28. Langit Mendung

61 18 9
                                    

Mendung dengan awan pekat menggulung mendominasi susunan pemandangan Danurdara Tata Surya sebagai mahasiswa lama hampir berdebu di jelang semester limanya.

Time flies so fast

Waktu cepat berlalu tanpa perduli entah didalamnya ada orang-orang yang belum move on atau tidak. Dia berjalan seterusnya tanpa mau menunggu hati yang masih menyimpan luka sekaligus tanya.

Ingatan perempuan itu hebat, apalagi tentang laki-laki yang disukainya. Maka sebagai akibat dari kehebatan itu, biasanya tumbuh mengakar yang namanya gagal move on.
Dia suka romansa remaja, tetapi lebih tertarik pada masa lamanya. Padahal dia punya hipotesanya sendiri tentang laki-laki,

"Mereka lebih mudah move on dari perempuan" katanya meledek ke Erza yang sekarang sudah bukan lagi juara di bidang cinta bertepuk sebelah tangan. Cintanya sudah berbalas, dengan Seliena yang dirangkulnya erat-erat, saking takutnya lompat ke orang ganteng lainnya.

Erza meringis,

"Ya elo sih. Diajak move on nggak mau. Masih mau nunggu dia yang nggak pernah muncul sekalipun diundang secara spesial di tiap acara purna OSIS" balas Erza

Tata balas mendecih. Memang sepatutnya dia hanya balas mendecih sebab yang Erza sebutkan semua adalah fakta. Pada setiap party purna OSIS, Gaduh Biru Langit tidak pernah datang sekalipun. Undangannya tersampaikan tetapi hadirnya tak pernah berwujud. Padahal Tata selalu datang dengan harapan bertemu Biru, dia mau tahu semua tentang Biru yang sekarang, apakah masih berhobikan marah-marah atau berbakatkan hemat bicara pangkal tak kaya-kaya. Dan Tata juga mau tahu, apakah Biru masih tetap cocok dengan semua setelan baju warna apapun. Pokoknya bahasa singkat dari kemautauan Tata adalah dia cuma rindu saja sepertinya.

"Sibuk kuliah kali" balas Tata akhirnya,
"Lusa ada undangan ke party purna lagi kan Ta ?" tanya Selina

Tata mengangguk, berbonuskan Erza. Keduanya memang kembali diundang untuk datang ke acara perpisahan kepengurusan OSIS periode lima tingkat di bawah mereka.

Ini harapan terakhir Tata, sebab periode ke enam tidak akan lagi memasukkan periodenya dalam list party purna. Di kesempatan terakhir itu, Tata berharap Biru datang untuk sekedar muncul berbagi kabar bahwa dia baik-baik saja.

"Udah nggak usah di cari-cari" celetuk Erza. Mendapati teman akrabnya meneliti daftar hadir,

Tata malas, nama Biru lagi-lagi tidak ada di daftar hadir party purna. Nama-nama yang muncul selalu sama, itu-itu saja.

"Apa kabar dek ?" Ofar lagi Ofar lagi,
Tata meringis "Baik kak..pasti habis gini mas Raka yang muncul" lalu benar, Raka mengekor tepat dibelakang Ofar,

"Halo selamat malam, bertemu kembali dengan jomlo yang sudah move on" katanya heboh, merayakan status barunya, atau menyindir mantan pacarnya yang sedang berdiri di dekat Abra dan Duan.

"Mblo jangan keras-keras dong ngomongnya" kata Tata
Raka meringis,

"Biasa...jomlo harus teriak keras dan bahagia" sindir Raka lagi,
"Tuh Ta dengerin" ledek Erza
"Tuh kan mas Raka, malah jadi gue yang kena".

Raka ketawa
Ofar ketawa
Erza juga tentunya,

"Biru nggak dateng lagi Par ?" tanya Raka yang diberi ucapan terima kasih dari lubuk hati Tata untuk telah mewakilkannya.

Ofar menggeleng, "Engga deh kayanya"
"Padahal lagi libur semester nggak sih ? masak kampus kita doang sih Par yang libur ?"
"Siapa tahu beda kali Ka" kata Ofar, "Coba aja tanyain ke mantannya, Cinta kan dateng malam ini"

Tata terkejut.
Dia dikejutkan oleh dua hal, pertama tentang kata mantan, kedua tentang datangnya Cinta.

Dan benar, orang yang baru saja Ofar bahas itu wujudnya sudah ada, masuk ke gedung Ambarukmo yang sudah jadi langganan party purna OSIS Angkasa Utara, Cinta sungguhan datang bersama dengan sapaan Obarus,

"Assalamualaikum warrohmatullahi wabarokatuh.. Selamat malam rekan-rekan yang kurindukan"

"Waalaikumsalam warrohmatullahi wabarokatuh..." balas Ofar riang. Maka dimulailah dinasti kejayaan Obarus kembali, bakat melucunya masih sama seperti dulu. Menarik semua OSIS di periodenya dulu. Menjadi healer untuk mereka-mereka yang dilukai rindu, tetapi tidak termasuk Tata dan Cinta,

Dua-duanya masih saling hening dan kaku, lebih lagi Cinta.

"Apa kabar kak Cinta ?" sapa Tata, membuka percakapan untuk kali pertama semenjak lama, untuk terakhir kalinya dia sampai lupa, kapan berbicara dengan Cinta.
"Nggak usah sok akrab ah" katanya jutek

Tata mengatupkan bibir, hampir menarik diri untuk beralih sebelum Cinta kembali bilang,
"Gimana hubungan lo sama Biru ?"

Tata terkejut

"Ha ? apanya ?"
"Lo bukannya pacaran sama Biru  ?"
"Ha ? eng..enggak"
"Ha he ha he aja lo ah. Gue kira setelah mutusin gue dulu sebelum sertijab dia langsung pacaran sama elo"

Tata terkejut, lagi.

"Loh kak Cinta udah putus sama kak Biru dari waktu sertijab ?"
"Hn.. lo nggak tahu ?"

Tata mengangguk,

"Ck...harusnya nggak gue kasih tahu aja ya. Harusnya gue diem aja dong ya" kata Cinta setengah bercanda, sisanya serius "Gue udah putus sama Biru waktu tugas akhir pembuatan LPJ dulu. Dia mutusin gue. Dia bilang Sorry Ta gue harus jadi cowok brengsek yang ngingkarin janji" Kata Cinta, lalu agak mendelik kecil "Dan itu karena dia suka elo"

"Ck..Gaduh Biru Langit, kenapa nggak ngomong terus terang sih" gumam Tata kesal.

"Jadi lo nggak pacaran sama dia ?" Tanya Cinta memastikan kembali,
"Akan...kak Cinta tungguin aja udah. Bentar lagi juga jadian"
"Ck..nggak usah kepedean. Biru pasti udah dapat pacar baru di ITB, cewek-cewek Bandung cakep-cakep apalagi"
"Duhhh kak Cinta belum apa-apa udah bikin drop aja sih" celetuk Tata
"Tiga hari setelah putus gue pernah nanya ke Biru, gimana kalau misal nanti elo sama dia putus. Dia bilang laki-laki lebih mudah melupakan daripada perempuan" ledek Cinta

Tata mengumpat, dia menyesali teori beserta ucapannya ke Biru dulu.

"Semoga kak Biru bukan jenis laki-laki itu"
"Ya terus dia jenis apa ?" Tanya Cinta
"Laki-laki baik hati ?" ragu Tata
"Dasar" decih Cinta

Keduanya jadi akrab begitu saja.

Tata benar-benar menyesal. Kalau ada kalimat yang sejajar dengan rasa sesalnya Tata ingin pinjam sebentar untuk ia utarakan ke Biru yang sekarang entah di Bandung mana, dengan siapa dan sedang apa.

Dia ingin tahu apakah Biru jadi laki-laki yang juga lebih mudah lupa dibanding perempuan. Ataukah dia bukan laki-laki yang mudah lupa.

Tata betul-betul ingin mengikis jarak Surabaya dengan Bandung secepatnya malam itu. Tetapi lagi-lagi dia harus hidup dalam kenyataan. Dalam sebuah realitas yang menyodorkan semua fakta, kenyataannya Biru tak pernah berkabar, Biru tak pernah datang, Biru tak pernah ingin bertemu.

Inilah realita, tidak semua cerita ditutup dengan bahagia. Tidak semua kisah diakhiri dengan senyum sempurna. Diantaranya juga ada cerita-cerita yang dipenuhi penyesalan, atau cerita-cerita yang diakhiri dengan rindu pada dia yang jaraknya ribuan kilometer yang tak tahu entah sedang apa, sama rindunya atau bahkan sama sekali tak ingat.

Begitulah hidup, kadangkala.
Serupa langit yang tak semua berawan cerah, mendung juga termasuk didalamnya.

The Galaxy - Hwang Minhyun |END✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang