22. 3.30

480 47 3
                                    

Sekarang jam setengah 4 sore, dan kak Sehan masih ada dirumah gue. Iya, walaupun dari tadi gue suruh dia buat balik ke sekolah, tapi dari tadi juga dia gak merisau omongan gue.

Dia malah bilang, "Udah terlanjur, sebentar lagi juga kelas bubar, nanti gua tinggal nitip bawain tas aja ke temen." Begitu, katanya.

Ya, gue nggak bisa berbuat apa-apa.

"Nakal banget, deh." Selain menggerutu begitu, sambil melihat dia yang lagi duduk dan minum tepat di depan gue sekarang.

Dan dia cuma ketawa-ketawa aja berdua sama mas Satya. "Dasar samanya!" Cerca gue.

Mas Satya langsung berhenti ketawa. "Ya emang kenapa si dek? Namanya cowok mah emang gini." Kata dia, lanjut meneguk cola yang tadi gue beli di minimarket depan.

Ngomong-ngomong ini posisinya Kak Sehan dan mas Satya lagi duduk lesehan ditangga teras, sedangkan gue duduk di depan mereka sambil bersandar ke pilar.

Gue cuma melengos menanggapi mas Satya.

"Eh, dek." Mas Satya manggil gue.

"Kenapa?" Gue menyahut tapi nggak menoleh karena gue lagi melihat kucing yang lewat di depan pagar.

"Mas tinggal dulu ya, bentar." Ucap mas Satya, seketika membuat gue melihat dia.

Di depan gue sana, dia lagi main hp.

"Mau kemana mas?" Gue bertanya.

"Ke rumah temen, bentar. Nanti jam empat balik." Jawab dia. "Lu disini sama Sehan."

"Eh tapi—"

"Bentar. Han, temenin adek gua dulu ya?"

Mas Satya udah buru-buru aja sambil ngeluarin motornya yang ada di garasi.

Sedangkan, gue lihat kak Sehan biasa aja kayak gak keberatan. "Siap, mas!" Jawab dia.

Selanjutnya gue cuma menghelah pasrah melihat kakak gue pergi sambil klakson-klason. "Pulangnya jangan lama-lama!"

"Iyaa jam empat!!"

Alhasil, sekarang sisa gue dan kak Sehan dirumah. Dengan kita yang cuma saling diam setelah keberangkatan mas Satya yang mau ke rumah temennya katanya.

Sebenarnya dari tadi gue ada panik sesuatu.

Kalung, iya gue takut kak Sehan tiba-tiba tanya soal kalung yang dia kasih gue sebagai hadiah ulang tahun gue waktu itu, yang sempat gue pakai. Tapi,

Enggak, gue bukannya takut, cuma khawatir.

Karena sekarang gue lagi pakai kalung dari
kak Hessa, dan beruntungnya kalung itu ada di dalam kemeja gue, jadi nggak terlihat.

"Nya?" Kak Sehan tiba-tiba manggil gue.

"Iya?" Segera gue melihat dia, yang masih pegang-pegang kaleng sodanya diatas tumpuan satu kakinya yang terlipat. Satu kakinya lagi dia selonjorkan.

"Gapapa, kenapa diem aja?" Tanyanya.

Huft, gue udah panik kalau dia bakal tanya kalung itu. "Ehe," Habis itu gue senyum kaku.

"Ya iya, kak." Jawab gue. "Habisnya mau ngapain lagi?" Lanjut gue, ketawa pelan.

"Ya, ngobrol dong sama gua." Balas kak
Sehan. "Tentang kenapa lu tiba-tiba pindah? Terus nggak bilang-bilang juga ke gua."

Hm, gue berdehem sejenak.

Karena gue bingung mau jawab apa.

"Anya?" Kak Sehan manggil gue lagi.

WhiteoutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang