6. Perjalanan Olimpiade

11 7 2
                                    

Keesokan harinya, Ayumi kedatangan adik kelas. Fuji memanggilnya dari luar agar segera keluar dan tak lama batang hidungnya pun muncul.

"Ada apa?" tanyanya masih belum sadar dengan kedatangan adik kelasnya.

"Tuh dicariin sama adik kelas," ujarnya dan seketika Ayumi mengalihkan tatapannya ke arah anak laki-laki yang sedang berdiri dengan tegak bersama dengan temannya.

"Ada apa?" tanya Ayumi kepada adik kelasnya.

"Aku disuruh Bu Hana untuk ambil buku soal-soal latihan, Kak," balasnya dengan nada sopan.

"Oh kamu yang ditunjuk Bu Hana, ya. Oke sebentar, ya." Tanpa menunggu jawaban, Ayumi langsung berlari kecil ke dalam kelasnya.

Tidak lama kemudian, Ayumi keluar sambil membawa dua jenis buku yang tebalnya hampir sama. Dia menyodorkan buku tersebut dan langsung diterima oleh adik kelasnya.

Setelah buku sudah di tangan dia, adik kelas yang belum diketahui namanya langsung pamit. Ayumi kembali masuk ke kelas, sambil bertanya-tanya dalam hati nama adik kelasnya itu.

Wajar saja jika dia tidak tahu, karena selama ini waktunya hanya dihabiskan di kelas IPS. Namun, dia sangat menyesal akan hal itu. Andai waktu bisa diputar kembali dia akan belajar bersosialisasi agar tidak seperti orang asing.

"Eh itu tadi ngapain ke sini?" tanya Iqbal ketika dia sudah duduk di bangkunya. Kebetulan Rizky tidak masuk entah kenapa.

"Oh, dia minta buku kumpulan soal-soal biologi."

"Hmm gitu, tapi wajar aja sih kalau dia ikut soalnya waktu SMP aja sering ikut olimpiade. Anaknya pintar banget," jelas Iqbal dengan nada dan wajah serius.

"Kamu kenal?" tanya Ayumi yang sudah mulai penasaran.

"Kenal, dia salah satu anak berprestasi di sekolah terus dia juga masuk kelas unggulan kayak aku. Memang SMP 1 itu idaman, muridnya pintar-pintar terus gedungnya juga bagus beda sama SMP 2."

"Eh, enak aja, SMP 2 juga idaman tuh, lagian muridnya juga pintar-pintar," ujar Ayumi tidak mau kalah.

Perdebatan berhenti karena guru seni budaya masuk. Sebut saja namanya Pak Udin, beliau guru yang cukup disenangi sebagian muridnya. Alasannya karena beliau ketika mengajar diselingi candaan, sehingga tidak terlalu serius dan tegang. Namun, bagi murid yang tidak menyukai candaan dalam belajar kemungkinan akan bosan saat pelajaran itu berlangsung.

Materinya, yaitu membuat sketsa, segala perlengkapan mulai dari buku gambar, pensil, pewarna sudah tertata rapi di depan meja masing-masing. Ayumi memang suka dengan gurunya, tetapi jika disuruh menggambar dia menyerah ingin saja.

Ingatan membawanya ketika duduk di kelas sepuluh, saat itu kelasnya disuruh menggambar sketsa tangan. Memang sih hasilnya tangan, tetapi pencahayaan dan arsiran masih berantakan, sehingga gambarnya tidak ayalnya seperti gambar anak SD yang baru belajar. Nilainya pun standar, yaitu 75 sementara teman-temannya rata-rata 80an ke atas.

"Membuat sketsa itu butuh konsentrasi, bukan hanya sekali gores, selesai. Butuh kesabaran juga," jelas Pak Udin sambil mengelilingi kelas sambil melihat-lihat hasil kerja muridnya.

Raut lelah sudah tampak di wajah manis Ayumi. Kemungkinan di dalam hatinya menginginkan pelajaran cepat selesai atau Pak Udin berbaik hati menghentikan aktivitas tersebut dan mengisinya dengan cerita semasa dirinya kuliah dulu.

"Ril, buat lengkungannya bagaimana, sih, kok susah banget," tukas Ayumi di depan meja April.

"Sini aku bantu." April pun berbaik hati menambahkan goresan tangannya. Namun, itu percuma saja karena Pak Udin sudah mengambil penghapus dan seketika goresan itu berubah putih atau tidak ada sama sekali.

"Kerjakan sendiri, jangan minta bantuan. Bapak lebih menghargai hasil kerja sendiri daripada hasil manipulasi," ujar Pak Udin membuat Ayumi menundukkan kepala.

Alhasil, Ayumi mengulang kembali gambarannya. Walau tertatih-tatih dan harus menghabiskan beberapa lembar buku gambar, akhirnya karyanya selesai juga. Memang tidak terlihat bagus seperti milik temannya. Namun, ada rasa bangga di dalam hatinya karena bisa mengalahkan kebodohannya sendiri.

"Bagaimana, walau tidak bagus tapi rasanya senang, 'kan?" tanya Pak Udin ketika Ayumi mengumpulkan karyanya untuk dinilai.

"Iya, Pak," jawabnya malu-malu.

"Makanya percaya sama kemampuan sendiri. Soal hasil itu belakang, asal mau berusaha."

***

Tidak terasa waktu olimpiade tinggal satu hari lagi. Saat ini Ayumi sedang membaca ulang materi yang telah diberikan oleh Bu Hana maupun Bu Yani. Sebenarnya, dia diberi izin tidak sekolah agar bisa istirahat. Namun, Ayumi menolak dan tetap ingin sekolah. Alasannya karena jika tinggal di rumah rasa malasnya akan selalu datang. Namun, jika di sekolah dia akan termotivasi dengan murid-murid lainnya.

Sembari membaca materi, Ayumi juga kadang mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan hitungan. Dirinya memang tidak suka pelajaran yang ada hitungannya. Namun, karena rasa suka terhadap pelajaran itu mengalahkan semuanya.

Awalnya dia tidak bisa menjawab soal penyilangan di materi genetik. Namun, karena seringnya berlatih akhirnya dia bisa juga.

"Besok kita berangkat sore soalnya perjalanan jauh dan kemungkinan kita bermalam," ucap Bu Hana membuat Ayumi sedikit tersentak.

"Oh, baik, Bu," jawabnya dengan nada sopan.

Tidak terasa waktu terus berjalan dan hari yang ditunggu-tunggu datang juga. Ayumi, Iqbal dan Aulia sudah ada di rumah Bu Hana. Mereka masih menunggu Arham, Haeru, sama Ferdian.

Untuk membunuh rasa bosan, Ayumi kembali membuka buku, bukan untuk dibaca tetapi hanya sebagai pelarian semata. Menunggu membuatnya gelisah.

Setelah menunggu hampir satu jam lamanya, akhirnya mereka berangkat juga. Awalnya, Ayumi ingin duduk di samping saja agar dekat dengan jendela. Namun, sayang tidak bisa lantaran Aulia mabuk jalan begitu juga dengan Ferdian alhasil dia diapit sama orang yang kemungkinan akan muntah di tengah jalan.

Di kursi paling belakang terdapat Arham, Haeru, sama Iqbal. Tampak ketiga lelaki itu menikmati perjalanannya, bahkan baru beberapa meter, Iqbal sudah menutup matanya. Sangat jauh berbeda dengan Ayumi yang tidak bisa tidur.

Alunan selawat dan murotal terdengar merdu sesekali Ferdian ikut bersenandung. Namun, saat tape mobil dimatikan terjadilah kehebohan. Ferdian bersenandung dengan lagu yang lagi viral yaitu Cinta Dalam Istikharah.

Dengan tiba-tiba Iqbal pun ikut bernyanyi. Ayumi yang notabenenya suka bernyanyi walau suara tidak seberapa pun ikut walau kadang salah lirik. Dari situ dia mulai terkesima dengan selawat. Bukan hanya lagu itu yang dinyanyikan oleh adik kelasnya. Akan tetapi, beberapa lagu nasyid lainnya.

Ayumi sedikit terhibur walau harus merelakan telinganya mendengar suara muntah dari mulut Aulia. Yah, sejak beberapa meter mobil melaju, Aulia sudah bereaksi dan itu membuat Ayumi sedikit jengkel.

Beruntungnya dia gadis yang kuat tidak mudah terpengaruh. Andai dia mudah terpengaruh, entah bagaimana nasib orang yang ada di dalam mobil tersebut. Para laki-laki yang duduk di belakang pun, terkadang menegur Aulia karena tak henti-hentinya muntah. Mungkin rasa tidak enak sudah hinggap di hati gadis malang itu. Namun, bagaimana lagi, suaranya begitu tidak nyaman didengar.

Muara Badak, 21 Agustus 2021

TBC

Emak, Anakmu Kuliah?Where stories live. Discover now