Bab 12

364 37 11
                                    

12. Menjadi Anggota Basket?

MEREKA saling menatap sambil menjabat tangan.

"Wah Kapten Basket ya?" seru Gibran takjup. "Dulu, waktu gue sekolah di sini, jangankan jadi Kapten Basket, jadi anggota basket aja gue nggak sempat."

"Kakak Alumni di sini?" tanya Bara terperangah.

"Iya, 4 tahun yang lalu," kata Gibran tersenyum, "By the way, jangan panggil gue Kakak deh, panggil Abang aja. Gue nggak nyaman dipanggil kakak."

"Oh," sentak Bara, mencoba mengerti teman sepupunya itu, "OK! Abang, Bro..." dan tersenyum menyimpul.

0o-dw-o0

Malamnya Emilia melihat instagram lewat smartphone-nya, dia menemukan akun milik Tama Prasetya melalui akun Kepala Sekolahnya—memang niat Emilia untuk mencari akun Tama dari profil Bapaknya. Namun saat menelusuri profil milik Tama, Emilia tidak menemukan gambar Tama yang terkini. Terakhir, postingan di-update pada 2 tahun yang lalu—sepertinya Tama tidak lagi menggunakan Instagramnya. Entah kenapa.

Emilia terus menggulirkan postingan yang ada pada profil Tama sambil memperhatikan paras cowok itu. Tama terlihat lucu, polos dan menggemaskan, dan dengan sangat hati-hati, Emilia mengamati postingan itu satu per satu agar layarnya tidak tersentuh sebanyak dua kali.

Setelah puas menguntit Instagram milik Tama, tiba-tiba terlintas di hati Emilia untuk bergabung menjadi anggota basket supaya bisa memperhatikan dan berada di dekat Tama lebih sering. Rasa itu semakin mencuat ketika dia mengingat Rado. Bukankah akan mudah urusannya jika ia melapor kepada teman Abangnya itu?

Hmm... perasaan yang mungkin akan terlihat lucu dan bodoh, atau menggelitik jika Emilia mengingatnya di 10 tahun yang akan datang—seorang remaja perempuan yang suka dengan lawan jenis tanpa berpikir lebih.

Tanpa pikir lagi, Emilia bergerak turun ke lantai bawah menuju kamar Gibran.

"Bang," sapa Emilia, kepalanya menyembur dari balik pintu kamar Gibran. "Minta nomornya Kak Rado dong,"

Kemudian Emilia melangkah masuk tanpa permisi saat Gibran sudah menoleh, dan duduk di atas sisi kasur di belakang Gibran yang sedang berkutat mengerjakan tugas kuliahnya di meja belajar.

"Buat nanyain jadwal basket?" tebak Gibran santai.

"Iya, sekalian mau kasih tahu—kalau aku juga mau join jadi anggota basket."

Mendengar Emilia ngomong seperti itu Gibran jadi terkejut dan merasa aneh. "Abang nggak salah dengar nih?" sahut Gibran, menukikkan alismatanya menatap Emilia heran.

Emilia melebarkan bibirnya selebar-lebarnya lalu menggelengkan kepala seperti anak kecil.

"Kenapa baru sekarang tertarik sama basket? Kemarin-kemarin kemana aja? Jangan bilang kamu naksir sama Rado selama ini."

"Ya enggak lah, gila aja." Sahut Emilia segera. "Belum ada rencana di kamus tuh—buat naksir sama orang yang umurnya di atas aku."

"Dalam kaaamus.." ejek Gibran. "Kalau bukan naksir terus apa?"

"Pengen aja—selagi pelatihnya sohib Abang sendiri." jawab Emilia, ya jelaslah dia tidak akan memberitahu niatnya yang sebenarnya. "Sekarang, aku minta nomor Kak Rado dulu."

Tanpa tanya-tanya lagi, Gibran segera mengambil dan mengirim nomor ponsel Rado lewat WhatsApp ke Emilia. Sedetik berikutnya, ponsel Emilia bergetar, menerima pesan dari Gibran.

"Thank you Abangku yang ganteng!" seru Emilia memuji sambil tersenyum riang, lalu bergerak keluar dari kamar Gibran.

"Kalau ada mau, baru muji gue!" celetuk Gibran sambil mengantarkan Emilia keluar kamar dengan matanya.

DELUVIEWhere stories live. Discover now