16

86 33 44
                                    

Matanya menatap lurus kedepan. Dengan tatapan dingin Osamu memandang Suna, yang langsung memancing amarah dan kesedihannya. Ingatan hari itu kembali menyeruak di pikirannya.

Matanya memerah, amarahnya meluap, air mata pun nyaris membeludak saat itu juga. Dengan kasar dia menyeka bulir yang menghalangi pandangannya dan menarik napas panjang sebelum menghembuskannya kuat.

Setelah mematikan mesin mobil, Osamu langsung beranjak keluar dari mobilnya, perlahan lahan keluar dari bayang bayang malam dan menatap Suna dari mata ke mata.

Ah... apa lo liat muka Suna sekarang, Tsum? Batin Osamu. Dia bener bener ketakutan sekarang.

Dan menghentikan langkahnya dengan tatapan fokus pada orang di depannya saat ini. "Yo Suna." Kata Osamu dengan nada sarkas. "haven't seen you for ages."

"O-Osamu?" siapa pun dapat dapat mendengar nada panik di sana. "lo ke sini juga?" seakan menyesali apa yang ia ucapkan Suna segera mengunci rapat mulutnya, takut mengatakan hal bodoh lainnya.

Osamu di lain pihak segera memberikan tatapan tajam, rasanya jika pandangan bisa membunuh seseorang, dapat di pastikan Suna saat ini sudah tergeletak tak bernyawa di sana.

Satu langkah Osamu bergerak maju. "Inget kejadian waktu itu?" merasakan hawa yang menusuk, Suna mundur selangkah dengan dirinya yang berusaha tenang di saat hatinya bergemuruh.

"Jangan bilang lo lupa." Kembali Osamu bergerak sedang Suna menjaga jarak. "gua aja masih bisa inget dengan jelas semua ditailnya."

"Gua nggak ngerti apa yang lu omongin." Jawab Suna kembali menjaga jarak.

Tangannya mengepal, satu dorongan lagi dan darah akan meluncur indah dari telapak tangannya. Namun dengan cepat Osamu membawa kepalan itu menghantam wajah orang di depannya. "Ini buat Atsumu!"

Saat itu juga sisi bibir Suna pecah, menampakkan secercah yang perlahan meluncur dari sana tapi, dia sama sekali tidak menampakkan raut apa pun. Suna menerimanya dengan pasrah karna dia merasa itulah yang memang pantas dia dapatkan. Bahkan jika sebuah moncong pistol berada di dahinya saat ini, dia bisa mengerti.

Sekali lagi kepalan tangan itu menghantam sisi lain wajah Suna. "dan Ini buat (Y/n)!" mendengar nama yang dikenalnya, mata Suna membelalak.

(Y/n)?

Lagi dan lagi wajah itu dihantam kepalan bengis Osamu. "Apa belom puas sama apa yang lo lakuin ke Atsumu, ha?" amarah sudah tak lagi dapat terpendam saat ini. "Belom puas sama yang udah lo lakuin dan sekarang lu mau nyakitin adek gua?!"

Pecahan pecahan ingatan saat Atsumu meregang nyawa di depan matanya masih teringat jelas di ingatan. Wajah penuh emosi sang adik saat itu pun masih menyisakan luka basah di hatinya.

Kepalan Osamu masih terus menghantam Suna, menyalurkan amarah yang selama ini terpendam di balik wajah datarnya. Dengan pikiran, 'pria itu pantas mendapat semua ini', Osamu melanjutkan aksinya.

Dengan kaki yang tak lagi kuat menahan bobot tubuhnya, Suna tumbang. Meninggalkan kepalan Osamu menghantam udara kosong.

Wajah Suna telah dipenuhi memar biru, rasa sakit pun segera menjalar ke setiap inci tubuhnya. "(Y/n)..." bisik Suna lirih.

Tanpa memedulikan Suna yang tergeletak dengan tatapan kosong, Osamu berdiri dengan tatapan mengancam. "Pergi dari kehidupan adek gua!" kata Osamu tegas. "Lo cuman jadi benalu yang bakal ngerusak adek gua!" Dengan itu dia kembali ke mobil dan meninggalkan Suna yang masih terdiam membeku di tempatnya.

.

.

.

.

𝙰𝚗𝚊𝚕𝚐𝚎𝚜𝚒𝚔 || Sunarin ✔حيث تعيش القصص. اكتشف الآن