Bagian 15 : Kesal

2.8K 431 5
                                    

Viora mengalihkan tatapan dari layar ponsel ke atas meja kasir. Menatap sebuah teh kotak, lalu tatapannya naik ke si pembeli. Menghembus nafas malas, ia berujar, "Goceng."

Pak Aji mengeluarkan uang lima puluh ribu dan segera di terima Viora. Membuka laci, ia menukar uang tersebut. Mengembalikan uang Pak Aji menjadi empat puluh lima ribu.

Hari ini ia yang menjaga toko orang tuanya karena Nina sedang kuliah sementara kedua orang tuanya sedang pergi ke acara keluarga di luar kota. Makanya dalam dua hari ini ia tinggal di rumah orang tuanya.

"Abah sama Mama kamu kemana, Vi?" tanya Pak Aji. Seperti biasa sok akrab meski Viora terlihat malas menanggapi.

"Ke Cikarang. Dah, gak mau belanja lagi, kan?"

Pak Aji tersenyum lebar seraya menggeleng.

Bukannya langsung pergi, Pak Aji malah tinggal berdiri membuat Viora berdecak pelan. Kalau saja umur Pak Aji tidak hampir sama dengan orang tuanya, sudah ia usir saat ini juga.

Yang dilakukan Viora hanya tak acuh dengan keberadaan Pak Aji. Kembali fokus ke ponselnya.

Padahal dalam beberapa terakhir ini Pak Aji tidak bertingkah setelah pengakuan bohong Saren jika pria itu adalah kekasihnya. Juga Pak Aji tidak pernah lagi membahas tentang pernikahan pada orang tua ataupun pada Nina yang membuatnya bergidik geli sekaligus ngeri.

Pak Aji termasuk pedofil, kan?

Haruskah Viora melapor pada pihak berwajib? Atau komnas anak-anak?

Viora terpekur dengan pikiran tidak jelasnya. Begitu Pak Aji bicara, ia tersentak. Memasang gestur was-was. "Jadi, Vio kapan nih sebar undangan?"

"Undangan apa?"

"Pernikahan. Kamu kan sekarang sudah punya pacar nih."

Viora kesusahan mencerna perkataan Pak Aji, apalagi saat melihat senyuman ganjil Pak Aji membuatnya kembali merinding.

"Begini Vio." Pak Aji mengambil kursi plastik lalu duduk di hadapan Viora. Mulai dengan ekspresi serius. "Saya amati, pacar kamu itu suka main-main. Em... apa ya namanya." Pak Aji berpikir.

"Playboy?" gumam Viora malas.

"Nah itu!" seru Pak Aji. "Kebanyakan laki-laki yang seperti itu gak ada niat buat ke jenjang yang lebih serius..."

Bodo amat, batin Viora malas. Kini Pak Aji mengeluarkan semua kalimat tentang bahayanya seorang playboy dan memperingati Viora agar tidak terhasut dengan jeratan playboy.

Viora sama sekali tidak peduli karena ia tidak punya pacar. Juga Saren bukan pacarnya.

"Dia pernah gak bicara tentang pernikahan?"

"Gak pernah," ujar Viora malas tetap menatap layar ponselnya. Tidak mengacuhkan sosok Pak Aji yang terlihat bersemangat.

"Nah, di situ kamu bisa simpulkan sendiri kalau dia memang gak niat ke jenjang pernikahan. Dianya cuma mau pacarin kamu doang." 

"Ya terus kenapa?" Kini Viora menatap Pak Aji. Nadanya bicaranya mulai ketus. Sampai kapan aki-aki itu bicara panjang lebar?

"Di umur mu yang sekarang kan seharusnya sudah menikah. Gak harus pacaran, kan? Kenapa kamu buang-buang waktu dengan laki-laki yang gak serius sama kamu, cuma mau main-main? Seharusnya kamu sekarang lihat ke depan, ada laki-laki yang sangat-sangat serius sama kamu!" ujar Pak Aji mantap. Layaknya berpidato membuat Viora mengerjap pelan.

"Terima kasih Pak Aji nasehatnya. Akan saya pergunakan sebaik mungkin. Pintu keluar ada di sebelah sana," ujar Viora datar. Pak Aji tersenyum kikuk lalu pamit pulang.

***

"Kamu gak mau makan malam dulu?" tanya Mama saat melihat Viora baru saja keluar dari kamar menenteng tas.

"Ya mau lah," ujar Viora usai menaruh tasnya di lantai. Bergabung makan bersama Abah dan Mama. "Nina mana?"

"Lagi ngerjain tugas kuliah. Katanya masih kenyang," Mama yang menjawab. Mereka pun mulai makan.

Mama menatap Abah sejenak, lalu kembali menatap Viora. "Vi, nanti abis makan jangan langsung pulang ke rumah mu, ya?"

"Kenapa? Mau nyuruh nyuci piring?" Viora menegakkan kepala menatap Mama yang berdecak kesal.

"Abah mau ngomong." Sahutan Abah membuat Viora menatap Abah. Entah kenapa perasaan Viora mendadak tidak enak. Ia pun kembali fokus makan dengan perasaan tidak tenang.

Seperti dugaannya, omongan Abah tentang pernikahan dirinya.

"Kalau pacar mu mau serius, suruh dia ketemu Abah dan Mama. Usia kamu sudah waktunya untuk berkeluarga, Vi."

"Abah, aku gak punya pacar!" desis Viora kesal.

"Saren beneran bukan pacar mu?"

Viora beralih pada Mama dan menggeleng mantap.

Abah dan Mama saling bertatapan sejenak. Kemudian Abah kembali bicara, "Jadi, gimana kalau Abah terima lamarannya Pak Aji..."

"Abah!" Pekik Viora. Emosi langsung menguasai dirinya saat ini. Pasti Pak Aji dan Abah sudah bicara empat mata. Pak Aji sudah pasti bicara yang tidak-tidak pada Abah. "Sampai kapan pun aku gak mau nikah sama Pak Aji! Pak Aji hampir seumuran Abah. Kalian kenapa, sih?!"

"Ini demi kebaikan kamu, Vio. Mama kasian lihat kamu digibahin terus. Apalagi kalau orang-orang ngatain kamu perawan tua. Mama sakit hati dengernya." Sahutan Mama membuat tatapan Viora menajam.

"Ya udah. Biarin aja mereka. Mereka sendiri yang dapet dosanya. Aku masih dua puluh tujuh tahun, Ma. Gak tua-tua amat."

"Tapi Pak Aji sudah melamar kamu yang ketiga kalinya, Vi..."

"Ya terus?!" suara Viora tertahan. Menyela Abah. Deru nafas Viora terasa berat karena emosi yang menguasai dirinya saat ini.

"Pamali kalau nolak lamaran untuk ketiga kalinya, Vi. Nanti kamu beneran bakal jadi perawan tua." Ucapan Mama membuat Viora segera berdiri lalu meninggalkan rumah orang tuanya tersebut. Bahkan tidak mengambil tasnya.

Mengemudikan motor dengan ugal-ugalan untuk meluapkan emosinya. Hingga ia tiba di rumah Nasha. Tidak peduli jika malam sudah larut.

Mengetuk, bahkan menggedor pintu rumah Nasha. Hingga beberapa saat kemudian, pintu terbuka.

"Vio?" Bara yang membuka pintu terkejut melihat kehadiran Viora. Pria itu hanya mengenakan celana pendek dan tubuhnya berkeringat. Nasha menyusul, hanya mengenakan daster. Sama berkeringatnya dengan Bara.

"Kayaknya hawanya dingin deh. Kok kalian berkeringat?"

"Kita abis mantap-mantap. Lo ganggu aja. Ngapain lo ke sini?" ujar Nasha kesal.

Viora menyerobot masuk ke dalam rumah temannya itu. Lalu menghempaskan tubuhnya di kursi. "Ya udah lanjut aja," ujarnya malas seraya memejamkan mata.

"Entar lo mau kalau dengerin kita," ejek Nasha.

"Gue gak sangean kayak lo."

Nasha melempar Viora menggunakan sandal membuat Viora berdecak kesal dan segera membuka matanya. "Gue kesel sama orang tua gue, Sha!" Viora mengerang frustasi.

"Ya kalau lo kesel sama mereka, kenapa lo rusuh ke sini?!" Nasha pun dibuat kesal dengan tingkah Viora.

"Gue kira kita temen!" Viora berdiri lalu keluar dari rumah tersebut. Pergi begitu saja meninggalkan Nasha yang melongo.

"Lah tuh anak kenapa sih?!"

"Mah, kita lanjut yang tadi yuk. Papah masih nanggung nih." Nasha beralih pada Bara.

"Ih aku udah gak mood!" Masuk ke kamar meninggalkan Bara yang menghela nafas kasar. Merutuk Viora yang membuat Nasha bad mood.

***

See you the next chapter
Salam manis dari NanasManis😉
01/11/21

Bittersweet Enemies Be LoversTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang