BAB 9 (HIKMAH MENCURI KELAPA)

58 4 0
                                    

"Wallahu a'lam bis showab"

"Wassalamu'alaikum warahmatullah"

Tuntas Kyai Harun saat ngaji kitabnya malam itu. Waktu yang terus bergulir menunjukan pukul 21:30 artinya sudah lewat dari jam Sembilan malam.

Malam yang begitu cerah yang amat terang benderang dibawah sorotan sinar rembulan yang kini sedang purnama.

Bintang-bintang yang saling berkilau seolah ingin memperkenalkan dirinya melalui cakrawala luas. Angin malam yang berhembus mulai menampakan sisi dingin yang serasa menusuk hingga sum-sum tulang terdalam.

Surban putih tipis Kyai Harun yang tersampir dipundak sebelah kiri pun mulai tersingkap dibagian ujung bawahnya sebab belaian angin yang semakin berhembus. Wajah yang nampak bersinar dan berwibawa itu semakin berwibawa lagi saat pantulan cahaya rembulan memantul disetiap sudut bagian wajah sang Kyai.

Langkah kaki yang masih sigap meski usianya kini tak muda lagi. Berjalan dengan perlahan sambil sesekali bibir yang bergerak menyebut asma yang agung.

"Syam!!"

"Iya, Kyai?

Hisyam yang seperti biasanya berjalan dibelakang Kyai Harun bertugas membawa kitab seusai pengajian selesai. Sekaligus menemani sang Kyai pulang. Dan itu selalu ia lakukan sebagai bentuk khidmahnya terhadap guru.

Kyai Harun menoleh kebelakang. Langkah kaki Hisyam pun ikut terhenti manakala sang guru yang tiba-tiba menghentikan langkahnya.

"Besok pagi sampai sore, abah hendak ke desa seberang menghadiri undangan. Abah minta tolong, selagi abah belum pulang tolong kamu urus semua keperluan yang menyangkut besok. Semua keperluan yang dibutuhkan para tukang sediakan"

"Injih, Kyai".

Besok pagi Kyai Harun akan mengadakan pembersihan kebun miliknya. Puluhan pohon kelapa yang lebat akan ditebang rata guna untuk membangun lokal gedung yang baru. Mengingat setiap kali pergantian tahun pelajaran jumlah calon santri yang mendaftar semakin bertambah. Itu sebabnya beliau ingin menambah ruang bagi santri-santrinya.

Percakapan antara guru dan murid itu ternyata terdengar oleh salah seorang santri beliau yang kebetulan berpapasan dengan Kyai Harun. Ia menunduk saat bertemu dengan sang Kyai yang dibelakangnya terdapat Kang Hisyam.

Ia berhenti sambil menundukan kepalanya manakala sang Kyai lewat. Kyai harun yang melihatnya hanya tersenyum sambil mengelus puncak kepala sang santri sembari melanjutkan langkah kakinya.

Saat melewati belokan hingga diri Kyai Harun menghilang dari pandangan, barulah ia angkat kepalanya. Selepas itu ada semacam senyuman yang tidak bisa dibaca dari bibir santri itu yang tak lain adalah Abbas.

Sesampainya Abbas kembali ke kamar, ia menunggu Kang Hisyam yang biasanya control santri saat jam belajar berlangsung.

"Kang, kang!!". Hisyam setengah berteriak memanggil Kang Hisyam. Ia menghampirinya.

"Ada apa?".

"Mau nanya kang"
Hisyam memandangi tangan Abbas sekejap yang masih membawa Lembar Kerja Siswa ditanganya, Hisyam hanya menganggukan kepala.

"Nanya apa?. Kalau soal pelajaran kamu bisa tanya ke Farhan!"

"Bukan kang!!". Kemudian dengan sedikit malas Hisyam menimpali

"Lalu nanya apa?".

"Tadi saya dengar Kyai mau nebang kelapa bukan?".

"Iya, memangnya kamu mau bantu?"
Bukanya menjawab, Abbas malah cengengesan "Tidak, kang. Cuman nanya saja".

KYAI GURU HARUNWhere stories live. Discover now