20

93 24 5
                                    

Sepanjang perjalanan (Y/n) terdiam dan hanya menatap keluar jendela dengan tatapan kosong, terdapat sedikit sirat kepedihan disorot mata itu yang membuat Tsukishima tak berani membuka suara walau dia begitu mengkhawatirkannya.

Perjalanan dalam keheningan pun berakhir saat Tsukishima memarkirkan mobilnya garasi. Dengan sigap dia segera keluar dan membuka pintu samping.

(Y/n) yang tak lagi memiliki kekuatan untuk sekedar berjalan pun hanya bisa pasrah menerima bantuan temannya itu untuk kemudian di bawa melewati pintu depan dengan sedikit mengendap endap.

Dengan setengah memeluknya, Tsukishima berusaha membawa perempuan itu ke kamarnya di lantai dua tanpa membuat suara.

"Kei," dan tanpa diduga, Akiteru- kakak Tsukishima berjalan ke arah keduanya.

"Kakak?" kata Tsukishima nyaris seperti bisikan dengan wajah paniknya.

Sadar mata sang kakak yang telah menangkap keberadaan (Y/n), cepat cepat cepat dia menarik (Y/n) lebih dekat dengannya.

Namun, seberapa besar pun usahanya, mata Akiteru sudah terlebih dahulu menangkap kejanggalan pada gadis yang sudah ia anggap adik perempuannya sendiri itu.

Dengan tatapan khawatir Akiteru membuka suara. "(Y/n), kamu kenapa?" tak langsung mendapat jawaban yang diinginkan, dia langsung menatap adiknya yang sudah terlebih dulu mengalihkan pandangan, tak berniat menjelaskan apapun. "(Y/n)..." lagi, dia berusaha menarik perhatian sang gadis dan kali ini Akiteru juga berusaha menjangkau (Y/n).

"Kami ke atas dulu kak." Belum tangan sang kakak menggapai (Y/n), Tsukishima sudah terlebih dahulu bergerak dari tempatnya, membuat tangan Akiteru hanya menggapai udara kosong.

"(Y/n), ada apa denganya...?" gumam Akiteru dengan matanya yang masih menatap punggung rapuh (Y/n) sampai akhirnya menghilang setelah menaiki tangga menuju kamar sang adik.

.

.

.

.

.

Osamu tak pernah mengira akan terjebak dalam kemacetan total selama hampir tiga puluh menit di saat saat genting seperti ini.

Kesal? Tentu saja! entah sudah berapa kali dia menekan klakson dengan emosinya dan hanya mendapat sahutan klason dari pengendara lain.

Melirik ponselnya di jok penumpang, membawa pikirannya kembali teringat isi pesan Tsukishima beberapa waktu yang lalu.

'(Y/n) udah sama aku tapi, bener bener keliatan nggak baik baik aja'

Apa yang terjadi? Apakah (Y/n) terluka? Apakah ada yang terjadi padanya? Kepalanya benar benar sakit hanya dengan memikirkan arti dari satu kalimat itu.

Entah sudah berapa menit berlalu, akhirnya kendaraan di depan pun mulai bergerak. Tanpa membuang waktu Osamu segera mengikuti laju kendaraan di depan yang begitu pelan hingga akhirnya pangkal dari kemacetan ini mulai terlihat.

Sebuah pohon besar yang jatuh ternyata memalang di tengah jalan dan kini tengah digotong menjauh dari jalanan.

Wajah kesal Osamu perlahan mulai kembali tenang walaupun apa yang ada di permukaan berbanding terbalik dengan pikirannya yang bosa di samakan dengan laut yang tak pernah tenang walau sedetik.

Melihat kesempatan, dia segera tancap gas melajukan mobil ke rumah Tsukishima. Matanya terlihat sangat fokus pada jalanan tapi, siapa yang tahu apa yang tengah dipikirkan kepala yang dipenuhi banyak pikiran itu.

Lamanya waktu perjalanan pun tak lagi terasa hingga akhirnya mobil telah terparkir tepat di depan rumah yang ia kenali.

Menghembuskan napas kasar, Osamu berusaha menormalkan emosi yang berkecamuk di benaknya sebelum beranjak keluar dari mobil. Dengan langkah tegas dia memasuki pekarangan rumah kediaman Tsukishima untuk kemudian mengetuk pintu putih di depannya beberapa kali.

𝙰𝚗𝚊𝚕𝚐𝚎𝚜𝚒𝚔 || Sunarin ✔Where stories live. Discover now