11. Ulangan Semester

14 3 2
                                    

Beberapa bulan kemudian....

Gadis berparas cantik dengan penampilan yang begitu islami, sedang berdiri di depan kelas. Tampaknya dia datang terlalu pagi, sehingga belum menemukan siapa-siapa.

Sebenarnya, dia berangkat dengan adiknya, Nisa sama Fira hanya saja kelas tempat mereka ujian terpisah-pisah. Dengan gusar Ayumi bolak-balik layaknya setrikaan. Dia memang suka sesuatu yang sepi, tetapi jika sunyi dan gelap seperti itu dia tidak suka. Alasannya karena di kepalanya sudah bermunculan berbagai macam hantu yang pernah dia tonton. Membuat bulu kuduknya berdiri.

Jika suasana sunyi dan gelap sering dimanfaatkan oleh teman-temannya untuk belajar. Maka beda dengan dirinya, dia tidak bisa fokus, bawaannya hanya ingin mendengar aja. Jadi, tidak heran jika dia hanya menyuruh temannya yang sedang belajar mengencangkan suaranya agar dirinya juga bisa ikut belajar. Suatu metode yang super unik dan wajib dicoba apabila tidak suka membuka buku.

"Cepat banget kamu datangnya, Mi," ujar Fuji yang baru saja datang dan langsung mengambil tempat duduk di sampingnya.

"Harus dong, kan, pertempuran untuk naik kelas tiga. Jadinya harus semangat, jangan dikasih kendor."

"Halah gayamu, paling juga Iqbal yang peringkat satu." Ayumi langsung membuang mukanya, rasanya dia kesal jika ada orang yang meremehkan kemampuannya.

"Kita liat aja nanti, intinya aku pasti masuk lima besar," ujarnya dengan sangat bangga dan penuh keyakinan.

Selang beberapa menit dari kedatangan Fuji, satu per satu temannya sudah pada bermunculan sambil memegang buku. Ayumi sangat yakin jika hampir semuanya membawa kertas contekan, kecuali dirinya sama anak-anak yang anti menyontek salah satunya adalah Iqbal.

Ujian pun akan segera diselenggarakan, guru yang akan mengawasi mereka sudah ada di tengah lapangan menuju tempat Ayumi dan teman-temannya untuk ujian. Akbar sudah berdiri di depan teman-temannya guna untuk berbaris terlebih dahulu.

Ujian pertama yang hendak mereka lalui adalah bahasa Indonesia. Terlihat mudah, tetapi jika tidak teliti maka bisa berakibat fatal. Murid-murid juga mengatakan jika bahasa Indonesia merupakan pelajaran yang jawaban begitu panjang.

Ayumi pun membenarkan ucapan itu, karena dalam satu pertanyaan bisa menghasilkan beberapa jawaban dan itu semua lebih dari satu.

"Ais, kita gak bisa menyontek nih," celetuk Fuji secara tiba-tiba di samping Ayumi.

"Lah, kenapa?"

"Tuh liat pengawasnya, Pak Sulis," tukas Fuji sambil menunjuk guru yang sudah ada di pelataran kelas.

Ayumi hanya bisa berdehem karena gurunya sudah ada di depan mereka semua, siap untuk memeriksa perlengkapan ujian termasuk atribut pakaian.

Banyak temannya yang belum bisa masuk dengan alasan tidak menggunakan ikat pinggang, dasi, atau tanda pengenal sekolah yang biasanya ditempel di baju. Ayumi sedikit bernapas legal karena bisa dikatakan rapi, seluruh perlengkapan sekolah maupun pakaian melekat pada dirinya.

Setelah semuanya sudah lolos dalam pemeriksaan walau ada yang mendapatkan hukuman, ujian pun segera dimulai. Pak Sulis sudah membagikan lembar demi lembar soal yang lembar pertamanya sudah membuat kepala geleng-geleng.

"Suut, coba liat soal essaynya!" titah Permana dengan suara lirih.

Ayumi pun mengikuti ucapan temannya dan ketika sudah dibuka alangkah kagetnya dia. Di sana diperintahkan untuk membuat sebuah cerita pendek, yah kalau itu tidak terlalu susah baginya. Namun, dengan waktu yang super singkat itu apakah dia bisa. Ayumi hanya membalas Permana dengan senyum ragu-ragu.

***
Satu jam setengah sudah terlewati dan ujian pertama pun sudah berakhir. Setelah keluar dari kelas, sebagian temannya ada yang mencocokkan jawabannya dengan bertanya ke teman yang lain.

Ayumi tidak ingin mengungkit kembali jawaban atas ujiannya tadi. Dia takut jika yang dilihat kebanyakan salahnya daripada benarnya. Dia pun menghindari kerumunan dan mencari tempat yang sepi, bukan untuk belajar melainkan ingin menenangkan pikiran. Mengerjakan soal bahasa Indonesia cukup menguras energi, padahal ini baru bahasa belum jika itu matematika, fisika, atau kimia.

"Huft, susah juga tapi aku yakin jawabannya pasti banyak yang benar," ujarnya pada diri sendiri seolah memberikan suntikan untuk dirinya.

"Bagaimana ulangannya tadi, Beb." Ayumi langsung membalikkan badan karena kaget dengan suara itu.

"Ah kamu, kok bisa ke sini terus April mana?"

"Tuh," ucap orang itu sambil menunjuk April yang baru saja nongol.

Ayumi, April, dan Kinar berkumpul di tempat yang sepi. Namun, di antara ketiganya tidak ada yang membahas ulangan tadi, mereka sibuk mempelajari mata pelajaran yang akan diujikan kembali.

"Gak belajar, Beb?" tanya Kinar tanpa melihat wajah temannya.

"Gak, kamu baca keras-keras aja, biar aku dengar." Kinar pun melakukan apa yang diinginkan oleh Ayumi.

Pertempuran sesi kedua telah dimulai. Kali ini lebih agresif dibandingkan pertempuran pertama karena pengawasnya sangat kalem. Matanya hanya di depan gawai. Alhasil semua murid saling bertukar jawaban.

Namun, berbeda dengan Ayumi, gadis itu seakan pura-pura tuli dan buta. Walau suara temannya sudah sedikit keras dia tetap menundukkan kepala. Prinsipnya hanya satu, dia akan berbagi jika itu tugas harian. Namun, jika ujian dia tidak akan berbagi. Biarkanlah dirinya dibilang pelit, dia tidak peduli karena ketika dirinya mendapat ujian dari Allah tidak semua orang ingin berbagi dengannya.

"Mi, kamu pelit banget, sih, pura-pura gak dengar lagi," tegur Akbar ketika mereka sudah keluar dari kelas menegangkan itu.

"Bukan begitu. Aku memang gak pernah mau kasih jawaban jika itu ujian, kalau tugas harian atau PR, bolehlah. Kamu tau aku kan kayak apa."

"Hmm, iya, gak lagi deh aku minta jawaban sama kamu. Buang-buang waktu tau."

"Lah kok kesel, jangan kesal gitu. Ini kan sudah sering terjadi." Akbar hanya mengangkat alisnya tanda tidak paham.

"Jadi gini, teman kamu misal dapat ujian dari Allah, apakah kamu akan langsung bantu?"

"Hmm, kalau soal uang paling mikir-mikir dulu, apalagi kalau posisinya lagi gak punya uang."

"Nah, kamu mikir-mikir dulu, kan. Berarti sama, kalau aku mau kasih jawaban kudu mikir-mikir dulu hingga pada akhirnya memutuskan tidak memberikan jawaban tersebut."

"Ah terserah kamu aja deh, Mi, suka-suka hatimu aja. Aku mau pulang dulu ingat, besok masih ada ulangan." Ayumi hanya menyunggingkan senyuman sambil melihat temannya itu semakin menjauh.

Sepeninggal Akbar, Ayumi pun juga meninggalkan tempat tersebut. Dia ingin menemui Nisa dan Fira. Mereka sudah janjian jika sudah selesai ketemu di kantin aja biar enak. Dengan langkah pasti, akhirnya gadis itu sampai juga di kantin dan di sana sudah adiknya sama kedua temannya.

"Lama amat, Mi?" tanya Fira sambil memasukkan bakwan ke mulutnya.

"Ulangannya sedikit sulit," kilahnya sambil mengambil duduk di samping adiknya.

"Susah, atau memang gak mau keluar duluan. Biasanya juga kamu begitu," celetuk Nisa dengan jawaban benarnya.

"Sesekali mendekam di kelas gak ada salahnya, kan? Lagian enak aja gitu liat mereka saling melempar jawaban, tapi kalau dipikir-pikir memang ulangan tadi lumayan susah sih."

"Benar banget, aku pun juga rasa begitu."

Muara Badak, 10 September 2021

TBC

Emak, Anakmu Kuliah?Where stories live. Discover now