15. Bumi dan Mars

111 26 19
                                        

Tata mendengus kesal. Gila, betapa herannya dia dengan Rabu pagi.
Bukan karena Rabu paginya, lebih lagi karena situasi yang kurang menyenangkan di hari Rabu pagi, sepanjang kantin serasa memperhatikannya. Dia tahu Raline Shah tak beda jauh darinya, tapi nyata-nyata dia tidak sepopuler itu untuk jadi pusat perhatian. Tata paham benar, dia bukan pusat edar seluruh SMA 101 Angkasa Utara, sehingga terasa aneh betul jika banyak pasang mata seperti sedang mengintimidasinya.

Tata tidak sekalipun berniat bermain peran dalam dramatisnya kehidupan anak SMA yang diantaranya, dia jadi pusat perhatian sekalian pula materi pembicaraan tiap siswa, dia belum berada di level Milea atau Salma yang duduk di jajaran paling tinggi perempuan yang patut diminati seluruh sekolah, tetapi Rabu itu dia terlibat sebagai tokoh serupanya. Beberapa bisikan yang sengaja diucap lebih keras dari aturan berbisik bisa Tata dengar, memang berkesan disengaja supaya Tata dengar bahwa

"Oh itu toh yang bikin kak Ofar sama mas Raka ribut-ribut"

Serius saja, Tata ingin sekali membalik meja makannya dengan lekas supaya gaduh, tapi kewarasan masih memenuhi dirinya. Rasanya Tata masih sanggup menahan dengan mengabaikan.

"Nggak secakep itu sih padahal"

Ah bisikannya mulai merambah ke ranah body shamming. Mulai main fisik, padahal Tata tahu, bagi mama papanya dan Erza, dia itu cantik. Oh, kata Hanggar juga begitu, dulu.

Jadi Tata rasa itu tidak mempengaruhi parameter cantiknya. Omongan semacam itu belum bisa mengusik Tata.

Dia tak perduli, tetapi memutar sound di insagramnya

'Surprise i'm dukun.. pelet pelet pelet..."

Soundnya sengaja ia tinggikan. Tata Surya bukan lawan yang mudah ditaklukan, dia bersinar begitu terang, reduppun tampak memabukkan.

Marska Omar Al-Faruq jelas sepakat dengan itu, buktinya ia senyum seutas dari ujung kantin.

"Enak dek baksonya ?" itu suara menyenangkan dari mahluk ciptaan Tuhan yang mungkin juga di cipta dengan keadaan senang, Ofar.

"Eh...kak Ofar ...? kok ?"
"Dijawab dulu..enak nggak baksonya ?" ulang Ofar berimbuh senyum manis bergigi gingsul
"Enak sih kak"
"Tapi ?"
"Tapi ..ya enak aja..nggak ada tapinya"
"Ah ..kirain pakai tapi"
"Engga ah"

Bisikan-bisikan tadi memudar pelan, beralih menjadi suara yang berbeda, suara-suara kedengkian yang mengakar.

"Kak.."
"Ya ?" ucap Ofar mengaduk es jeruknya, ketika bakso pedas panasnya belum sampai
"Boleh nanya ?"
"Apa tuh ?"
"Emmm..nggak jadi deh"

Ofar mendengus, kecewa.

"Mau nanya soal apaan deh ? kak Ofar jawab"

Ofar bukan paranormal, dia kesulitan menebak pertanyaan itu, sebuah pertanyaan yang di ucap oleh perempuan, jelas saja, itu ujian berat. Perempuan susah ditebak, apalagi dia sedang bertanya. Ah repot.

"Jangan marah ya tapi"
"Emang pernah kamu di marahin kak Ofar ?"
"Ya engga sih.."
"Nah kan.. yaudah nanya aja"
"Emm.. Kak Ofar... kak Ofar beneran habis berantem sama mas Raka ?"

Baksonya datang, Ofarnya hampir senang sebab sendok garpu didepannya segera bertemu menunya.

"Ya..gitulah" jawabnya singkat, lalu menebar senyum memikat. Duh, gila saja, senyumnya bagus bukan main, sampai sampai Tata rasa sedang main main sebentar ke surga.

"Boleh tau ...karena apa berantemnya ?" tanya Tata,

Sendoknya berhenti, sekalian pula Ofarnya, sesaat dia hening, sebelum kembali memberi jawab berupa,

The Galaxy - Hwang Minhyun |END✓Donde viven las historias. Descúbrelo ahora