BAB 5 (BOTOL ARAK KYAI NAJIB bag 1)

375 37 9
                                    

Hampir satu jam berlalu, Gus Azka tak henti-henti nya mengotak-atik mobil kebanggaanya. Obeng dan kawan sejenisnya menemani jari-jari terampil Gus Azka yang dengan telaten dan sabar memperbaiki mesin mobil yang kemungkinan sedang tidak beres.

Wajah yang sedikit menegang serta bola mati yang sedari tadi terfokus pada bagian-bagian tertentu dari sisi mesin mobil.
Ia sempat bergumam dalam hati. Ternyata apa yang ia peroleh dulu sewaktu menimba ilmu di kejuruan permesinan ada gunanya juga.

Ya, paling tidak untuk urusan yang sepele mungkin ia sanggup untuk mengatasinya.
Memang benar, profil pendidikan Gus Azka memang tidak semuanya berlatar belakang Madrasah.

Untuk sekolah akhirnya ia lebih memilih sekolah umum dengan pilihan kejuruan mesin. Bagi sang abah, Kyai Harun tidak mempermasalahkan urusan sekolah.

Entah itu sekolah umum atau di Madrasah sekalipun. Yang terpenting adalah bagaimana kebutuhan ilmu agama sang anak tercukupi dan menjadi prioritas utama dari pada ilmu umum.

“Ngadat lagi?”

“Iya bah, maklumlah. Namanya juga kijang tua”.

Kyai Harun yang melihat sang putra sedang membetulkan mesin mobil yang sedang ngadat hanya melihat sembari menganggukan kepalanya. Sang abah melihat betapa telatenya putra bungsunya itu merawat mobil yang dulunya menjadi kendaraan kesayanganya kini ia serahkan pada sang putra.

“Alhamdulillah”.

“Sudah beres?”. Tanya Kyai Harun

“Sudah bah” jawabnya singkat.

“Coba hidupkan”. Pinta sang abah.
Gus Azka segera menuju berjalan menuju arah kemudi.

Ia buka pintu mobil tanpa menutupnya barang sedikitpun. Dengan Bismillah ia coba menghidupkan mesin mobil.
Deru suara mesin yang mulai berputar pertanda berhasil.

Sekejap kemudian ia matikan kembali. Lagi-lagi kini sang abah masih tetap ditempat. Gus Azka yang melihatnya sedikit terheran. Dalam hati ia berujar “Tumben sekali abah dirumah tidak kemana-mana”. Seperti merasakan, Kyai Harun menoleh ke putranya.

“Abah lagi pengen dirumah, istirahat”. Dengan sedikit tawa Kyai Harun berlalu masuk.

Kyai Harun masuk kedalam yang selang beberapa saat kemudian diikuti Gus Azka. Kini ia masuk kekamar mandi sembari menenteng handuk biru muda.

Guyuran air yang begitu segar membuat otot yang semenjak tadi menegang serasa segar kembali. Begitu selesai, Gus Azka langsung menuju kamar dengan memakai setelan sarung hijau bermotif batik ala rerumputan yang dikombinasikan dengan baju yang berwarna serupa namun warnanya Nampak lebih muda yang cenderung putih samar.

Menurut Gus Azka agar terlihat sinkron busana yang ia kenakan.

“Cocok kan Mi?”

“Cocok sekali bi, Umi yang milih tadi”. Jawab sang istri yang tersenyum teduh.

Dirasa semuanya sudah siap, Gus Azka bergegas pamit kepada sang istri. “Abi berangkat dulu”. Istri Gus Azka hanya tersenyum sembari keduanya saling mengucap dan menjawab salam.

“Hati-hati bi”. Lantas istri Gus Azka mencium tangan sang suami. Sedangkan Gus Azka menimpali dengan ucapan “Iya. Doakan saja Umi”.

Saat hendak membuka pintu kemudi, Gus Azka dikejutkan dengan sang abah yang tiba-tiba berdiri di depanya.

“Hendak kemana?” Gus Azka mengurungkan niatnya untuk membuka pintu mobil.

“Baru saja mau pamit ke abah, sudah keburu keluar”.

KYAI GURU HARUNWhere stories live. Discover now