Prolog

388 65 14
                                    





Jakarta, 2025

[ setelah lembar ke-271 ]



Hei, apa kabar?

Aku pikir aku tidak perlu lagi bertemu denganmu setelah kelulusan. Aku pikir semua degup yang aku lalui sudah usai. Aku pikir semua interaksi denganmu tidak perlu terjadi lagi. Ternyata kamu kembali muncul, di situasi yang sangat tidak tepat. Ah, sejak pertama pun waktunya tidak pernah pas. Aku tidak paham salahnya di sebelah mana, waktunya kah? Atau perasaanku ini? Yang tidak tahu diri dan sangat lancang sudah membuat jantungku berdegup berkali-kali lipat untukmu.

Aku tidak tahu berapa lama waktu yang aku butuhkan untuk bisa melupakan. Perlu berapa tahun lagi sampai aku siap bertemu denganmu dengan hati yang sudah lebih kuat. Sejujurnya aku tidak pernah siap dan tidak pernah sanggup. Aku hanya sedang berlari jauh, tidak belajar untuk menjadi kuat, hanya menikmati tenang sesaat. Menghindarimu, adalah hal yang menyakitkan sekaligus menyehatkan.

Aku sudah puas merasa sesak saat berada di dekatmu. Tanpa perlawanan, aku luruh seruntuh-runtuhnya. Semua kekacauan dalam diriku seperti monster pemakan semangat, semua bercampur jadi satu ; rasa suka yang teramat banyak, sayang yang begitu dalam, juga patah yang meremukkan. Cemburu tak berkesudahan yang melelahkan.

Menahan rasa sakit karena cemburu itu tidak gampang. Menyimpan rasa suka selama tiga tahun itu bukan waktu yang sebentar. Tiga tahun aku di dekatmu, menyukaimu, menyayangimu, menginginkanmu, mendukungmu dan tiga tahun juga aku selalu merutuki nasibku yang teramat sial. Tiga tahun bukan perjalanan singkat. Tiap garis yang kita titi penuh dengan berbagai kenangan. Pertemuan kita, obrolan, tawa dan persahabatan kita semua. Untukmu manis mungkin? Tapi untukku terasa bagai minum obat. Aku sakit melihatmu tapi aku juga sakit jika jauh darimu.

Inilah, tiga tahunku yang sangat kucintai sekaligus kubenci setengah mati.

💔💔💔





Jangan lupa vote, terima kasih sudah membaca ceritaku 💕

Tersimpan Di Langit BiruWhere stories live. Discover now