11. I Can't

175 57 57
                                    




Seperti bermain hujan, awalnya menyenangkan. Kemudian menyakitkan.












Aku menghilang dari mereka di hari ulang tahun Gama. Aku tidak ingin hadir sekali pun sangat ingin melihat Gama. Syifa berkali-kali menghubungiku. Aku yakin Syifa pasti mengomel karena aku tidak merespon. Isi chat dari Syifa sudah jelas, mereka mau pergi merayakan ulang tahun sekaligus mencari kostum untuk perayaan Lensa. Aku tidak mau ikut. Mana tahu ada kabar menyusul tentang Gama dan Nesya yang jadian semakin memperburuk suasana hatiku.

Sejak hari itu aku mulai mengambil tindakan yang cukup frontal. Aku tidak lagi mau bergabung dengan anak-anak Lensa. Tidak lagi rajin memberi like pada postingan apa pun milik Lensa. Di kelas, aku seperti robot. Duduk, mencatat, belajar dan hanya bicara seperlunya. Jika Syifa sedang bicara atau menceritakan sesuatu, aku selalu berhasil membuatnya uring-uringan lantaran tidak bisa menyimak satu pun diksi yang Syifa suarakan.

"Sebenarnya lo ada masalah apa sih, Gem??"

Aku punya segudang alasan untuk menghindar. Bahkan perkara makan di kantin pun, aku dan Syifa lagi-lagi bertengkar. Lebih parah dari sebelumnya.

"Gem, gue ada salah apa sama lo?"

"Kamu gak capek nanyain itu terus, Fa? Kamu gak salah."

"Tapi, Gem... lo berubah. Lo kayak bukan Gemi yang gue kenal. Lo jadi asing. Dan jujur... gue kehilangan lo."

Tiap hari aku selalu melewati apa pun respon Syifa pada tingkahku dengan emosi kelewat datar. Biasanya Syifa akan mengakhirinya dengan menghela napas sabar kemudian pergi ke kantin dengan sisa-sisa omelan. Aku juga menolak jika Gama mulai menunjukkan gelagat untuk akrab ataupun ada perlu denganku.

"Gem, saya mau kasih hasil foto kamu sama Mira."

Kirim hasilnya ke rumah. Gak perlu datang langsung. Belakangan ini kesehatan Mira kurang baik. Bunda membatasi tamu. Begitulah kira-kira pesan yang ku tuturkan pada Gama. Aku tahu itu hanya alasan tapi aku tidak bohong, Mira memang sering tidak fit. Dan aku tidak ingin membuat Bunda lebih repot. Aku tahu Mira senang berteman dengan Gama tapi itu membuatku tertekan. Kurasa perteman kami tidak perlu diperpanjang, apalagi sampai terlalu mendalam.

"Sebenarnya kamu kenapa, Gem? Saya merasa kamu menjauhi saya."

"Gak apa-apa, Gam. Aku cuma ingin sering sama-sama Bunda, Ayah dan Mira. Sebentar lagi kan kita bakalan lulus. Kalau nanti aku kuliahnya jauh, inilah waktunya puas-puas bareng mereka. Sebelum sibuk sama dunia baru."

"Bukannya kita semua juga bakalan sibuk dengan kuliah masing-masing? Ini juga saatnya kita melewatkan waktu sebanyak mungkin sebelum lulus, lagian ini di sekolah. Gak ganggu waktu di rumah bareng keluarga."

"Kalau gitu, kenapa gak kamu manfaatkan sebaik mungkin bareng sama anak-anak Lensa. Sama Nesya."

"Soal kedekatan saya sama Nesya, kenapa rasanya jadi masalah?"

"Gam, mana mungkin aku segitunya deket sama kamu, sementara kamu sama Nesya juga sedekat itu."

"Kita kan—"

"Sahabatan? Aku sama Kafka juga sahabatan. Tapi gak sedekat itu. Kafka kan pacarnya Syifa. Dekat kayak gimana pun, tetap ada batasnya."

Tersimpan Di Langit BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang