Bab 42 : Amarah Kisya

71 12 0
                                    

Tepat saat Kisya melompat keluar jendela, pintu kamar Vero terjeblak terbuka. Untung pemuda bertubuh besar - Kakak tiri Vero itu, tidak melihat Kisya yang terjerembab jatuh ke bawah jendela.

"Baru bangun lo? Jam segni? Itu, kenapa jendelanya kebuka? Mo kabur lo?!" Sembur Kak Gerry pada Vero yang berdiri terpaku di dekat tempat tidur. "Dan..Hah, apa ini?? Kue dari mana ini? Lo mencuri kue Mama ya?!!"

Vero mengeluh, yang ditemukan Gerry pastilah kue ulang tahun Kisya yang tertinggal. Karena terburu - buru gadis itu lupa membawa kembali kotak kuenya yang tergeletak di lantai kamar Vero.

"Gimana gue mo mencuri, Kak, gue gak bisa liat," tukas Vero ketus. "Waktu masih bisa liat juga, gue gak pernah mencuri di rumah sendiri! Gue masih punya harga diri, Kak!"

Plaak!!

Sebuah tamparan keras menghajar wajah Vero, membuat pemuda itu terhuyung. Jelas, karena tak bisa melihat, Vero tak siap menerimanya. Tapi Vero terus berbicara.

"Walau setiap hari hanya bisa mencium wangi masakan Mama Eva, tanpa bisa mencicipinya, karena gue hanya kalian izinkan memakan makanan sisa! Tapi gue gak pernah mencuri makanan kalian!!"

Plaak!!

Tamparan itu mendarat lagi di pipi Vero.

"Halah jangan sok innocent lo, dengan segala kasus lo, mo bilang lo gak pernah mencuri?!"

"Terserah! Gue emang anak badung, suka bikin kasus, whatever!"

Kata - kata Vero jelas membuat Gerry naik darah, Kakak tiri Vero itu mencengkram kerah kemeja Vero dengan kasar. Vero tak gentar.

"Kakak pukul aja gue lagi! Pukul terus! Biar gue mati sekalian, habis cerita!!"

"Adik kurang ajar!! Padahal lo tau, setiap kali lo ngelawan, lo juga yang kena azab, lo juga yang sengsara, tapi lo masih juga berani ngelawan!!" Gerry menghempas Vero hingga tersungkur di lantai. "Gak kapok lo??!"

Dengan penuh emosi, Gerry menendangi dan memijak Vero yang masih tersungkur di lantai. Kisya yang masih merunduk dibawah jendela, belum berani bergerak, takut ketahuan Gerry, hanya bisa mendekap mulutnya kuat - kuat agar tak terpekik. Gadis itu bergidik mendengar semua percakapan Vero dengan Gerry, mendengar suara Gerry yang menendang dan memijak Vero, mendengar suara lenguhan kesakitan Vero.

Gu - gue gak tahan mendengarnya, gue gak sanggup! Kisya akhirnya berdiri, pikirannya yang kacau membuat gadis itu nekad memanjat kembali jendela kamar Vero.

"Kak Gerry, hentikan!! Stop!! Jangan sakiti Vero!" Jerit gadis itu sambil menerjang Gerry, berusaha menahan Kakak tiri Vero itu agar berhenti menendangi Vero, walau jelas hanya sia - sia.

"Heh gimana cewek ini bisa muncul?!" Gerry mau tak mau terkejut juga melihat Kisya tiba - tiba muncul dan menyerangnya. Bahkan Vero, di tengah ringkuk kesakitannya, juga terperangah mendengar suara Kisya.

"Ki - Kisya?"

"Kak Gerry, kenapa Kak? Kenapa Kakak, juga Kak Vania dan Mama Kakak selalu memukuli Vero? Vero kan adik Kak Gerry juga, masih ada hubungan darah, kan Papanya sama!" Kisya menatap Gerry yang mendelik menatapnya.

"Diam lo, cewek gila! Lo gak tau apa - apa, jangan ikut campur!" Sergah Gerry.

"Ooh, karena Vero anaknya Tante Vieronika, bukan anak Mama Kak Gerry?" Kisya dengan gagah berani, masih bicara.

"Kisya, plis, udahlah," terdengar Vero mengeluh. Kisya tak menggubris.

Sementara pintu kamar Vero terbuka sekali lagi, keributan itu jelas mengundang Mama tiri Vero, Vania dan Papa Vero datang. Mereka terbelalak melihat Kisya ada di kamar Vero. Gadis itu tak gentar justru semakin tak dapat menahan emosinya melihat kedatangan keluarga Vero, walau matanya mulai berkaca - kaca, tubuhnya mulai gemetar, tapi Kisya meneruskan ucapannya.

"Tapi semua itu bukan salah Vero kan? Vero bahkan gak pernah minta dilahirkan sebagai anak hasil selingkuhan! Kenapa jadi Vero yang disalahin, yang dipukuli terus? Jika ada yang harus disalahin, tanya Papa Kak Gerry, tanya Mama Kak Gerry! Kalo perlu tanya Tante Vieronika! Kenapa mereka yang disebut orang dewasa, berani berbuat tapi gak mikirin akibatnya?!!"

Kisya tau kata - katanya mungkin sudah kelewatan, karena diliriknya Papa Vero menatapnya dengan raut pucat - pasi, tentu, dalam hal ini jelas dia yang merasa paling bersalah. Walau Kisya tak tau bagaimana kisah mereka dahulu, hingga Papa Vero harus mengkhianati Mama tiri Vero.

********

Saat Kisya akhirnya kembali ke rumah, di pintu depan, gadis itu hampir saja bertabrakan dengan Kenzie yang sudah bersiap hendak berangkat ke sekolah.

"Njir, darimana lo? Jangan bilang lo baru pulang dari jogging, baju lo aja masih baju yang kema..," Kenzie tak bisa meneruskan kata - katanya karena Kisya sudah mendekap mulut adik kembarnya itu kuat - kuat.

"Ssshh!! Jangan ribut, ntar jatah jajan gue sebulan gue serahin ke elo, kalo lo gak ngomong!" Kisya langsung menyogok. Kenzie mengangkat alisnya mendengar itu.

Pemuda itu hanya terperangah, tapi membiarkan Kisya merunduk - runduk menaiki tangga ke lantai dua, masuk ke dalam kamar, menghindari pandangan Mama dan Papanya yang sedang berada di ruang makan, sarapan.

Kisya langsung membenamkan diri ke kasur. Begitu gundah, air matanya tumpah. Gadis itu menangis sejadi - jadinya, melepas segala yang menyesakkan perasaannya. Tuhan, berilah Vero kebahagiaan, dia berhak bahagia juga kan? Sampe kapan Vero bertahan hidup seperti itu?

Bunyi handphone yang berada dalam sakunya, begitu ribut tak dihiraukan Kisya. Entah siapa yang meneleponnya pagi - pagi begini.

"Kisyaa!" Terdengar Mamanya berteriak dari ujung tangga. "Kenapa belum sarapan, Nak? Nanti terlambat ke sekolah!"

Kisya mengusap air matanya, berusaha menjawab Mamanya dengan suara normal.

"Ya Ma, sebentar lagi Kisya turun!"

Sementara handphone - nya masih terus berbunyi. Kisya mengambil handphone dari sakunya dengan sikap malas.

Dari nomor tak dikenal lagi, keluh Kisya, handphone itu hanya disilent-nya, dan diletakkan di tempat tidur. Gadis itu bangkit, memutuskan untuk mandi, sebelum Mama mendatanginya ke kamar jika dia tak kunjung turun ke lantai satu untuk sarapan.

Usai mandi dan mengenakan seragam sekolahnya, Kisya mengemasi ransel pink - nya. Saat gadis itu hendak memasukkan handphone ke dalam ransel, sekilas terlihat olehnya notifikasi pesan WA di layar handphone android itu. Saat diperiksanya pesan itu, mata Kisya langsung terbelalak.

[ Aku Vieronika, tolong dijawab teleponnya, di mana aku bisa ketemu Alzaviero? Rumah mas Alzar ( Papanya Alzaviero ) sudah pindah, aku tak tau lagi di mana rumah barunya, ]

Begitu isi pesan WA itu.

"Oh emjii, Tante Vieronika!" Tanpa sadar Kisya terpekik tertahan. Gadis itu buru - buru menelepon kembali nomor tak dikenal yang ternyata nomor handphone Tante Vieronika, Mama kandung Vero.

"Halo, Tante?" Kisya langsung bicara saat panggilan telepon itu tersambung.

*****

Alzaviero Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang