chapter 3

884 152 29
                                    

Yedam menatap sketsa bangunan gedung di bukunya, lalu tersenyum puas, dia tumbuh dengan melihat Ibunya yang mendesain bangunan.

Sekarang, saat Ibunya telah tiada, Yedam hanya bisa membuat sketsa gedung yang terlintas di benaknya. Karena bagi dirinya, Sang Ibu adalah wanita berkepribadian hangat yang membuatnya dikagumi oleh semua orang.

Yedam menutup buku sketsanya dan bangkit, bermaksud untuk menyusul Yoshi yang sedang mengambilkan tumbler minum untuknya.

Pandangannya kemudian beralih menatap iri anak-anak yang sedang bermain basket di lapangan. Terkadang, Yedam juga ingin bermain sebebas itu tanpa takut terluka.

Tapi, Yedam tahu bahwa Yoshi tidak akan mengizinkannya, dan Ayahnya pun bisa marah besar kalau hal itu sampai terjadi.

Yedam masih menerawang ke arah lapangan saat sebuah bola basket mendekat ke arahnya dengan kecepatan maksimal.

"YEDAM, AWAS!!!"

Samar-samar Yedam bisa mendengar suara Yoshi yang berteriak, tapi dia sama sekali tidak bisa bergerak. Kalau pun dia mau, sudah terlambat. Bola itu hanya tinggal berjarak beberapa senti saja dari matanya.

Sepersekian detik setelah Yedam menutup mata, dia merasakan tubuhnya sudah terdorong ke belakang hingga membentur tembok.

Perlahan, Yedam membuka matanya lagi dan yang pertama kali dia lihat adalah punggung seseorang yang membentuk bayangan hingga meneduhinya.

"Sorry! Nggak sengaja!" seru seorang anak laki-laki dari lapangan, "Boleh lu lempar balik?"

Pemilik punggung itu menunduk, memungut bola yang tadi mengenainya dan melemparnya kembali ke lapangan.

Dari sela-sela cahaya matahari yang menyilaukan, Yedam sepertinya mengenali siapa pemilik punggung itu.

Haruto menoleh sedikit, profil wajah sampingnya tertimpa cahaya matahari, membentuk siluet yang tajam sekaligus terasa hangat.

"Lu gapapa--"

"YEDAM!"

Pertanyaan Haruto langsung terpotong oleh teriakan panik Yoshi yang berlari kencang dan langsung berlutut di samping Yedam.

"Dam, ada yang sakit? Ada yang kena?"

Tidak memedulikan Yoshi yang sibuk mengecek keadaannya, tatapan Yedam masih melekat kepada Haruto yang memungut bukunya dan melangkah pergi.

"Haruto!" panggilan dari Yedam, membuat langkahnya terhenti.

Perlahan sudut bibir Yedam terangkat, mengukir sebuah senyuman. "Makasih, ya."

Selama beberapa detik, Haruto terdiam, tidak menyangka bahwa kata-kata itu akan keluar dari mulut Yedam.

"Nggak masalah." kata Haruto singkat, lalu segera melangkah pergi.

Yedam masih menatap punggung Haruto yang menjauh. Dan untuk pertama kalinya, dia merasakan sesuatu yang asing menelusup ke dalam hatinya.

Hal yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.

"Dam, lu beneran gapapa? Nggak ada yang sakit?" tanya Yoshi lagi sambil mengguncang pelan bahunya.

Tetap tidak mendapat jawaban, Yoshi akhirnya mengikuti arah pandang Yedam.

Yoshi menatap Haruto yang menghilang di balik koridor, lalu kembali menatap Yedam yang masih seperti orang linglung.

Skenario terburuk yang pernah Yoshi pikirkan mungkin sedang terjadi sekarang.

Yedam merasakan sesuatu pada laki-laki selain dirinya. Tapi, bukan itu yang mengganggu pikirannya.

Ada hal lain yang jauh lebih penting.

I For You - [harudam]Where stories live. Discover now