7

127 38 45
                                    

Selama perjalanan tak ada satupun dari keduanya yang berusaha membuka percakapan. Suna fokus pada jalanan sedang (Y/n), fokusnya selalu teralihkan pada apapun yang mereka lewati dengan bising arus jalan yang menjadi latar suara.

Perlahan Suna menghentikan motornya di depan rumah sederhana bercat putih. Langsung saja laki-laki itu meninggalkan (Y/n) sendiri dengan mata yang menjelajah ke setiap sudut rumah.

"Ini rumah lo?" tanya (Y/n) sekembalinya Suna.

"Ngontrak? Iya." sembari menyodorkan helm half face hitam.

"Nggak bareng keluarga yang laen?" Suna yang baru saja tengah mengecek kamera segera menghentikan gerakannya sebelum menyibukkan diri dengan motor dan kembali merajai jalanan.

"Gua kabur dari rumah." Katanya di sela-sela kebisingan, nyaris tak terdengar (Y/n).

"So-sori."

"Bukan salah lo, lagi." Sahut Suna dengan entengnya, tak terdengar emosi di sana selain kekehan kecil yang mengikuti. "semua salah keluarga gua dan gua yang gabisa ngelawan sampe akhirnya sadar kalo gua lagi nggak hidup."

(Y/n) diam mendengarkan, tak sedikitpun berniat membuka suara barang sedikitpun.

"Gua dari awal udah tertarik sama fotografi," semakin lama jalanan semakin minim dari pengendara lain, terdengar jelas kini setiap detail nada yang diucapkan lelaki itu. Tidak kaya akan emosi tapi, cukup membuat pendengarnya mengerti hal apa yang pernah dilalui. "tapi keluarga pengen gua ngambil kedokteran. Dari sana gua mutusin pergi, semua temen gua paham dan bisa diajak kompromi sampe hidup gua bisa setentram sekarang."

(Y/n) hanya mengangguk, masih memproses informasi penting yang baru saja dia terima. Pertama kali baginya menemui seseorang yang dengan mudahnya menceritakan sisi kelamnya. Rasa kagum, prihatin dan kaget bercampur menjadi satu.

Keduanya tak lagi ada yang membuka suara, masih menikmati keheningan di antara mereka sampai samar samar Suna menyenandungkan sepotong lagu yang sesekali di sahuti gadis di belakangnya.

Senandung itu perlahan berganti dengan suara rendah sebelum sepenuhnya menjadi kumpulan nada dan irama indah. Cukup mengejutkan bagi (Y/n) mengetahui jika Suna tidak hanya lihai memetik senar tapi, suara beratnya berhasil menciptakan irama yang sanggup memanjakan telinga.

Perjalanan yang mereka lalui cukup panjang. Dari jalan besar yang dipadati rumah penduduk sampai jalan tikus yang menyuguhkan rindangnya pepohonan. Kini, menoleh sedikit maka mata akan dimanjakan pemandangan laut dari ketinggian, hanya beberapa kilometer lagi dan segarnya aroma laut akan segera mengisi penuh paru-paru.

Dua jam perjalanan yang membuat pinggang pegal dibayar sepadan dengan pemandangan indah yang disuguhkan, ditambah pasir putih lembut yang sesekali menyapa kulit.

Meninggalkan motor di tempat yang sudah disediakan, keduanya kini menghampiri tepi pantai, menikmati keindahan lebih dekat. Sejenak semua beban menghilang.

Selagi (Y/n) masih menikmati apa yang ada di depannya, Suna segera memisahkan diri dan menghampiri bebatuan tak jauh dari tempatnya.

Matanya menelusuri sekitar. Pulau di kejauhan, beberapa kapal yang tengah berlabuh dan Gazebo di tengah laut. Hanya dengan melihat apa yang ada di sekitarnya belum cukup membuatnya yakin apa yang harus ia tangkap di lensa kameranya.

Mengatur lensa kameranya, Suna kembali menyisir sekeliling dan memutuskan mengambil jepretan pertama di mana terlihat kapal yang tengah berlabuh di dermaga. Terlihat absurd memang tapi, cukup untuk menjadi pemanasan baginya.

 Terlihat absurd memang tapi, cukup untuk menjadi pemanasan baginya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
𝙰𝚗𝚊𝚕𝚐𝚎𝚜𝚒𝚔 || Sunarin ✔Where stories live. Discover now