Bab 3. Tanpa Dendam

8.7K 291 6
                                    

BAB 3

TANPA DENDAM


Baiklah Mas Bayu, batinku. Aku hanya akan meninggalkan kenangan manis untukmu. Aku tak akan meninggalkan dendam. Waktu yang tersisa akan kubuat untuk membahagiakanmu. Apalagi aku selama ini bersandiwara untuk tidak tahu apapun denganmu. Dan kurasa, engkaupun bersandiwara seolah tak ada perbedaan sikapmu padaku. 

Berusaha mencintai seseorang, dan saat sudah berhasil mencintai ternyata dicampakkan, bagaimana rasanya? Pedih bukan? 

Tetapi apakah kepedihan harus di balas dengan kepedihan yang sama? Akan kupilih jalanku. 

Aku memang memilih pergi. Selain karena aku tak sanggup menerima kenyataan perihnya cinta diduakan, aku memilih melupakan. Dan yang terpenting lagi, dengan aku pergi, Mas Bayu tidak perlu kesusahan mencari alasan untuk membohongiku kelak. 

Atau, apabila dia jujur pun, bukankah tetap akan terasa perih. 

“Aku lapar. Kamu masak apa?” tanya Mas Bayu mengagetkanku. Pria itu baru saja usai dari kamar mandi. 

Biasanya dia akan mengecek ponselnya jika keluar dari kamar mandi. Sore ini tidak. 

Mungkin saja dia tidak sedang menunggu sesuatu yang penting. Atau, dia sedang berpura-pura mencintaiku. 

Kupejamkan mata ini. Mengapa jadi begini rasanya. Seharusnya aku tak perlu tahu apapun agar yang kulakukan menjadi ikhlas. Jika sudah begini, aku harus menanggung nyeri setiap saat. 

“Mmm, sop buntut, Mas. Ayo kita makan,” ajakku sambil menyunggingkan senyum terbaikku. Aku pintar bersandiwara, bukan?

Mas Bayu mengangguk. Lalu mengekoriku menuju ruang makan kami yang jadi satu dengan dapur. 

Meskipun aku bekerja, kamu tak punya ART. Aku selalu merapikan rumah sebelum kami berangkat kerja. Rumah kami tidak terlalu besar, dan kami hanya tinggal berdua. Jadi memang belum memerlukan ART. Aku juga yang memasak setiap hari. Tepatnya masak untuk makan malam, karena paginya biasanya kami hanya makan sesuatu yang simple. Segelas susu dan setangkup roti dengan selai. 

Segera kusiapkan makan malam untuk Mas Bayu. Hari-hari terakhir bersamanya, sengaja aku memasak makanan spesial untuknya. Makanan favoritnya jika kami keluar makan. Aku dulu memang tidak jago masak. Tapi untuk mencuri hatinya, ibuku memintaku belajar masak. Toh sekarang bisa melihat resep berbagai masakan dari channel yout*be. 

“Tumben kamu ngga lembur, Mas?” tanyaku membuka pembicaraan. 

“Ngga. Semua pekerjaan sudah aku selesaikan. Oh ya, aku juga akan keluar kota minggu depan,” ujar Mas Bayu datar sambil terus menyendok sup di mangkuknya. 

Mataku sedikit memicing. Ada apa keluar kota? Tapi dia tidak bilang urusan pekerjaan. Tapi, aku memang selama ini tidak pernah bertanya tentang urusan pekerjaannya. Hal ini karena pekerjaannya jauh beda dengan pekerjaanku. Sehingga untuk hal-hal teknis, kami jarang membicarakannya. Paling, kami membicarakan hal-hal umum saja. 

“Kamu pergi berapa hari, Mas?” akhirnya kutanya juga. Kuanggap aku paham kalau dia keluar kota untuk bekerja. Aku tak mau mencecarnya, biar dia merasa nyaman dan aku layak dipercaya. 

Biarkan Aku Pergi / KETIKA DIRIMU MENDUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang