4. Perubahan Formasi

181 56 29
                                    




Aku tidak ingat bagaimana dan sejak kapan ada orang lain yang masuk ke kelompok kami. Aku bahkan lupa kapan tepatnya gadis itu seolah jadi bagian dari kami berempat. Aku sama sekali tidak menyangka kalau yang rutinnya empat tiket bioskop yang kami beli kala weekend berubah jadi lima. Dan itu karena kehadiran Adora Nesya.

"Aku bawa pizza, buat kita semua!" seru Nesya ketika menyusul kami di atap.

Kafka dan Syifa bersorak girang. Aku tidak tahu bagaimana ekspresi Gama, karena saat itu aku tengah berbaring di lantai semen sambil menatap langit biru. Memenuhi memori ponselku dengan lanskap langit yang hari ini begitu jernih. Warna birunya berkilau indah, tidak banyak awan di sana, hanya beberapa kumpulan awan kecil, sisa-sisa hujan kemarin malam.

"Kalian pakai properti bekas ini?" Nesya berkomentar.

"Iya ini kan meja yang gak kepake. Gama sama Kafka yang angkut dari kelas bawah," tutur Syifa.

Dan kemudian mengalirlah tawaran menggiurkan dari si selebgram itu. "Di rumahku ada mini sofa dari rotan, bantalannya empuk. Kalau kita angkut ke sini gimana?"

Syifa membulatkan mata. "Serius lo mau kasih?"

Nesya menggangguk yakin.

Dengan pipi menggembung sambil mengunyah pizza, Kafka segera menyahut. "Boleh, Nes. Boleh."

"Lumayan bisa santai di sini dengan estetik, iya kan Gam?" Syifa melempar tanya pada Gama.

Gama memotret beberapa pucuk pohon di kejauhan, cowok itu sedang duduk di tepi pagar pembatas, mengarahkan kameranya ke pepohonan di pinggir lapangan Bimantara.

"Apa tadi?" tanya Gama sambil mengecek hasil bidikannya.

"Ini Gam, Nesya mau ngasih kita sofa buat santai di atap. Sekalian aja ini jadi markas kita. Kayaknya anak Bimantara gak berani ngacak-ngacak area ini?"

"Ide bagus," sahut Gama segera menghampiri meja di dekat Kafka. "Gem, mau pizza gak?"

"Hmm, oke."

Jujur saat itu hatiku terasa sesak ketika melihat Nesya duduk di samping Gama, membicarakan tentang pengambilan foto terbaik untuk suatu objek. Aku akui, Nesya bukan hanya cantik saja. Tapi dia juga pintar dan pandai berkomunikasi. Nesya tahu banyak hal tentang fotografi dan kamera. Tentang film, tentang musik dan banyak lagi. Kulihat Gama terhanyut dalam obrolan. Tak sampai di situ, Kafka dan Syifa juga turut menimpali obrolan mereka. Pembahasan mereka menjadi beralih pada Lensa.

Detik itu juga kusadari, bukan Nesya yang ujuk-ujuk datang menambahkan diri dan merubah formasi. Tapi aku. Akulah manusia tambahan dalam circle mereka berempat. Mereka pasti sudah banyak melewati hal seru di Lensa, mereka teramat akrab dan seirama. Bagaimana bisa aku melabeli Nesya sebagai orang yang merusak formasi, padahal aku sendiri juga orang luar Lensa yang kini duduk mendengar mereka membahas project terbaru, spoiler konten Lensa dan ikut makan pizza? Faktanya, akulah yang bukan bagian dari mereka.

Nesya dengan mudah menjadi sangat akrab dengan Gama, apalagi dengan Kafka dan Syifa yang satu eskul. Hanya aku yang tidak. Tapi Nesya bersikap ramah dan baik padaku. Hanya saja, hatiku tetap ngilu ketika kuperhatikan sorot matanya pada Gama. Dan setiap kali Gama merespon gadis itu dengan hangat, ingin rasanya aku menghilang saja.

Aku tak sanggup.


💔💔💔


Adalah Elea, gadis kelas IPS yang sudah lama menulis di salah satu platform menulis online, menerbitkan tiga buku dan sudah punya banyak pembaca setia. Elea punya project baru. Yakni mengkonversi cerita yang baru saja ia tamatkan di Wattpad ke dalam web series. Kebetulan Elea juga anggota Lensa Bimantara. Kebetulan, Elea dekat dengan Nesya. Kebetulan keduanya memang populer. Kebetulan, Elea inginnya Nesya dan Gama yang jadi tokoh utamanya. Kebetulan, Kafka menyetujuinya sebagai the next project mereka. Kebetulan juga, Gama memang suka dengan cerita yang Elea tulis.

Entahlah. Sepertinya banyak sekali kebetulan-kebetulan yang semakin menyatukan mereka. Banyak pula alasan-alasan kenapa keduanya bisa sedekat itu. Selain karena mendongkrak popularitas Lensa dan Bimantara, Gama dan Nesya sedang gencar membangun branding mereka masing-masing. Mereka berdua saling menguntungkan satu sama lain. Asyiknya, tanpa merasa dimanfaatkan. Indahnya, mereka memang sebaik itu dalam bekerja sama.

Gama bahkan beberapa kali dimintai untuk memotret Nesya. Kebanyakan, foto yang diunggah Nesya ke Instagram miliknya adalah hasil bidikan Gama. Semua hasilnya bagus, Nesya yang sangat visual dan sentuhan magic Gama dalam mengatur tone foto dan teknik pengambilan gambar seperti perpaduan yang sangat paripurna. Nesya dan Gama itu-seperti kata sebagian besar murid Bimantara-seperti dua tubuh yang sejiwa, helaan napasnya selaras. Keduanya juga sangat baik dan ramah pada siapa saja. Kurang cocok apalagi? Satu sekolah mendukung keduanya untuk jadi pasangan.

Puncaknya, Gama dan Nesya ditunjuk jadi model untuk banner berukuran besar yang dicetak pihak sekolah, untuk dipasang di area depan setelah gerbang sekolah. Berisi informasi pendaftaran masuk Bimantara. Gambar inilah yang setiap hari tertangkap mataku tiap sampai di gerbang sekolah. Gama dan Nesya yang tersenyum ke arah kamera, dengan tas ransel di punggung masing-masing. Nesya yang memeluk setumpuk buku dan Gama yang terlihat sangat menawan dengan kacamata dan beberapa tabung kimia di tangannya. Rasanya seragam sekolah yang mereka kenakan begitu bersinar. Kok sepertinya seragamku terasa berbeda dengan yang mereka kenakan.

Aku menghembuskan napas perlahan. Semuanya memang serba kebetulan 'kan? Kebetulan saja Nesya memang punya daya tarik untuk dekat dengan siapa saja–kali ini Gama. Kebetulan saja Gama memang mencari pendongkrak untuk hasil jepretannya-sejak dekat dan sering muncul di Instagram Story Nesya, followers Gama naik-demi cita-citanya, karena Gama ingin menjalin relasi yang luas demi meniti karirnya di masa depan, dan Nesya adalah salah satu yang bisa menggerakan hati banyak orang untuk melihat Gama. Semua itu hanya kebetulan-kebetulan semacam itu kan? Atau jangan-jangan bukan?

"Hai guys!!! Jumpa lagi dengan Lensa! Gimana video kita yang terakhir tayang kemarin? Apa?? Kalian mau Ganesha lagi???"

Suara renyah Syifa terdengar dari video singkat yang tak sengaja ku putar dari ponselku. Ganesha... mereka bahkan memberi panggilan sayang untuk Gama dan Nesya. Mungkin saja mereka memang ditakdirkan bersama, bukan kebetulan semata...

"Oke oke, nanti kita bakalan siaran live bareng pasangan favorit Bimantara : Gama dan Nesya!!! Jangan lupa difollow akun Ganesha ya, di sana ada info dan give away dari penulis kece Kak Elea. Btw, udah PO buku terbarunya belum??? Jangan sampai ketinggalan. See ya!"

Aku menghembuskan napas perlahan. Ada berapa banyak kebetulan di bumi ini sampai-sampai rasanya seperti cerita fiksi? Berapa banyak lagi waktu yang harus Gama habiskan dengan Nesya sampai akhirnya salah satu dari mereka mulai saling membuka hati? Perlu berapa kebetulan lagi sampai Gama dan Nesya jadi pasangan sungguhan???


💔💔💔

Jangan lupa vote dan tinggalkan jejak.
Terima kasih sudah membaca ceritaku.

Tersimpan Di Langit BiruWhere stories live. Discover now