O2. Hujan

2K 160 17
                                    

Warning!!
18+

"Udah kenyang, apa masih mau nambah?" Tanya kak Hessa, yang duduk di depan gue, sambil menyibakan rambut gue ke belakang.

Gue yang lagi makan roti bakar, lantas mengangguk. "Udah." Jawab gue, singkat.

"Udah apa?" Gak tau kenapa, kak Hessa ketawa. Dengan tangannya yang beralih ke pucuk kepala gue, dan wajahnya mendekat.

"Udah, udah kenyang." Jawab gue lagi.

Dia malah semakin mendekatkan wajahnya menyetari gue. "Mau dong, suapin." Kata dia, sembari melipat kedua tangannya di meja.

Tanpa basa-basi gue langsung menyuapi dia.

Nggak peduli orang-orang mau bilang apa. Habisnya, kalau udah sama orang yang dicinta, dunia rasanya cuma milik berdua.

Lagipula kantin udah sepi juga.

Oh iya, ngomong-ngomong sekarang kita masih dikantin sekolah, habis gue latihan cheers, dan kak Hessa latihan olimpiade, terus, disini hujan, jadi kita tunggu reda.

Tapi, sampai akhirnya gue selesai makan pun ternyata masih hujan. Walaupun agak reda.

Wajar aja, soalnya sekarang lagi akhir tahun, jadi, disini lagi sering-seringnya hujan.

"Dari pada nanti hujan lagi, mending kita pulang sekarang." Kata kak Hessa. "Kita lanjut pacarannya dirumah."

"Hm." Gue cuma bisa berdehem, kalau pacar gue omongan udah mulai aneh begitu.

Selanjutnya gue dan kak Hessa pergi dari kantin, bergegas jalan menuju parkiran.

"Kita ke apart aku aja ya? Lebih deket, kalo kerumah kamu takut hujan lagi." Kata kak Hessa, sambil pakein gue helm.

Sekali lagi, gue cuma mengangguk setuju.

"Ada siapa di apart kamu?" Tanya gue.

Kak Hessa yang udah duduk di motornya, langsung menatap gue.

"Ada aku sama kamu."  Jawabnya.

—O—

Akhirnya gue dan kak Hessa sampai di apartemen kak Hessa, dan tepat setelah kita sampai, hujan turun langsung deras lagi setelah sebelumnya udah lumayan reda.

Lalu kak Hessa mengajak gue ke dalam,
setelah naik lift, dia merangkul pundak gue, sambil ngobrol dan jalan menuju kamarnya.

Sebenarnya keluarga kak Hessa punya rumah, tapi karena lagi direnovasi, jadi mereka tinggal di apartement untuk sementara.

Lagipula rumah dia itu gedongan, tapi isinya cuma berempat, udah gitu pada sibuk semua.

Kakaknya lagi kuliah di luar kota, dan pulang kalo lagi libur aja, sedangkan kedua orang tuanya juga nggak jauh beda, suka keluar kota juga untuk mengurus pekerjaannya.

Sekarang kak Hessa membawa gue ke kamarnya, dan kita cuma berdua disana.

"Duduk gih, aku ganti baju dulu." Ujarnya, kemudian melempar asal jaketnya keatas ranjang. "Duduk di kasur aku aja gapapa."

"Iya..." Gue cuma menyahut gemas, sambil dia jalan menuju lemari, dan melirik gue nakal sambil masuk ke kamar mandi.

Kemudian gue mengambil jaketnya itu, lalu menggantungnya di gantungan belakang pintu. Sekalian gue lepas jaket gue juga.

Perlahan gue beralih ke depan jendela, yang memperlihatkan hujan deras diluar sana. Sambil gue memandangi kamar ini.

Ini pertama kalinya gue masuk ke kamar ini, setelah sebelumnya gue kalau main cuma diruang tengah, atau diruang tamu. Tapi hari ini akhirnya kak Hessa bawa gue kesini.

"Dingin ya?"

"Eh?!"

Kak Hessa tahu-tahu memeluk tubuh gue dari belakang. Gue menggeleng. "Dingin, sih. Tapi kalo gini kan, jadi enggak." Jawab gue.

"Jadi, mau gini aja?" Tanya dia, menyimpan dagunya diatas pundak sebelah kanan gue.

Sampai gue dapat merasakan deru nafasnya, dan sesekali dia menelungkupkan wajahnya diantara perpatahan leher dan pundak gue.

Bikin gue geli.

Tapi enak.

"Iya, gini aja." Kata gue, kemudian sedikit menggedikan bahu, membuat dia yang lagi mendusel di pundak gue sontak menegap.

Perlahan gue berbalik badan, menghadap ke dia, dan mengalungkan kedua tangan gue dilehernya.

Menjadikan kemeja sekolah gue sedikit terangkat keatas.

Gue pun dapat merasakan kedua telapak tangan kak Hessa yang mulai menyentuh kulit tubuh gue di belakang pinggang sana.

Tangannya meraba lembut pinggang gue, belum lagi jari-jemarinya yang gak tinggal diam.

Kak Hessa menatap gue lamat, sambil agak menunduk karena tinggi kita. Gue juga cuma balas tatapan dia dengan nggak kalah lamat.

Sekarang kak Hessa cuma pakai kaos hitam, sama training hitam juga yang panjang.

"Kak," panggil gue pelan.

Yang dipanggil mengangkat alisnya.

Sambil berdehem pelan.

Sial, tatapannya kenapa bikin gue deg-degan?

Akhirnya gue cuma menggeleng.

Sambil mengalihkan pandangan, gue perlahan menunduk, ketika wajah kak Hessa semakin mendekat. Dengan pergelangan tangan gue yang menggantung di pundak dia.

Gue menarik nafas dalam dan meneguk saliva sewaktu gue merasa kedua tangan kak Hessa mulai merambat naik keatas punggung gue.

Bergegas gue beralih memegang kedua dada bidangnya, hendak mendorong dia, tapi ...

Grep

"Hmp?!"

Kak Hessa lebih dulu mendekap tubuh gue, membuat tubuh gue menempel dengan sempurna diatas tubuh dia. Belum lagi satu tangannya yang mendorong tengkuk gue.

Dia mencium bibir gue.

Enggak, bukan cuma cium, tapi dia kayak yang sengaja mau buat gue kehabisan nafas.

Dia cium gue dengan liar.

Satu tangannya yang lain masih meraba punggung gue dibelakang sana, sesekali dia ke depan juga meraba bagian depan gue.

Membuat gue menggeliat geli, sambil sesekali menghindari kedua tangan liar dia yang sebenarnya gak bisa gue hindari.

Persetan, gue takut, tapi gue suka.

Perlakuan kak Hessa sekarang benar-benar bikin gue hilang akal. Belum pernah gue merasakan hal segila ini sebelumnya.

Apalagi badan dia hangat, dan badan dia juga dua kali lebih besar daripada badan gue.

Sampai akhirnya kak Hessa menjatuhkan tubuh gue diatas ranjangnya, dan gue cuma diam aja melihat dia melepas kaos hitamnya.

Kemudian dia menindih tubuh gue, menatap gue dengan keadaannya yang telanjang dada.

Dia mengusap rambut gue.




"Lanjut gak?"

WhiteoutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang