18. Ledakan Tata Surya

87 25 16
                                    

Manusia itu perencana, mereka bagus dalam membuat angan, merangkai harap  dan menyusun pinta, tetapi kembalinya semua adalah tetap Tuhan eksekutor paling hebat.

Tata adalah salah satu manusia yang termasuk di dalamnya. Seorang manusia yang mulai merangkai harap.

Dia secara perlahan dan teratur mulai menyusun angan-angan pendek ke mahluk Tuhan yang belakangan ini paling mengusik hatinya.

"Senyam senyum terus lo" ledek Erza
"Ya, gimana dong habis lucu aja Za, kok gue kayanya jatuh cinta ya Za" gumamnya "Tapi bukan yang udah baper paling dalam gitu belum sih. Cuman, ya dia tuh seru gitu Za orangnya ternyata"

Erza mengangguk, sejak awal Erza tahu bahwa orang yang Tata maksud memang memiliki daya pikat magis yang sulit di tangkis. Erza juga bisa menebak kalau Tata bisa saja terpesona setiap saat dengan orang itu.

"Menurut lo gimana Za ?" tanya Tata, pandanganya berbinar hampir bisa disebut hatinya juga seakan ingin ikut bersorak ramai merayakan.

Sementara Erza. Dia sih bisanya cuma mengangguk, anggukan berat yang datangnya dari asas kasih sayang, dari prinsip dasar bahwasanya "Asal lo seneng"

"Ah gue mah seneng terus Za orangnya. Yang gue tanyain tuh dia gimana menurut lo ?"
"Sorry Ta, dia bukan selera gue. Gue sukannya ke cewek, yang bodynya mantep idungnya mancung, hatinya baik, tingkahnya kalem"
"Ck.. dasar sinting. Gue bukan nanyain selera elo bego"
"Ya elo sih, nanya cowok ke gue. Tuh ke Selina"

"Apaan sih ?" bingung Selina dengan bakso-baksonya yang bertabrakan untuk saling menang segera masuk ke perut Selina.

"Engga teh, jangan di dengerin teh" bantah Tata.

Erza memang usil. Ya bahwasanya rasa usil itu kadang kala bisa jadi datangnya karena tepaksa, terpaksa bertindakan kekanakan demi perhatian yang hampir teralihkan, ah, bahasa mudahnya dari kalimat ribet itu sebenarnya singkat saja, itu namanya cemburu.

Perasaan yang hampir hampir serupa dirasakan Tata dengan pemuda yang bikin resah hatinya belakangan ini.

Pemuda yang tinggal di bumi, makan nasi dan minum soda kadang kala. Pemuda yang ketika berhadapan dengan orang lain punya sisi umum sementara ketika dengan Tata akan punya sisi khusus yang jarang orang lain temui

"Suka ke siapa deh lo jadinya ? yang mana ?" Tanya Fano di meja tengah rumahnya "Erza ? Raka ? Ofar ? atau balikan ke Hanggar ?" lanjutnya penasaran bukan main
"Kepo aja sih elo mas" celetuk Tata
"Lagian mas, lo nggak bakal relate deh sama cerita gue. Orang elo ditinggal pas sayang-sayangnya. Pas karantina OSN hahaha"
"Kan kan...belagu banget adek gue. Sini lo" Fano memiting, menindas adik sendiri. Ini perbuatan tidak bagus.  Tetapi pertengkaran antar saudara memang sering terjadi "Coba sebutin lambang unsur helium"

"Bodo amat" omel Tata yang masih berusaha lepas dari pitingan Fano yang menjerat erat, persis dengan jerat lekat pesona pamuda yang mulai memenuhi Sabtu malam Minggu Tata di beberapa akhir pekan ini.

Pemuda ini memang dekat dengan satu perempuan, perempuan yang pernah--sedang atau akan dicintainya,  katanya sih begitu.

"Dek" panggilannya ke Tata.

Sebuah panggilan yang bisa datang dari bermacam pemuda di dunia sih harusnya, ya tetapi kalau yang memanggil adalah pemuda ini, Tata jadi salah tingkah saja. Pipinya blushing merah padam, poninya berantakan tertiup angin bagai hatinya yang ikutan tak karu-karuan tersapa "Dek" sepintas.

Kacau,
Efek sapaan 'dek' itu sangat berimbas, efeknya memberantakan tatanan syaraf. Sebab Tata jadi senyum tanpa sadar.

Duh,

The Galaxy - Hwang Minhyun |END✓Where stories live. Discover now