Bab 8. Sakit

10.2K 336 7
                                    

Bab 8. Sakit.


--Pov Fahira--


Malam itu, Mbak Nadine mengantarkanku sampai kosan. Sedangkan sepedaku masih ditinggal di warung makan milik Mbak Nadine. Mayang masih menemaniku di kamar meski aku sudah menyuruhnya pulang.

"Kamu istirahat aja, Fa. Kata Mbak Nadine, besok kamu tidak usah kerja dulu," ujar Mayang.

Aku menatapnya lekat. Jangan-jangan gara-gara insiden ini, Mbak Nadine memecatku? Padahal aku baru mulai bekerja di tempatnya. Dan aku suka kesibukan yang seperti itu. Membuat hariku berjalan lebih cepat.

"Kalau kamu udah sehat betul, baru kasih tahu ke Mbak Nadine aja," tambah Mayang.

"Tapi aku merasa sehat, May," ujarku. Aku sejatinya takut kehilangan kesempatan bekerja di warung milik Mbak Nadine.

Bagiku, ini adalah kesempatan berharga dapat pengalaman bekerja di sini.

"Sudah, jangan dipaksa. Kalau kamu pingsan lagi, yang repot ngga hanya kamu. Tapi, Mbak Nadine juga bisa kena masalah, memperkerjakan kamu," ujar Mayang.

Aku lalu mengangguk mengerti. Di Belanda tidak seperti di Indonesia, dapat memaksa-maksa bekerja karena butuh uang.

Di sini pemilik kerja bisa terkena undang-undang kalau melanggar hak asasi pekerjanya.

Okelah. Aku mengalah.

"Sebaiknya kamu ke dokter, deh. Siapa tahu kamu punya sakit apa gitu," tambah Mayang.

"Ya, lihat besok aja. Aku sih merasa sehat tidak punya penyakit apapun," ujarku lagi.

Mayang hanya mengedikkan bahunya, lalu dia pamit kembali ke kamarnya.

Aku memilih selonjoran di ranjangku. Kakiku benar-benar capek. Padahal baru empat jam bekerja. Gimana kalau tiap hari, ya?

Tadinya aku merasa bekerja dengan gaji 7 euro perjam lumayanlah. Hanya bekerja beberapa jam saja kali berapa hari, bisa nambah tabungan. Tapi, sekarang aku baru paham, ternyata tidak ringan juga bekerja di warung.

Tiba-tiba aku ingat orang-orang di Indonesia yang bekerja di warung makan di Indonesia. Sudah capek seperti ini, gajinya tidak seberapa. Belum lagi tak ada pensiun kalau sewaktu-waktu berhenti kerja ataupun jaminan sosial.

Duh, kenapa aku malah berpikir sampai jauh begini, ya? Mungkin juga karena aku bekerja di lembaga riset bidang sosial yang tiap hari melakukan survey ke masyarakat menengah ke bawah.

--

Sebelum ke kampus, aku mampir ke warungnya Mbak Nadine. Niat hati ingin mengambil sepeda, sekalian memberitahu ke Mbak Nadine, kalau aku sehat-sehat saja. Biasanya warung buka jam 12.00. Jam segini biasanya Mbak Nadine sudah datang untuk siap-siap dan masak.

"Goede morgen!" sapaku sambil masuk ke warung yang pintunya masih tertulis closed itu.

Tapi, mendadak, kepalaku terasa pusing. Perutku terasa teraduk-aduk.

Biarkan Aku Pergi / KETIKA DIRIMU MENDUAWhere stories live. Discover now