18. The Necklaces

622 65 2
                                    

Sabtu pagi, dan sekitar jam 9 nanti gue dan keluarga gue bakal berangkat ke Jakarta.

Tadi gue dan mas Satya udah menyimpan barang-barang ke mobil, cuma barang-barang yang penting aja, kalau yang lainnya gak kita bawa soalnya nanti kita bakal balik lagi.

Dan, sekarang kita lagi sarapan.

Bersyukur karena ayah dan bunda udah baik, maksudnya udah mau ngomong dan nggak ngediemin gue lagi kayak kemarin.

Sampai akhirnya kita selesai makan, dan gue sama bunda juga selesai beresin piring, gue ikut kakak gue keluar buat manasin mobil. Gue cuma duduk diteras, nontonin kakak gue yang lagi manasin mobil sekaligus mengecek mesin-mesin dan semacamnya.

"Mas, nggak mau ngasih kado buat aku?" Tanya gue, teringat bahwa kakak gue itu
belum ngasih kado ulang tahun buat gue.

Biasanya dia selalu ngasih kado kalau dia mau aja, tapi pasti bakal traktir gue makan.

Mas Satya langsung menoleh setelah gue ngomong begitu. "Mau kado apa emang?" Tanyanya, sambil benerin spion mobil.

"Apa aja sini, asal dibungkus kado."

"Ya udah, nanti mas kadoin coki-coki satu, terus dibungkus kado." Balas dia, bercanda.

Gue lantas meringis, sedangkan dia ketawa sambil menghampiri gue dan menggoyangkan kepala gue menggunakan kedua tangannya.

"Ihhh, mas!" Ringis gue, dengan mas Satya langsung diam sambil pasang muka gemas.

Terus, tiba-tiba dia melihat kearah leher gue.

Gue udah bisa tebak kemana arah matanya.

Kalung, pasti.

"Asikkk, dari siapa tuh? Kayaknya baru liat." Ucapnya, sambil ketawa menatap gue.

Gue memasang ekspresi berlagak. "Hadiah dong, dari orang. Bagus ya?" Balas gue.

Mas Satya mengangguk. "Bagus." Jawabnya. "Tapi kenapa bulan sabit? Kenapa nggak bulan yang item aja tuh, yang ada diemot??"

Rasa-rasanya gue pengen menonjok dia.


Bugh!

Benar aja gue menonjok dada kirinya.

Dan, gue nggak nyangka kalau tonjokan gue bakal sekencang itu. Tapi, nggak tau juga, ini tonjokan gue yang terlalu kencang, atau mungkin cuma dia yang berlebihan.

"Aduh, dipukul masa?!" Kata dia. "Eh, tapi serius deh bagus tu kalungnya." Lanjutnya.

"Iya kan emang bagus, cocok di aku."

"Dari siapa?"

"Pengen tau aja!"

—O—

Kak Hessa datang ke rumah pas banget sewaktu gue mau berangkat ke Jakarta.

Dia datang sendiri, sambil bawa kado dan sekalian perpisahan sama gue, katanya. Biarpun gue gak bakal pindah jauh.

Kado yang dia bawa itu katanya kado untuk ulang tahun gue, yang dia bilang seharusnya dia kasih pas dihari ulang tahun gue, cuma keadaannya nggak mendukung waktu itu.

Dan, kalian mau tau apa isi kadonya?

Kalung.

Ya, kalung.

Gue senang, karena pacar gue kasih kado yang isinya barang spesial. Tapi, jujur gue juga bingung. Pasalnya, kenapa harus kalung?

WhiteoutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang