17. Fokus Satu Titik

6 3 0
                                    

Masih perlu dikoreksi

Hari demi hari telah berlalu, dan tidak terasa ujian semester ganjil sudah selesai. Kini saatnya untuk mengetahui hasil perjuangan beberapa hari yang lalu.

Untuk kali ini, Ayumi sudah pasrah jika memang dia lagi-lagi harus keluar dari sepuluh besar. Dia sangat sadar dengan siapa lagi bersaing.

"Kamu kenapa?" tanya Fuji yang baru datang.

"Gak pa-pa."

"Lagi mikirin pembagian rapor ya. Sudahlah Mi dapat peringkat atau gak itu gak perlu dipikirkan. Secara kita sedang berada di kandang para manusia penuh ambisius."

"Iya Ji, aku juga sudah pasrah jika lagi-lagi harus keluar dari sepuluh besar. Bersaing dengan bubuhan Amel itu tidak mudah, apalagi ada anaknya Pak Suyitna, pasti makin terhempas aku tuh."

"Nasibmu masuk kelas ini."

"Kamu juga, gak nyadar, Mas?"

Obrolan tidak penting mengalir begitu saja. Mereka memang lumayan dekat, dan Ayumi suka karena temannya itu tidak baperan secara dia sudah punya gandengan. Jadi, dia lumayan tenang, setidaknya untuk waktu dekat tidak ada yang menggunakan perasaan.

Lagi-lagi Ayumi harus menunggu sampai siang untuk pembagian rapor dengan alasan Bu Damar belum datang. Semua teman seangkatannya sudah mendapatkan rapor bahkan sudah ada yang pulang duluan.

Suasana kembali tidak enak, jika ketika kelas sebelas dia bercanda ria dengan teman sekelas. Untuk kali ini sangat jauh berbeda, semuanya seolah terdiam penuh dengan kekakuan. Mungkin yang terlintas di kepala mereka masing-masing adalah peringkat berapakah aku?

Secara itu kelas unggulan yang isinya hanya berputar dengan nilai serta peringkat. Membayangkan saja berada di dalam sana sudah membuat pusing, apalagi yang sudah merasakannya seperti Fuji, yang notabenenya tidak terlalu serius dalam belajar.

Waktu terus berjalan, hingga tidak terasa Bu Damar selaku wali kelas, datang juga. Semua murid berhamburan masuk ke kelas. Terpancar binar ketidaksabaran dari setiap wajah murid-murid tersebut.

Dengan seksama, mereka mendengar petuah atau nasihat yang keluar dari mulut Bu Damar. Beliau mengatakan jika sebenarnya, dia tidak ingin menulis urutan peringkat di dalam rapot. Alasannya karena itu hanya akan menimbulkan kedengkian di hati setiap muridnya. Namun, karena tuntutan, akhirnya Bu Damar menulis angka itu.

Beliau berpesan jika peringkat tidak menjamin kesuksesan seseorang. Jadi, jangan sombong bagi yang mendapat peringkat dan yang tidak mendapat juga tidak boleh berkecil hati. Kesuksesan hanya bisa diraih oleh kerja keras, bukan nilai peringkat.

Setelah mengutarakan petuahnya yang hampir setengah jam itu, akhirnya Bu Damar membagikan rapot berdasarkan nomor urut absen.

Berhubung namanya berawalan A, maka Ayumi pun dipanggil ke depan. Dengan dada bergumuruh laksana seseorang yang hendak berperang. Setibanya di hadapan Bu Damar, dia langsung menandatangani kertas penerimaan rapor dan langsung mengambil benda hitam itu.

Ada rasa trauma ketika melihat benda itu. Namun, karena rasa penasarannya yang terlalu tinggi, akhirnya dia pun membukanya secara perlahan dan sembunyi-sembunyi. Ketika sudah sampai di kertas yang mengatakan peringkat sekian, dia langsung menutup benda itu secara seketika.

Kinar yang masih tegang menunggu panggilan namanya pun ikut terkejut. Dia langsung menatap temannya dan mengangkat alis pertanda jika dia sedang penasaran. Namun, Ayumi hanya menggelengkan kepala.

Iqbal yang berada di samping mejanya juga ikut penasaran dan mencolek lengan Ayumi untuk minta jawaban. Namun, lagi-lagi gadis itu menggelengkan kepala. Rasanya dia tidak percaya, perasaannya campur aduk.

"Nar, dapat peringkat berapa?" tanya Ayumi yang terlihat antusias.

"Gak tau, kamu juga gak kasih tau aku peringkatmu," ujarnya pura-pura kesal.

Mau tidak mau Ayumi pun memberitahukan peringkatnya, yaitu peringkat enam. Ada aura bahagia ketika mengucapakan angka itu. Dia merasa jika peringkatnya sudah kembali lagi.

"Sudah kuduga, sih. Kalau aku dapat peringkat dua," ujar Kinar sambil menyunggingkan senyumnya. Walau peringkatnya turun satu, tapi dia tetap senang, mengingat jika di kelas itu semuanya orang pintar gabungan anak unggulan dari MIPA 1 sampai MIPA 4.

Ternyata obrolannya itu tidak sengaja didengar oleh temannya yang bisa dibilang terlalu ambisius dalam hal peringkat. Awalnya sikapnya baik-baik saja terhadap Ayumi. Namun, setelah mendengar peringkatnya, langsung berubah, bahkan tatapannya pun ikut berubah.

Ayumi sempat syok dan kaget, tetapi karena nasihat dari April dan Kinar, dia pun kembali biasa-biasa saja.

***

Perubahan temannya semakin terlihat, teman yang awalnya saling bertukar pikiran. Sekarang seolah sedang bersaing dengan sangat sengit, ibarat ada tembok besar sebagai pembatas.

Ayumi sudah tidak terlalu peduli dengan hal itu. Fokusnya hanya satu, yaitu ingin kuliah. Waktunya dia habiskan hanya untuk mengerjakan soal walau minusnya hanya soal biologi. Dia lemah dalam hal hitungan, terkhusus pelajaran kimia. Entah karena dia tidak bisa atau karena ada masalah sama gurunya.

Intinya setiap kali melihat hitungan tentang kimia, minat belajarnya seketika buyar. Namun, anehnya ketika dihadapkan dengan tabel periodik, dia biasa-biasa. Itulah Ayumi dengan segala keanehan dalam dirinya.

"Baca kitab lagi, Mi?" tanya Iqbal sambil berdiri di depan meja Ayumi.

"Kitab?" Ayumi mengangkat alisnya, bukan tidak tahu maksudnya, tetapi lebih ke basa-basi saja.

"Lah, buku itu sudah kayak kitab. Baru lagi?"

"Hmm, iya."

"Mau kuliah di Samarinda, kan?" Entah kenapa Ayumi merasa risih jika ditanya-tanya seperti itu. Namun bodohnya, dia tetap saja membalasnya.

"Mau ambil di pulau Jawa atau gak di Makassar. Liat nanti aja." Iqbal hanya menganggukkan kepala sembari meninggalkan tempatnya berdiri, sementara Ayumi kembali berkencan dengan kertas dan pena.

Hidup itu memang harus terarah, harus punya tujuan yang tinggi. Kalau pun gagal, tidak masalah asal kita sudah berusaha sebaik mungkin. Gagal dengan segala perjuangan itu jauh lebih baik daripada gagal karena takut untuk melangkah.

TBC

Muara Badak, 26 September 2021

Mohon maaf part ini pendek aja, semoga terhibur.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 26, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Emak, Anakmu Kuliah?Where stories live. Discover now