BAB 10 (DUA SISI YANG SAMA)

30 3 0
                                    

“Alhamdulillah, terimakasih banyak Kyai atas kesediaan dan waktu  panjenengan.”

“Kalau begitu saya dan rombongan mohon pamit. Assalamu’alaikum”.

Satu persatu dari tamu-tamu tersebut bergantian mencium tangan Kyai Harun dengan sangat ta’dzim dan tawadhu. Kyai Harun mengantar para tamunya hingga depan gebang pesantren. Sampai mobil Alphard hitam itu menghilang dari pandangan mata.

Siang itu Kyai Harun kedatangan tamu dari anak-anak santri beliau yang sudah lulus. Mereka tidak lain adalah para pengurus alumni pesantren itu sendiri. Mereka meminta kesediaan waktu Kyai Harun untuk hadir mengisi ceramah dalam acara halal bi halal ikatan alumni pesantren dari berbagai jenjang lulusan.

Karena ini permintaan dari pada santri-santri beliau sendiri. Dengan senang hati Kyai Harun menerimanya. Dan disepakatilah besok lusa adalah jadwal Kyai Harun hadir diacara tersebut tepatnya dikota seberang yang lumayan jauh. Bahkan jika diukur mungkin kurang lebih bisa mencapai 90-an KM jarak dari Ndalem pusat ke lokasi acara.
Sekembalinya Kyai ke ruang tamu, beliau memanggil Hisyam untuk sekedar membersihkan sisa-sisa beberapa hidangan dan minuman suguhan para tamu tersebut.

“Syam, tolong!. Ini kamu bawa saja ke dapur”.

“Injih, Kyai”.

Hisyam merapikan beberapa toples yang didalamnya masih tersisa banyak snack dan camilan. Hanya beberapa air mineral yang ludes tak tersisa dari botolnya. Sedangkan cangkir-cangkir yang berisi kopi-pun tak ada sisa barang sedikitpun.

Tangan cekatan Hisyam yang dibantu oleh dua abdi dalem lainya membuat seluruh piring cucian itu bersih. Mula-mula mereka bertiga keringkan dengan lap kain tipis. Baru setelahnya cangkir-cangkir dan beberapa toples kaca itu ditaruh kembali dalam rak khusus yang diletakkan di dapur ndalem utama.

“Alhamdulillah…”. Hisyam menyeka keringat didahinya yang sedikit menetes.

“Sudah, kang?. Atau masih ada lagi?”

“Sudah. Hanya itu saja yang perlu kita bersihkan”.

Langkah Hisyam kini menuju ruang tamu kembali. Ia ingin memastikan keadaan sudah benar-benar bersih atau belum. Bola matanya kesana kemari seolah menyorot semua sudut ruangan. Semuanya nampak kembali bersih dan tertata rapi seperti sebelumnya. Namun ada satu yang terlewat. Mungkin sang kyai lupa membawanya.

“Owalah, mungkin Kyai lupa tadi”. Gumamnya memungut sebuah kalender yang biasa digunakan Kyai Harun untuk mencatat seluruh jadwal kegiatan dan acara beliau.
Namun ada satu kejanggalan yang dirasakan Hisyam. Keningnya berkerut seolah ia menelisik sesuatu.

“Astaghfirullah….”

“Kenapa tanggal ini sampai bisa beliau lingkari”. Hisyam sedikit histeris dalam diamnya.

“Bukankah tanggal 12, pondok punya acara wisuda tahfidz!?. Tapi kenapa beliau malah menghadiri undangan luar pondok. Apa tidak bentrok dengan acara pondok…”

Ternyata Hisyam baru sadar. Tanggal 12 yang berarti esok lusa adalah hari dimana pondok mempunyai hajat besar tahunan. Ya, wisuda bagi santri tahfidz.

Yang lebih terkejut lagi adalah tepat di tanggal itu beliau lingkari yang artinya Kyai Harun akan menghadiri acara diluar pondok. Hisyam telisik lebih dalam lagi. Disitu tertulis dengan gamblang Reuni alumni, pagi. Mustahil beliau menghadiri dua acara sekaligus dalam waktu yang bersamaan.

Segeralah ia pungut kalender itu dari atas meja kecil diruang tamu. Hisyam berjalan menuju sisi samping kanan rak kitab yang paling besar. Dengan hati-hati ia gantung kembali kalender itu dengan posisi yang tidak terlalu tinggi agar bisa dijangkau oleh Kyai.
Sekembalinya Hisyam di kamar, pikiranya tak lepas dari kalender tadi.

KYAI GURU HARUNWhere stories live. Discover now