Bab 12 (c)

10.7K 330 15
                                    

“Nabila, gimana perkembangan pekerjaanmu?” tanyaku saat aku pulang ke rumah Nabila. 

Ini sudah satu bulan dan aku belum mendapatkan kabar kalau Nabila sudah mendapatkan pekerjaan. Paling tidak dengan dia bekerja ada aktifitas lain selain seharian hanya di rumah dan tidak produktf. Apalagi dia suka berbelanja. Ditambah sekarang ada ART, tentu saja pengeluaran juga bertambah. 

Dulu, aku tak sampai berpikir sedetail ini. Jika ada dua rumah, berarti pengeluaran dua kali lipat. Apalagi dengan kenyataan kalau pengeluaran Nabila jauh lebih besar dari pengeluaran Fahira. Tentu saja kepalaku semakin berdenyut. 

“Sebenarnya sudah ada beberapa panggilan. Tapi aku tidak cocok. Gajinya terlalu kecil,” ujarnya. 

Aku hanya menghela nafas. Memang bagi seseorang yang sudah tahu uang dia akan bisa mendefinisikan gaji besar dan kecil. Apalagi Nabila termasuk yang boros. Beda dengan lulusan fresh graduate yang biasanya masih mau kerja dengan gaji standard karena masih idealis mencari pengalaman. 

“Sudahlah, tidak perlu terlalu idealis. Yang penting cukup buatmu dulu,” ujarku. Aku sendiri menuntut dia segera dapat kerja, karena aku tak yakin akan dapat bertahan berapa lama. Apalagi kondisi hidup dengan papa dan mama nya yang mengikutinya. Apakah aku jahat? Apakah aku kurang ajar? Mungkin iya. Tapi seandainya aku tahu sebelum aku menikahinya, mungkin aku sudah menyiapkan mental dan mengerti kondisi ini. 

Ah, lagi-lagi memang semua ini karena aku buta oleh cinta. Hingga otakku tak dapat berpikir dengan logika. 

--

Pagi ini keinginanku sudah bulat. Aku ingin menemui Faisal. Pasti dia tahu banyak hal. Kubuang jauh-jauh rasa gengsi dan harga diriku. 

Sudah satu bulan lebih aku tak tahu kabar Fahira. Suami macam apa aku ini? 

Aku bergegas masuk ke ruangan Faisal. Aku jarang masuk ke tempat ini sebenarnya. Setelah bertanya pada staf yang duduknya paling ujung dekat pintu, aku segera bergegas berjalan ke arah kubikel di mana Faisal bekerja. 

“Datang juga kamu,” ujarnya dingin. 

Dia segera beranjak untuk mengambil kursi lipat yang biasanya digunakan untuk keperluan insidentil. Setelah membuka kursi itu di sebelah kursinya, dia menyuruhku duduk di sana. Aku hanya mengamati apa yang sedang dicarinya di layar komputer itu. 

Tak lama, terbukalah suatu akun medsos dari seseorang. Entah siapa. Kutaksir itu adalah teman Faisal yang mungkin juga teman Fahira. 

“Lihat!” ujarnya sambil menunjukkan sebuah foto yang terdiri dari beberapa orang di sana. Sepertinya acara resmi. Sebagian besar mereka memakai baju batik. Aku masih tidak mengerti apa maksudnya sampai Faisal menunjuk salah satu wanita yang berpose di barisan belakang. 

Mataku serta merta membulat. 

“Fahira!”

BERSAMBUNG....

Vote dan komentarnya, plissss...plisss...plisss...😊😊😊

Biarkan Aku Pergi / KETIKA DIRIMU MENDUAWhere stories live. Discover now