mil jauhnya dari Allentown.
 
Matanya yang biru kelabu, Memandang ke arahku. Mengingatkan aku pada warna laut di lukisan yang tua dan usang. Bibirnya yang keriput tampak bergetar ketika bicara, dan a
kan terus menghantuiku seumur hidup.
 
"Kau tidak bisa mengharapkan orang lain untuk semua masalahmu, Farah. Kau akan patah hati pada akhirnya."
 
Itulah ucapan terakhirnya.
 
Mrs. Snatch mengembuskan napas, sepuluh menit kemudian. Gagal jantung dan tidak ada yang bisa dilakukan lagi. Aku menangis hebat melihat para perawat melepaskan selang-selangnya. Setelah berbulan-bulan menemani dan menyemangatinya, entah sudah berapa banyak rajutan kisah yang kami sulam setiap hari.
 
Selama seminggu, aku tidak bisa makan karena mengingatnya. Sama seperti ketika saat nenekku meninggal.
 
Mom memarahi pihak panti jompo yang membiarkan aku tetap berada di sana ketika detik-detik terakhir Mrs. Snacth. Mereka meminta maaf karena keteledoran itu. Kekurangan tenaga perawat adalah hal yang biasa di panti-panti jompo milik negara seperti ini.
 
Rasa sedih yang teramat besar di dalam mata biru kelabu tuanya, terus kuingat hingga sekarang. Menyadarkanku bahwa, tidak selamanya harta dan tahta akan membuatmu bahagia.
 
Kebahagiaan sesungguhnya adalah mendapatkan seseorang di sisimu, yang mau rela dibagi untuk segala kesedihan dan kepedihan hatimu.
 
Kesenangan dan kebahagiaan amat mudah dibagi, tapi siapa yang mau menerima kesulitan?
 
 
Kau tidak bisa menggantungkan semua harapan dan rasa bahagiamu pada manusia. Karena sejatinya, hanya Tuhanlah yang menjadi sahabatmu dalam keadaan paling terpuruk.
 
Seperti Mrs. Snatch, yang hingga hari terakhir, mengharapkan anak-anaknya akan menjenguknya.
 
Aku mengembuskan napas dalam.
 
Begitupun dengan Mr. Kent. Dia punya kehidupannya sendiri. Aku hanya akan membebani bila terus bergantung padanya.
 
Aku yang memutuskan, apakah aku akan bahagia ataupun tidak. Ini hidupku. Aku yang akan memperjuangkannya.
 
Aku meraba bibir yang kering. Katun sarung bantal itu masih bisa kurasakan di dalam mulutku. Terkadang membuatku merasa seperti tercekik. Tapi, kemudian menyadarkanku, jika Tuhan masih bersamaku.
 
Maka, kuputuskan segera, bahwa aku akan bangkit sejak hari ini. Farah Stevenson bukanlah gadis biasa yang cengeng dan penakut.
 
Aku istimewa.
 
Selalu istimewa.
 
Aku terbiasa membantu.
 
Bukan dibantu.

 Bukan dibantu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bersambung ....
 
 
 LLG, 2020
 

AFFAIR WITH MONSTERWhere stories live. Discover now