21. Tomorrow

422 59 1
                                    

Kamis malam, kak Hessa datang ke rumah tante gue alias rumah baru gue yang sekarang gue tinggalin setelah gue pindah ke Jakarta.

Dia datang sekitar jam 5 sore, dan sekarang udah jam 7 malam. Kebetulan juga dirumah ini lagi ada bunda dan mas Satya.

Tapi sekarang kak Hessa udah mau pulang, soalnya dia bawa mobil papanya, dan jam 9 nanti papanya mau ada pertemuan, katanya.

"Ya udah, kalo gitu Hessa pamit dulu ya, bunda, mas Satya." Katanya ke bunda dan mas Satya ketika masih di dalam rumah.

Bunda dan mas Satya lantas senyum sembari mereka berdua salaman dengan kak Hessa.

"Iya, ati-ati, Sa!" Balas mas Satya.

Kalau bunda cuma senyum sambil bilang hati-hati juga. "Hati-hati ya Hessa bawa mobilnya."

Kak Hessa langsung menggangguk cepat. "Iya bunda, siap!" Jawabnya.

Gue bersyukur, karena bunda dan mas Satya masih mau terima keberadaan kak Hessa. Maksudnya, mengingat keadaan gue sekarang, mereka masih mau bersikap baik.

Mungkin karena kak Hessa juga yang masih peduli sama gue, gak ninggalin gue setelah tahu keadaan gue sekarang ini seperti apa.

"Aku pulang ya?" Kemudian dia pamit ke gue.

Lantas gue mengangguk. "Ayo, aku anter ke depan. Bun, aku anter kak Hessa dulu ya?"

Dijawab anggukan dan senyuman oleh bunda.

Lalu gue dan kak Hessa jalan bersandingan menuju keluar rumah. Sampai akhirnya kita sampai diteras, kita ngobrol sebentar disana.

"Kita bakal jarang ketemu dong?" Utas kak Hessa, cukup membuat gue terperanjat.

Sejenak gue mengangkat kepala untuk melihat dia, dan berdiri tepat disebelahnya. "Enggak, dong. Kan, deket. Kamu bisa main kesini, kayak sekarang." Jawab gue, sambil senyum berniat membuatnya lebih tenang.

Dia ikut tersenyum, tapi samar. "Kalo di sekolah, gitu, gak bisa makan bareng lagi, berangkat bareng, pulang bareng." Balasnya.

Perlahan gue memegang tangannya menggunakan kedua telapak tangan gue. "Gapapa, yang penting nanti kita serumah."

Entah ada apa dan mengapa gue bisa bicara barusan. Tapi, gapapa juga yang penting kak Hessa gak gelisah.

Spontan kak Hessa tertawa merespon ucapan gue. "Bisa banget ya, kamu ngomong gitu." Katanya sambil terkekeh geli dan gemas.

Walaupun agak geli tapi gue terkekeh juga. "Tapi emang iya, kan? Nanti kalo udah lulus sekolah kita bakal langsung nikah." Balas gue.

Kak Hessa mengangguk, dengan tangannya yang mengusap kepala gue lembut, seperti biasa. "Kamu baik-baik disini, jangan telat makan, kalo ada apa-apa kabarin aku, ya?"

Gue gak menjawab, tapi langsung berposisi hormat. Sembari raut wajah yang serius.

Membuat kak Hessa melepas gelak tawa.

"Lucu banget pacar siapa sih?" Katanya.

Dan gue cuma ikut tertawa.

"Ya udah, kalo gitu aku pulang dulu, takut ditunggu papa soalnya." Lalu kak Hessa mengambil kunci mobilnya dan tersenyum.

Gue mengangguk. "Iya, hati-hati. Kalo udah sampe rumah kabarin. Salam buat papa mama." Sembari tos ria dengan dia.

Selanjutnya, kak Hessa mengangguk, dan langsung jalan menuju mobilnya. Lalu mulai menyalakan mesinnya dan pergi meninggalkan halaman rumah.

"Dadahhh hati-hati!" Antusias gue.

Kak Hessa balas melambai. 

Setelah memastikan mobil kak Hessa gak terlihat diujung jalan sana, gue langsung menutup pagar, beranjak masuk kembali ke dalam rumah, tapi nggak jadi.

WhiteoutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang