Bab 7

425 47 5
                                    

7. Oleh-oleh

EMILIA mengangguk.

Mendengar itu, Bella tidak mau pulang. Bella ingin Emilia membawa mereka ke rumahnya dan menjelaskan—mengapa ada taruhan segala di antara mereka berdua. Dan dengan sedikit was-was Emilia memberitahu Bella dan Mita saat mereka sudah berada di rumahnya—duduk saling berhadapan di meja makan.

"Sumpah, ini gila!" seru Bella seraya mendongakan kepalanya sambil memutar bola matanya setelah mendengar semua cerita Emilia. "Nggak! Nggak! Ini nggak boleh terjadi!" kata Bella lagi setelah kembali menatap Emilia sambil menggelengkan kepalanya.

"Apanya?" sahut Mita memandang Bella penasaran. "Bara jadi budak Emilia atau Emilia yang jadi budak Bara? Yang mana yang nggak boleh?" sambil menggerak-gerakkan tangannya saat bicara.

"Kedua-duanya lah!" jawab Bella ketus. "Gue nggak pengen-siapa pun dari kalian yang menjadi budak selama satu semester," memainkan telunjuk tangan kanannya ke bawah.

"Trus gimana dong, mereka kan udah taruhan.." tutur Mita, memutar-mutar gelas yang ada di tangannya, air di gelas itu sudah kosong.

Bella meraba dahinya dengan kedua telapak tangannya, "Ya Tuhan.." keluhnya, dia terlihat frustasi. Mencoba berpikir mencari solusi. Bella tak ingin Bara ataupun Emilia-menjalankan taruhan yang mereka sepakati. Mereka bakalan dekat pasti! Desis Bella dalam hati.

"Gini aja deh, gue dan Mita bakal bantuin elo buat berhasil naik kelas,"

"Berarti Bara bakal jadi budaknya Emil?" timpal Mita.

"Nggak, dengerin gue dulu," jawab Bella memandang Mita sebentar. "Dengan syarat, Elo nggak boleh buat Bara-ngejalanin kesepakatan kalian. Bisa dibilang lo batalin taruhannya."

What? Enak aja. Sahut Emilia dalam hati.

"Nggak seru dong, Bel." Lagi-lagi Mita menimpali.

"Mita, please.." Bella mulai gondok, tapi dia mencoba menepisnya. "Demi gue, lo mau ya?" bujuk Bella sambil memegang pergelangan Emilia.

Memandang ekspresi Bella, Emilia menjadi nggak tega. Tapi dia juga tidak mau Bara tidak mendapatkan hukuman atas taruhan cowok itu sendiri jika Emilia menang. Sudah menghina, ngajak taruhan, trus biarin cowok itu bebas? No.. no.. no.. no!

Tapi Emilia mengambil keputusan diam-diam di dalam hati. Dia akan tetap memberi cowok itu pelajaran, tentunya tanpa sepengetahuan Bella.

"Tapi kalau lo sendiri nggak mau bantuin diri lo buat naik kelas," sambung Bella tiba-tiba. "Lo bakal malu, dan mungkin nyokap lo bakalan marah besar, plus lo bakal wujudin keinginan Bara selama satu semester. Idih, lama banget. Lo nggak mau kan?"

Tentu saja Emilia tidak mau, walau berat hasratnya untuk belajar sungguh-sungguh tentang pelajaran yang tidak disenanginya itu, tapi demi harga diri dan image-nya di sekolah, khususnya di hadapan cowok yang baru saja datang menjelma sebagai murid baru di sekolahnya itu. Emilia bertekad penuh, dia akan berusaha untuk menang. Harus.

"Ok, gue mau batalin taruhannya." Seru Emilia, dan Bella tersenyum lega mendengarnya. "Gue juga gak mau kali, kalau nggak naik kelas." Sambung Emilia.

"Keputusan yang bagus, besok kita akan bantuin lo buat belajar biar lo bisa jawab soal ujian remidi dan ujian naik kelas nanti!"

Emilia mengembangkan senyum di bibirnya, bersyukur mendengar kata 'bantuin' dari bibir Bella. Ternyata, Dewi Fortuna masih bersamanya.

"Fighting!" ujar Mita mengepalkan tinjunya ke atas.

"Fighting!" balas Emilia dengan semangat. Gue nggak akan kalah.

0o-dw-o0

DELUVIEWhere stories live. Discover now