23: karena dia kakak

737 112 7
                                    

wait sebelum dimulai

oke silahkan dibacaaa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

oke silahkan dibacaaa

-

salah satu cara mengapresiasi bacaan gratis ini dengan menekan bintang di pojok kiri bawah karena aku menulis ini dengan sepenuh hati seperti malika yang dirawat seperti anak sendiri ♡

❬ ⸙: ✰❛ finding mommy; ❀❜ ❭

Lembar pertama sudah dimulai dengan sebuah kisah, isinya bukan sumpah serapah, bukan pula tentang ibu yang pergi dari rumah.

Ini tentang Adam dan Hawa yang entah keberapa. Tentang jejak-jejak kaki yang tertinggal di belakang luka. Dan lantunan melodi semu dari sebuah harpa yang katanya adalah harsa. Sebastian lupa, dia juga bisa jadi sendu.

Bulan menyorot mereka lewat cahayanya yang hangat, sementara angin yang bertiup dari arah barat sibuk menari sejak tadi, menggoyangkan dedaunan dengan dersiknya yang serupa simphoni.

"Mau cerai atau mau lanjut?"

Ini bagian klimaksnya, sebuah tanya yang Sebastian bingung bagaimana cara mengatakannya. Tapi akhirnya, tanya itu keluar begitu saja dari mulutnya. Serupa sebuah kalimat biasa yang tidak akan menyakiti hati siapa-siapa. Tapi sejujurnya, itu menyakitinya.

Untuk Jane, kalimat itu bukan cuma sebuah tanya biasa. Bukan cuma sebuah pilihan yang dia bisa pilih dengan menutup mata. Dia tahu Sebastian membebaskannya untuk memilih, dia tahu Sebastian tidak akan marah pada pilihan manapun yang dibuatnya. Tapi setiap pilihan tentu ada resikonya.

Jane sudah memikirkan ini sejak kemarin, sejak Sebastian mengajaknya untuk berbincang sebentar di pertokoan dua puluh empat jam beberapa hari silam. Tapi saat laki-laki itu bertanya secara langsung kepadanya, wanita itu seperti kehilangan seluruh perbendaharaan katanya. Saat dua buah obsidian itu menatapnya tepat di kedua netra, Jane tahu dia harus memberi jawaban secepat yang dia bisa.

Dersik angin menyapanya dalam sebuah sapaan selamat malam, netranya tidak terpejam, tapi langit kelam seakan menyuruhnya pulang.

"Apapun pilihanku nanti, apa konsekuensinya?"

Apa laki-laki itu akan meninggalkannya? Apa setelah ini mungkin saja, Sebastian merencanakan balas dendam untuknya. Apa mungkin saja skenario di kepalanya nggak akan berjalan lancar.

"Enggak, aku nggak akan pergi."

Itu bukan sebuah janji, tapi alih-alih terdengar seperti rayuan manis. Laki-laki itu lebih terdengar mengusahakan sesuatu. Dia begitu tahu kalau si wanita suka warna beludru hingga tidak pernah memberinya biru, dia begitu tahu apa saja daftar ketakutan yang masih bercokol di sudut hati perempuan itu. Rumah dan mama masih ada di nomor satu dalam daftarnya.

Finding Mommy - Hunsoo ✔Where stories live. Discover now