5. Setangkai Rasa

179 63 35
                                    



Ada kebiasaan unik yang aku lakukan sejak mengenal sosok Gama. Yakni, mencuci hasil jepretanku. Tentu saja Gama tahu hal ini. Begitu pula Syifa dan Kafka. Mereka bertiga tahu aku senang tiduran di atap, memandangi langit, menonton awan berarak dan kemudian memotretnya.

Satu hal yang tidak mereka tahu adalah, kondisi langit yang ku potret adalah kondisi ketika Gama duduk di dekatku, mengajakku berbicara dan tertawa bersama. Moment itulah yang aku simpan baik-baik dalam benak dan hatiku. Aku tidak akan memotret Gama sebagai objek utama, aku tidak ingin ditanyai aneh-aneh. Yang bisa kulakukan adalah merekam posisi awan, warna langit dan situasi di atas kepala kami ketika hal menyenangkan itu terjadi.

Ada puluhan foto dan mungkin akan terus bertambah. Hingga ketika kami memasuki semester dua, jumlahnya pas mencapai seratus foto. Foto keseratus adalah potret langit paling istimewa buatku. Karena saat itu terjadi, Gama memberiku setangkai bunga. Setangkai bunga, di atap. Dengan tatapan matanya yang menghanyutkan.

💔💔💔


"Kenapa ada banyak bunga?" tanyaku ketika baru tiba di atap hari itu.

Gama mengeluarkan beberapa tangkai dari dalam kotak kardus. "Anak Lensa sama eskul Radio lagi kolaborasi bikin event. Ini bulan Februari, bentar lagi hari valentine."

"Lalu?"

"Syifa sama Nesya punya usul, saling bagiin bunga."

Oh. Begitu rupanya. Tampaknya Kafka dan Syifa masih sibuk dan telat ke atap. Kalau si Dora—maksudku Adora Nesya—mungkin sebentar lagi muncul.

"Gem," panggil Gama.

Aku yang sudah mengambil posisi menyandar di pagar tembok sambil membaca buku hanya merespon singkat. "Hmm?"

Gama melangkah mendekat. Kemudian setangkai bunga disodorkan di depan mukaku.

"Kenapa sama bunga ini, Gam?" tanyaku.

"Buat kamu," jawab Gama.

Untuk sedetik, aku berpikir bahwa Gama sedang memberiku bunga ekstra atau cacat. Kuperhatikan bunga di tangannya. Normal, cantik, indah dan baik-baik saja.

"Buat kamu, Gem," ulang Gama.

Ku ambil bunga itu dari tangannya. "Bunganya lebih satu ya?"

Gama menggeleng. "Panitia Lensa disuruh ngasih bunga ke orang pas hari Valentine. Saya kasih ke kamu aja, gak apa-apa kan?"

Tentu saja apa-apa! Degup jantungku mulai kenapa-kenapa. "Alasan kasi ke aku apa, Gam?"

Tepat saat itu suara pintu atap terbuka, buru-buru aku memasukkan bunga itu ke dalam ranselku.

"Hei, kalian tau gak?" Suara Kafka terdengar bersemangat.

"Apa?" sambutku langsung. Dilihat dari ekspresi Kafka dan Syifa, sepertinya mereka tidak sempat melihat Gama memberiku bunga.

"Acara kasih bunga nanti, anak-anak cewek pada seneng banget!" seru Syifa.

"Betul. Dan lo Gam," tunjuk Kafka pada Gama. "Banyak banget anak cewek yang nebak siapa yang bakal lo kasih bunga."

"Prediksi anak-anaknya ya Nesya. Uuu sweet banget. Ntar direkam ya? Buat di up di fanpage Ganesha," ujar Syifa.

Tersimpan Di Langit BiruWhere stories live. Discover now