1. Menjadi Senior dan Junior

44 14 3
                                    


Tidak terasa satu tahun telah berlalu. Kini seorang gadis berparas ayu yang bernama Putri Ayumi tengah merasakan masa-masa pertama menjadi senior dan junior. Hal yang diimpikan hampir sebagian murid agar sedikit terbebas dari kekangan senior.

Mungkin sebagian siswi akan senang dan sangat bangga. Namun, berbeda dengan Ayumi, dia merasa biasa-biasa saja. Bukan karena tidak bersyukur bisa naik ke tingkat yang lebih tinggi melainkan karena seharusnya memang dia sudah berada di tingkat itu.

Siapa yang menyangka ternyata usianya tidak bisa dikatakan anak kelas sebelas lagi. Seharusnya, Ayumi sudah kuliah andai takdir tidak mempermainkan hidupnya. Walau begitu dia tetap terlihat layaknya remaja pada umumnya karena Ayumi memiliki wajah baby face dan badan yang tinggi semampai, sehingga jika dia menyebutkan umurnya yang sudah menginjak angka 18, maka tidak ada yang percaya.

Walau usianya terbilang tua dibanding dengan teman sekelasnya. Akan tetapi, sikapnya tidak berlaku demikian. Ayumi bisa dikatakan gadis yang kekanak-kanakan dan belum bisa bersikap dewasa.

"Ngapain?" tanya seseorang, membuat Ayumi mendongakkan kepala.

"Lah kamu yang ngapain ke sini, kelasmu belum masukan?" tanyanya tanpa menjawab pertanyaan orang tersebut.

"Salah kalau samperin pacar sendiri. Kamu mah begitu, gak mau disamperin padahal pas kelas sepuluh setiap hari ke kelas. Kenapa, sih?" tanyanya membuat Ayumi membuang muka.

Dia adalah Rafael Chandrawinata, pacar Ayumi sejak SMP sekaligus adiknya karena umurnya beda setahun dengannya. Hubungan mereka jika dihitung-hitung sudah jalan hampir tiga tahun. Tentunya banyak rintangan dan terkadang mendapat olokan dari teman-temannya karena lamanya hubungan mereka sudah seperti kreditan.

"Gak gitu juga, cuma aneh aja. Biasanya, kan, aku yang samperin kamu," pungkas Ayumi sambil tersenyum ke arah pacarnya.

"Yah kepengin aja. Oh iya nanti kamu pulang mau sama aku atau naik bus?"

Gadis cantik itu diam, tampaknya sedang berpikir keras. Sementara Rafael masih terus menatap gadis yang mampu membuat hatinya berdebar-debar sejak mereka pacaran sampai saat ini.

"Hmm, aku sama kamu aja," jawabnya dengan senyum manis terpatri di bibir ranumnya.

Tampak gurat kesenangan terpancar di wajah Rafael dan hal itu menambah durasi Ayumi untuk tersenyum.

"Eh, kalian berdua pacaran terus, tuh sana sudah ada Pak Suyitno."

Mendengar suara itu, Ayumi dan Rafael mengalihkan pandangannya ke arah lapangan dan benar saja guru yang dimaksud sedang berjalan ke arah kelas XI MIPA 3.

Rafael langsung pamitan untuk ke kelasnya. Ayumi pun membalasnya hanya dengan anggukan kepala, serta sedikit senyuman di bibirnya.

Setelah sang pacar sudah tidak terlihat lagi, Ayumi langsung masuk dan duduk paling depan seorang diri. Bukan karena dia dimusuhi di kelas. Akan tetapi, teman sebangkunya waktu kelas sepuluh telah pindah sekolah, sehingga mengharuskan dirinya menjomlo sampai datang seseorang untuk mengisi kursi kosong tersebut.

Tidak berselang lama, Pak Suyitno sudah menampakkan dirinya di depan kelas. Semua murid di dalam kelas duduk dengan tegak hanya sebagai formalitas agar mereka dibilang anak yang sopan dan tentunya baik.

"Assalamualaikum, pastinya kalian tidak lupa sama Bapak, 'kan?" tanyanya sebagai pemanis percakapan dan dibalas dengan anggukan serta teriakan dari muridnya.

"Bapak di sini sebagai wali kelas kalian. Jadi, selama setahun bapaklah yang bertanggung jawab atas kalian semua. Kalian semua senang, 'kan?" tanyanya lagi.

Namun, kali ini sebagian murid hanya diam saja. Mereka semua sudah tahu bagaimana Pak Suyitno menjabat sebagai wakil kelas. Pengalaman dari para kelas dua belas, banyak yang kecewa karena beberapa hal, entah nilainya yang kurang atau daftar hadirnya yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Mungkin itulah yang menjadi penyebab kenapa sebagian hanya diam saja.

Emak, Anakmu Kuliah?Where stories live. Discover now