Bagian 9 : Sakit

3.3K 470 3
                                    

"Kalau aja Mama gak dateng, pasti sekarang di rumah ini penuh suara orang ngaji. Bacain yasin."

Viora berdecak pelan mendengar omelan Mama yang menurutnya begitu kejam. Mengeratkan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Meski telah mengenakan pakaian tebal dan panjang, ia masih merasa dingin.

Tubuhnya meremang dan kepalanya berdenyut sakit.

Viora terserang demam juga flu membuat ingusnya meler keluar terus menerus hampir menghabiskan tisu.

Seperti biasa Mama datang berkunjung di rumahnya, karena ia yang telah lemah dan tidak bisa bergerak sama sekali membuat Mama khawatir. Merusak pintu rumahnya begitu saja dan menemukannya yang gemetar hebat dengan suhu tubuh yang begitu panas.

"Ma, kunci pintu rumahku udah dibenerin, kan?"

"Kamu tuh, ya? Bukannya khawatir sama diri sendiri malah khawatirin kunci rumah!" Dngan gemas Mama menepuk bokong Viora membuat Viora mengaduh pelan.

"Nanti ada maling yang masuk!"

"Udah dibenerin sama Abah mu tadi. Kamu gak usah cerewet. Istirahat aja yang cukup."

"Aku mau nagih..."

"Biar Mama suruh Nina."

"Nanti Nina ambil duitnya Ma!"

"Udah sana kamu tidur!"

Viora mendengus pelan, pintu kamar ditutup Mama sehingga meninggalkannya seorang diri. Memilih untuk memejamkan matanya. Mencoba untuk tidur dan setelah bangun nanti ia merasa lebih baik.

Belum lama ia memejamkan mata, pintu kamar terbuka.

"Kak Vio, emang harus nagih di kos mana? Selatan atau..."

"Enggak usah lo. Mending lo sini deh pijitin gue," Nina berdecak pelan. Dengan malas naik ke ranjang lalu memijat betis kakaknya.

"Beneran kunci pintu rumah gue udah diperbaiki?"

"Udah. Tadi Abah yang perbaiki."

"Mana kuncinya?"

"Sama Abah."

"Entar sore lo anterin gue balik ke rumah gue, ya?" Memang sekarang Viora berada di rumah orang tuanya. Mama membawanya kemari dengan alasan jika di rumahnya, ia hanya seorang diri. Mama tidak bisa menemani karena harus berjualan. Bergantian dengan Abah menjaga kasir. Juga masak untuk Abah dan Nina.

"Mama gak bakalan ijinin, Kak. Betewe, Bang Jun sakit apa Mbak?"

"Abis kecelakaan," gumam Viora malas, ia menepuk paha kirinya menyuruh Nina memijat di sana. "Gak usah ngarep lo sama dia. Dia itu gak normal."

"Serius Kak? Yah padahal Bang Jun ganteng." Nina mendesah kecewa.

Viora tertawa. Ia merasa terhibur dengan kegalauan adiknya. Memang menyadari jika adiknya ada ketertarikan pada June. Merasa heran dan tidak percaya, awalnya. Tapi Nina kerap kali bertanya tentang June bahkan kegirangan jika ia mengajak Nina saat June mentraktir dirinya.

"Kak Vio bohong, ya?"

"Serius gue. Udah ah lo fokus mijit aja gue. Terus gak usah mikirin cinta-cinta. Emang lo gak trauma diselingkuhin mulu?"

Nina mendengus pelan. Terdiam sejenak, keningnya mengkerut. "Jangan-jangan Kak Vio juga gak normal, ya? Kak Vio suka sama sesama jenis?"

Kalau saja kondisi Viora fit, sudah pasti ia melempar kepala Nina menggunakan bantal, ia hanya memberikan lirikan tajam pada adiknya yang menyengir tersebut.

Mama masuk, membawa nampan yang di atasnya ada bubur dan segelas teh hangat juga air minum.

"Nih kamu bangun dulu. Makan, abis itu minum obat."

Bittersweet Enemies Be LoversOnde histórias criam vida. Descubra agora