8

108 31 26
                                    

"Ngapain ke sini?"

"Emang cuman lu doang yang boleh ke sini?" duduk di antara akar besar yang mencuat dari bawah pohon rindang, (Y/n) membuka buku sketsanya dan mulai mengisi ruang kosong di kertas putih.

"Gaada kerjaan selain gangguin gua, ya?" tanya Tsukishima sarkas. Matanya sesekali melirik teman di sampingnya.

"Jahat banget sih sama sahabat sendiri." balas (Y/n). "lagian gua nggak gangguin lu ko. Kebetulan di sini enak dan kebetulannya lagi juga ada lu, jadi gua nggak sendirian."

Tsukishima tak membalas dan kembali fokus pada buku di pangkuannya. Sesekali mendorong bingkai kacamatanya dan mencari posisi duduk yang nyaman.

Tak ada yang membuka suara untuk beberapa menit kedepan, keduanya tenggelam pada dunianya masing-masing. Benar benar tentram tanpa ada yang mengganggu, minus rasa kesepian.

Tak lama notifikasi ponsel (Y/n) merobek keheningan singkat itu. Dengan cepat dia menyingkirkan buku sketsa di tangan dan merogoh tasnya, tak ingin memperpanjang gerutuan Tsukishima.

Sesekali Tsukishima melirik teman di sampingnya ini dari sudut mata dan satu kali itu dia melihat (Y/n) tengah tersenyum tipis. Apapun penyebabnya dia merasa tidak nyaman.

"Siapa?" (Y/n) yang baru saja menyimpan kembali ponselnya segera menoleh dengan tatapan bingung. "yang tadi." Lanjut Tsukishima.

"Ah," mulai menjelaskan hal selama dirinya tidak ada. "temennya Semi yang minta bantuan gua buat kontes fotografinya."

"Semi?"

"Iya, temen satu bandnya." Dan kembali merogoh tas sebelum membongkar galeri ponselnya. "ini orangnya."

Melihat foto di layar ponsel sekilas sebelum menatap (Y/n) dengan tatapan yang tak dapat dimengerti.

"Apa?" (Y/n) risau melihat temannya ini tidak mengucapkan kalimat sarkasnya, dia khawatir Tsukishima mendadak sakit dan membuatnya menjadi aneh.

"Lu udah kenal sejauh mana?"

"Ha?"

"Kak Samu tau?"

"Tau, gua kan cerita terus sama kak Samu." Jawab (Y/n) sangsi. Tsukishima terdiam sejenak lalu menutup bukunya. "lu kenapa sih, gua jadi takut tau."

Lagi lagi (Y/n) hanya mendapat tatapan aneh Tsukishima. Sangat tidak cocok pemuda di sampingnya ini ketika menampakkan raut serius dan menatapnya tanpa mengucapkan satu katapun, terlihat sangat bukan dirinya.

"Lu nambah pikiran gua aja!" kata Tsukishima dengan raut kesal, (Y/n) hanya bisa diam memandangi pemuda yang beranjak meninggalkannya.

"Lah gua salah apa, Tsukishima?!" dengan jerit tertahannya sembari mengikuti si pemuda yang mulai menjauh.

.

.

.

Kedai onigiri Miya malam ini tengah ramai ramainya, dari jendela depan terlihat Osamu dan beberapa pekerja lain yang tengah melayani antrean pengunjung.

Dari balik jendela depan, (Y/n) berdiri dengan matanya yang memandang lekat sang kakak. Dengan apron yang membingkai figur, senyum yang tak sedikit pun memudar di wajah dan Onigiri di tangannya, membuka ingatan lama.

Ia kembali teringat dimana mereka bertiga makan malam di Kedai ini. Onigiri yang menyentuh lidah, kehangan di sekeliling dan tawa mereka masih sangat jelas diingatannya.

Menghembuskan napasnya kasar, (Y/n) mendongak, berusaha menahan air mata yang siap jatuh di pelupuk mata.

Selama ini, setiap detiknya, setiap langkahnya, dia masih terbelenggu ingatan akan Atsumu. Semua tempat memiliki kenangan bersama sang kakak dan sangat sulit dihapus, membuatnya serasa menjadi pesakitan yang terbelenggu di balik jeruji besi.

𝙰𝚗𝚊𝚕𝚐𝚎𝚜𝚒𝚔 || Sunarin ✔Where stories live. Discover now