13

88 29 46
                                    

Kali ini kantin tidak terlalu ramai dan Tsukishima memutuskan untuk menjadikannya sebagai tempat pengakuan dosa. (Y/n) sebagai pesakitan dengan patuh memberitahukan apa yang terjadi sebelumnya dari A sampai Z, tidak kurang dan tidak lebih.

"Jadi ayah lu balik?" tanya Tsukishima memastikan yang hanya di jawab anggukan dari (Y/n). Dia masih merasa bersalah karna melibatkan temannya ini.

Dia tak bisa membayangkan betapa paniknya Tsukishima saat itu hingga membuatnya menelpon lebih dari sepuluh kali, di tambah dengan lingkaran hitam di bawah mata, membuat (Y/n) yakin jika Tsukishima kekurangan tidur semalam. Dengan semua yang terpampang jelas di matanya, mana mungkin dia tidak merasa bersalah, bukan?

"Kenapa nggak minjem ponselnya Suna?" tanya tsukishima dengan tatapan tajam. Jika saja sebuah tatapan benar benar bisa melukai, kepala (Y/n) sudah pasti berlubang saat ini.

(Y/n) berpikir sejenak, menimbang apakah harus berkata jujur atau membuat sebuah alasan. "Nggak enak gua." Jawab (Y/n) jujur. Jika di pikir ulang, andai kata dia menjawab dengan alasan lain, Tsukishima pasti bisa mengetahuinya dan semua akan menjadi runyam.

Entah ini sebuah mukjizat atau kutukan, setiap Tsukishima dalam mode kesal dia seakan bisa mengendus sesuatu hal yang janggal dan pasti akan menemukan kebenarannya.

"Nggak enak, nggak enak," nada bicara yang ketus membuat (Y/n) semakin menundukkan kepalanya, tak berani barang hanya melirik sedikit tampang Tsukishima kali ini. "kalo lu sampe di apa-apain gimana?"

Baru saja (Y/n) akan membuka mulutnya, Tsukishima sudah kembali membuka suaranya. "Suna itu cowo, (Y/n)," kata Tsukishima dengan memijat pangkal hidungnya. Dia sama sekali tidak mengerti jalan pikiran temannya ini. Dia pikir Suna itu apa? Kucing yang bisa seenaknya diajak bermain? Dia itu singa yang bisa menerkam kapan saja! "lu harus bisa lebih hati hati, apalagi sama orang baru kek dia."

(Y/n) terdiam, mengiyakan perkataan temannya ini dalam hati, dia menyesal tidak menerima tawaran Suna saat itu. "Maaf..." katanya dengan nada lemah yang tentu saja membuat Tsukishima tak bisa melanjutkan acara marah marahnya.

Apa apaan tatapan sok melas itu?! batin Tsukishima kesal.

Dengan kasar dia mengusap wajahnya, Tsukishima benar benar tak kuat jika di hadapkan dengan wajah memelas temannya satu ini.

"Makanya besok besok pikir dulu, jangan asal ngomong." dengan nada lebih lembut, mengendurkan aura hitam yang sebelumnya menguar dari Tsukisima.

"Iya..." dan sebuah tepukan di pundak, sukses membuat (Y/n) terkejut, membuatnya refleks menoleh.

"Yo!" sapa seseorang yang baru saja datang dengan santainya.

(Y/n) menatap orang itu, senyum yang lebih terlihat seperti seringai, rambut yang berantakan dan runcing keatas serta mata sipit dengan pupil layaknya kucing yang menjadi sorotan. Entah mengapa dia merasan tidak nyaman berada dekat dengan orang ini.

Suasana hati Tsukishima sedang tidak baik kali ini dan dengan ajaibnya orang ini datang, membuat semua semakin memburuk.

dengan sinis Tsukishima menatap orang yang baru saja datang, merasa tidak senang dengan kehadirannya. "Ngapain lu kesini, Kuroo?" alih alih merasa tak nyaman, orang yang di panggil Kuroo itu justru menampakkan wajah jahilnya.

"Orang orang pada ngeliatin, tuh." Kata Kuroo dengan enteng dan membuat isyarat dengan jempolnya, dua lainnya segera mengikuti arah yang di tuju hingga jatuh tepat pada beberapa pasang mata yang mendongak menatap mereka.

Kampus ini memiliki beberapa kantin yang memilik struktur berbeda satu sama lainnya dan kantin tempat mereka saat ini memiliki struktur berundak undak dengan mereka yang kali ini berada di bagian paling atas.

𝙰𝚗𝚊𝚕𝚐𝚎𝚜𝚒𝚔 || Sunarin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang