17. Rumah Langit

92 27 15
                                    

Tata dibalut rasa galau. Pikirnya teracak berantakan berkat beberapa orang yang belakangan ini cukup mengusik hidupnya. Dia cuma mau menjadi warga negara Indonesia yang baik, tenang dan taat pajak. Tetapi semua dirasa sulit jika harus dihadapkan dengan Mars, Bumi dan belum lagi Antariksa. Keputusannya untuk menjadi penduduk Surabaya lajang yang berwibawa jadi cukup terusik.

Tetapi untungnya, tidak dengan Biru. Pokoknya yang dirasa cukup aman adalah berada didekat Biru. Dia begitu tak acuh, Tata setuju soal itu. Tata tidak keberatan kalau proposal classmeeting dan tumpukan kertas bertuliskan ide-ide kreatif di meja itu mengalahkannya dari perhatian Biru. Tata menghargai dengan benar betapa dinginnya Biru yang tak perduli dengan keberadaannya, sekaligus curhatannya,

"Kak Bi boleh curhat nggak sih ?"
"Nggak"
"Dih kok lo jahat sih"
"Curhat ke psikolog. Jangan ke gue".

Tata senyum

Biru memang paling menyenangkan untuk di usik dan mengusik. Beradu argumen dengan Biru serasa memacu rasa usil yang disertai efek senang.

"Kak, kalau nih ya..misal, elo di suruh milih mau makan Wortel sama Timun. Lo bakal pilih makan apa ?"
"Nggak ada ! Gue Karnivora"
"Haha" Tata ketawa "Gue sih Danurdara Tata Surya, salam kenal ya kak Karnivora"

"Kak" Panggilnya yang cuma berbalas tolehan sekilas sebelum Biru kembali kandas bersama tugas-tugasnya.
"Kak gue tuh kaya lagi di permainin sama keadaan deh rasanya. Ketika gue udah bertekad jadi warga negara yang lajang nan budiman, suka ada aja cobaannya"

Biru tak perduli
Begitu pula Tata, sama tak perdulinya, dia tetap bercerita bahwa,

"Planet yang dulu pernah gue tinggalin sekarang muncul lagi, terus di bumi ini seolah-olah ada yang suka ke gue lalu.." potongnya menghela nafas dalam

"Ombak paling kencang tuh, gue dapat tiket ke planet merah...ya Tuhan.." keluhnya random,

Tapi seolah saling nyambung, Biru tahu arah pembicaraan Tata, dia diam memperhatikan dengan tajam, sebelum akhirnya kembali tak acuh bilang,

"Proposal proposal. Fokus"
"Haha...memang nggak ada yang normal di dunia ini kecuali kak Biru"

Biru menatap lekat, membuat bibir yang tadinya tersenyum lebar itu kini menyingkat tercekat, Tata panik.

Tatapan Biru jadi mendebarkan baginya
Ini aneh, sebuah reaksi yang tak ingin Tata pahami dengan sains tapi cukup mengusik kalau tak segera dicari tahu penyebabnya. Tetapi dari semua itu, tatapan memikat Biru membuatnya tak tahu harus bertingkah bagaimana sampai-sampai gelas disebelahnya jatuh memecah belah hening sesaat.

"Minggir" ucap Biru tegas, menarik lekas Tata dari kursinya ke arah kursi dekat Biru.

"Eh sorry sorry kak"
Panik Tata yang hendak berdiri untuk membersihkan pecahan kacanya.

Biru bilang "Are you ok ?" tanya Biru memegangi lengan Tata lekas, menatapnya cemas. Kecemasan yang menjalar menular pada Tata.

Tiba-tiba hormon endrofinnya serasa meningkat hingga dahinya berkeringat, tubuhnya bagai tersengat. Ternyata Tata terpesona, oleh pikat singkat Biru. Demi pecahan-pecahan gelas yang berhambur di lantai, tatapan teduh Gaduh Biru Langit menembak tepat ke sasarannya.

Pipinya merah padam, kewarasanya membuat pandangan Tata beralih selekasnya, repot sekali perjuangan mahluk hidup yang mudah baper ini.

"Hn.. nggak apa-apa kak"
"Yaudah beresin pecahan kacanya" tutup Biru sinis.

Tata mendelik heran. Detik berikutnya, bagi Tata Biru adalah jenis manusia sialan yang tak perlu di budidayakan.

"Ada ya orang sedingin itu" keluhnya menyapu serpihan-serpihan kaca gelasnya, jelas, keluhan itu dihadiahkan pada orang yang masih duduk tenang di depan mesin printer

"Besok jam 10.00 proposal ajuin ke pak Adim" katanya tak acuh
"Loh kan besok libur kak Bi ?"
"Pak Adim mintanya besok. Lusa beliau dinas ke luar kota"
"Ck...males banget libur-libur ketemu kak Biru" dengus Tata pelan, tetapi tidak cukup pelan untuk tak sampai ke telinga Biru.

Hal yang Tata keluhkan sebagai malas bertemu Biru di hari libur itu adalah hari yang paling akan dia ingat ketika menyusuri jalan komplek perumahan elit di Surabaya, sebagaimana dibawanya ia ke rumah Biru untuk mengambil berkas yang tertinggal sebelum bertemu pak Adim.

Bukan soal rumah elit Biru yang mencengangkan kewarasan atau kosongnya rumah megah itu yang cuma di huni oleh Gaduh Biru Langit dan para ART tapi yang akan benar-benar Tata ingat adalah sosok dingin itu dibentuk dari sepinya hati dan tumpang tindihnya keadaan yang menyisakan ia sendirian.

"Nggak usah ngelihat gue segitunya. Gue nggak suka" omel Biru begitu tadi tiba-tiba ia bercerita tentang hidupnya. Hidup yang berkaitan dengan gaduhnya kisah keluarga Biru. Kali pertama Biru membuka hidup pribadinya yang tak banyak orang tahu. Bagi Biru, dia serasa berhutang imbal balik ke Tata yang sering cerita kehidupan pribadinya tanpa diminta. Alih-alih rasa imbal balik, faktanya, rasa nyaman adalah jawaban dari kenapa cerita-cerita pribadinya disampaikan ke Tata
"Dih apaan. Mana ada"
"Lo mau ngomong apa ?"
"Engga nggak ada" Ucap Tata yang jadi salah tingkah, toh benar, dia tertangkap basah sedang curi pandang dipenuhi banyak tanda tanya ke Biru

Ia hela nafas, lalu bilang "Kak Biru ya kak Biru. Orang tua kak Biru ya orang tua kak Biru" ucapnya pelan,
"Kak gue kalau libur boleh nggak sih piknik ke rumah elo ?" lanjutnya segera mengganti topik, mencoba mengambil kembali situasi menyenangkan dan membuang jauh rasa canggung.

Gila gila..Tata bingung dengan dirinya sendiri, setan mana yang merasuki untuk mengadu domba bilang begitu. Tak heran kini Biru menatapnya sinis.

"Lo kira rumah gue tempat wisata"

Benar, Biru tidak keliru. Tata memang bodoh.

Tapi ia hanya ingin rumah itu tak sepi dan hati pemiliknya menghangat

"Ide bagus nggak sih kak kalau buka wisata di rumah elo. Haha"
"Nggak usah aneh aneh"
"Eh kak, selesai classmeeting anak-anak OSIS ajak ke rumah lo dong"

Biru mendelik

Pikirnya Tata benar-benar menganggap rumahnya tempat wisata.
Tapi tak tahu mengapa dia justru melucu bilang,

"50.000 per orang tiket masuknya"

Tata menoleh lekas, dia terbahak

"Hahahaha.. diskonlah kak harga teman"
"Apaan. Nggak ada. Mau ya itu, nggak mau ya Senin harga naik"
"Anjirr bisa gitu juga ternyata nih orang"

Biru diam

Benar, dia tanpa sadar jadi sok asik begitu. Padahal prinsip hidupnya hemat bicara walau tak pangkal kaya. Ck.. dia jatuh ke pikat lovablenya Danurdara Tata Surya ternyata, dia masuk dalam tangkaran perempuan Jawa yang menjunjung tinggi budaya banyak gaya ini. Ya walau disangkal keras. Biru jelas tak setuju soal itu, sepertinya Cinta juga. Anginia Cinta itu juga enggan sepakat soal Biru yang berkemungkinan jatuh ke pikat lovable Tata, disangkalnya bahwa

"Angkasa bilang, lo dari rumah Biru kemarin ?" ini obrolan pertamanya dengan Tata diluar kegiatan OSIS
"Iya kak...tapi cuma ketemu bentar sama Kasa. Katanya mau ke mamanya sih kemarin kak"
"Lo tau juga soal orang tua Biru dan Kasa ?"

Tata hening sejenak, sebelum ia kembali bersuara,
"Hn"
"Lo yang minta ke rumah Biru ?"
"Engga sih. Gue bilang mau nunggu di sekolah aja tapi sama kak Biru diajak sekalian aja ke rumah dia buat ambil berkas"

Cinta menolak dengan keras, dia merasa tidak terima. Sebab kini, dia bukan lagi satu-satunya perempuan yang tahu tentang Biru dan cerita-cerita misteriusnya.

"Minggu depan selesai classmeeting katanya kak Biru juga akan ngajak anak-anak OSIS buat ke rumahnya sih kak"

Gila

Cinta tak terima, dia menentang keras. Biru tak begitu sebelumnya,

"Bi..serius kamu mau ngajak anak-anak ke rumah ?" tanyanya begitu temu dengan Biru di ruang radio

Biru tak perduli

"Bi...jangan gila deh.. gimana nanti kalau anak-anak tahu orang tua kamu ?"

Biru menghela nafas kesal

"Gue ya gue, orang tua gue ya orang tua gue. Mereka bukan gue" ucapnya tegas dan dingin seperti Biru sediakala.

The Galaxy - Hwang Minhyun |END✓Where stories live. Discover now